Hukum Bermazhab

 
Hukum Bermazhab
Sumber Gambar: Foto Ist

Laduni. ID, Jakarta - Pasca wafatnya Rasulullah SAW dan berakhirnya masa Sahabat dan Tabi’in, umat Islam dihadapkan dengan suatu persoalan yaitu bagaimana menjalankan syari’at Islam. Karena pada zaman Rasulullah SAW rujukan dan sumber hukum adalah beliau. Kemudian pada generasi Sahabat dan Tabi’in rujukan dan sumber hukum masih jelas karena mereka hidup satu zaman dengan Rasulullah SAW. Lalu bagaimana dengan kita umat yang hidup 1.400 tahun pasca Rasulullah SAW?

Sebagai Muslim kita dihadapkan banyak permasalahan sehari-hari yang kita belum ketahui hukumnya dalam Islam. Seiring perkembangan zaman, makin banyak juga masalah baru yang kita ragu bagaimana Islam mengaturnya. Di sisi lain, keterbatasan ilmu agama membuat seorang Muslim diwajibkan untuk taqlid (mengikuti) kepada Ulama Madzhab. Adapun madzhab yang diakui dan aliran madzhabnya telah dikodifikasikan (mudawwan) ada empat, yaitu:

A. Madzhab Hanafi yaitu madzhab Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit, (lahir di Kufah pada tahun 80 H. dan meninggal pada tahun 150 H.).

B. Madzhab Maliki yaitu madzhab Imam Malik bin Anas bin Malik, (lahir di Madinah pada tahun 90 H. dan meninggal pada tahun 179 H.)

C. Madzhab Syafi’i yaitu madzhab Imam Abu Abdillah bin Idris bin Syafi’i, (lahir di Gazza pada tahun 150 H. dan meninggal pada tahun 204 H.).

D. Madzhab Hanbali yaitu madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, (lahir di Marwaz pada tahun 164 H. dan meninggal pada tahun 241 H.).

Baca Juga: Mengenal 4 Imam Madzhab Ilmu Fiqih

Madzhab secara bahasa dan istilah terbagi menjadi tiga makna. Pertama madzhab berarti Al-Mu’taqad (yang diyakini). Kedua madzhab itu memiliki makna At-Thariqah (jalan atau metode). Secara istilah madzhab adalah ma dzahaba ilayhil imam minal aimmah minal ahkam al-ijtihadiyah. Yaitu sesuatu yang menjadi pendapat imam atau ahli agama tentang hukum-hukum yang ijtihadiyah yang digali dari sumbernya.  Jadi bermazhab adalah mengikuti pendapat imam yang bersifat ijtihadiyah yang persoalan ushul (pokok) dan furu’ (cabang).

Beberapa keterangan dari kitab tentang keharusan kita untuk bermadzhab

1. Al-Mizan Al-Kubra

كَانَ سَيِّدِيْ عَلِيٌّ الْخَوَّاصُ رَحِمَهُ اللهُ إِذَا سَأَلَهُ اِنْسَانٌ عَنِ التَّقَيُّدِ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ اْلآنَ هَلْ هُوَ وَاجِبٌ أَوْ لاَ. يَقُوْلُ لَهُ يَجِبُ عَلَيْكَ التَّقَيُّدُ بِمَذْهَبٍ مَا دُمْتَ لَمْ تَصِلْ إِلَى شُهُوْدِ عَيْنِ الشَّرِيْعَةِ اْلأُوْلَى خَوْفًا مِنَ الْوُقُوْعِ فِى الضَّلاَلِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْيَوْمَ.

"Jika tuanku yang mulia Ali al-Khawash r.h. ditanya oleh seseorang tentang mengikuti madzhab tertentu sekarang ini, apakah wajib atau tidak? Beliau berkata: “Anda harus mengikuti suatu madzhab selama Anda belum sampai mengetahui inti agama, karena khawatir terjatuh pada kesesatan”. Dan begitulah yang harus diamalkan oleh orang zaman sekarang ini"

Baca Juga: Mengapa di Indonesia Mayoritas Madzhab Syafi'i?

2. Al-Fatawa Al-Kubra

وَبِأَنَّ التَّقْلِيْدَ مُتَعَيَّنٌ لِلأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ. وَقَالَ لِأَنَّ مَذَاهِبَهُمْ اِنْتَشَرَتْ حَتَّى ظَهَرَ تَقْيِيْدُ مُطْلَقِهَا وَتَخْصِيْصُ عَامِّهَا بِخِلاَفِ غَيْرِهِمْ

"Sesungguhnya bertaklid (mengikuti suatu madzhab) itu tertentu kepada imam yang empat (Maliki, Syafi’i, Hanafi, Hanbali), karena madzhab-madzhab mereka telah tersebar luas sehingga nampak jelas pembatasan hukum yang bersifat mutlak dan pengkhususan hukum yang bersifat umum, berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain"

3. Sullam Al-Wushul

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ”اِتَّبِعُوْا السَّوَادَ اْلأَعْظَمَ“. وَلَمَّا انْدَرَسَتْ الْمَذَاهِبُ الْحَقَّةُ بِانْقِرَاضِ أَئِمَّتِهَا إِلاَّ الْمَذَاهِبَ اْلأَرْبَعَةَ الَّتِى اِنْتَشَرَتْ أَتْبَاعُهَا كَانَ اِتِّبَاعُهَا اِتِّبَاعًا لِلسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ وَالْخُرُوْجُ عَنْهَا خُرُوْجًا عَنِ السَّوَادِ اْلأَعْظَمِ.

"Nabi SAW bersabda: Ikutilah mayoritas (umat Islam). Dan ketika madzhab-madzhab yang benar telah tiada, dengan wafatnya para imamnya, kecuali empat madzhab yang pengikutnya tersebar luas, maka mengikutinya berarti mengikuti mayoritas, dan keluar dari madzhab empat tersebut berarti keluar dari mayoritas"

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bermadzhab terhadap salah satu imam madzhab hukumnya adalah wajib bagi kita. Karena hal yang mustahil (jika tanpa izin Allah) bagi kita untuk mengurai persoalan inti agama. Maka dengan keterbatasan tersebut, mengikuti pendapat dan pandangan madzhab (utamanya madzhab empat) yang menjadi mayoritas adalah suatu kewajiban.

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Ahkamul Fuqoha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam