Dalil dan Hukum Berdiri Saat Pembacaan Maulid Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam

LADUNI.ID, Jakarta - Peringatan maulid Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. dilakukan oleh masyarakat Muslim, tidak hanya di Indonesia, melainkan di seluruh dunia, tepatnya pada tanggal 12 bulan Robi'ul Awal tiap tahunnya.
Mereka bersama-sama memeriahkan tradisi ini dengan ragam kegiatan, mulai dari lomba-lomba islami, kegiatan bakti sosial, pengajian, dan tentunya pembacaan Maulid Nabi (Sejarah Kelahiran Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam ). Biasanya dalam pembacaan maulid, mula-mula dibacakan rawi-rawi dari berbagai Kitab-kitab Maulid Nabi, dan selanjutnya dibacakan pula Qosidah dan pujian-pujian untuk Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Di pertengahan proses pembacaan maulid ini, ada pembacaan sholawat, yang didalamnya para hadirin kemudian berdiri, biasanya diistilahkan dengan Mahalul Qiyam.
Dalil dan Hukum Berdiri Saat Pembacaan Maulid
Jika ditelaah dalam Al-Qur’an maupun hadis, memang tidak ditemukan secara eksplisit dalil tentang berdiri saat pembacaan Maulid Nabi. Namun, tidak adanya dalil ini, bukan berarti otomatis menjadi larangan. Mengapa?
Sebab Maulid Nabi, bukanah Ibadah Mahdhoh "Murni" layaknya Shalat, Puasa Ramadhan, Haji dan lain sebagainya, melainkan tradisi yang bernilai ibadah. Akan tetapi, Para ulama berpendapat, bahwa berdiri di waktu pembacaan maulid Nabi seperti yang dilakukan masyarakat, bisa dimasukkan dalam kategori "Istihsan" atau dianggap baik.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab I’anah Al-Thalibin, Karya Al-‘Allamah ‘Abu Bakr Utsman bin Muhammad Syata Al-Dimyathi Al-Bakri juz III, halaman 414).:
فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم: قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد. واجتماع الناس له كذلك مستحسن.
Artinya, “(Faidah)Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi rasul akhir zaman.
Berdiri seperti itu didasarkan pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat Islam.
Di tengah pembacaan maulid Diba’ atau Berzanji, ada ritual berdiri yang disebut Mahallul Qiyam atau “Srokalan”, kata orang Jawa menyebutnya. Karena berasal dari kalimat “Asyraqal Badru ‘Alaina” dimana jika sudah sampai di situ hadirin dan jamaah di mohon untuk berdiri. Mahallul Qiyam dalam arti katanya adalah waktu atau tempat berdiri. Maksud dari berdiri ini adalah penghormatan atas kehadiran Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di tengah-tengah majelis. Ada yang menyebutnya sebagai “Marhabanan” dari kalimat “Marhaban” yang artinya “Selamat Datang” atas kehadiran Nabi kita.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُذْرِيّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْأَنْصَارِ: قُوْمُوْا إلَى سَيِّدِكُمْ أوْ خَيْرِكُمْ. رواه مسلم
Dari Abi Said Al-Khudri, beliau berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada para sahabat Ansor,” Berdirilah kalian untuk tuan kalian atau orang yang paling baik di antara kalian.” (HR Muslim)
Berdiri untuk menghormati sesuatu sesunguhnya sudah menjadi tradisi kita. Demikian pula dengan berdiri ketika membaca sholawat. Saat Mahallul Qiyam sedang berlangsung semua orang yang hadir dalam majelis tersebut, tua muda, laki-laki, perempuan semua berdiri untuk memberikan penghormatan kepada shohibul maulid, yaitu Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam sambil melantunkan pujian kepadanya dengan penuh kekhusyu’an. Bahkan tidak jarang banyak air mata yang tumpah. Sulit untuk digambarkan bagaimana kekhusu’an, ketenangan, kedamaian, dan kenyamanan yang dirasakan dalam hati.
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengatakan bahwa Imam Al-Barzanji dalam kitab Maulid-nya menyatakan, ”Sebagian para imam hadits yang mulia itu menganggap baik (istihsan) berdiri ketika disebutkan sejarah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Betapa beruntungnya orang yang mengagungkan Nabi dan menjadikan hal itu sebagai puncak tujuan hidupnya. (Al-Bayan Watta’rif fi Dzikral Maulid An-Nabawi, hal. 29-30).
Abul Faraj Al-Halabi menyebutkan bahwa berdiri saat mahallul qiyam ini sudah dilakukan sejak dulu oleh orang yang alim. Seorang panutan baik dalam ilmu agama dan sifat wara’nya, yaitu Al-Imam Abdul Wahab bin Taqiyuddin ‘Ali bin Abdul Kafy As-Subki atau biasa di sebut dengan Imam As-Subki.
Abul Faraj Al-Halabi menulis : “Al-Imam As-subki berkumpul bersama banyak ulama di zamannya dan saat itu seorang mursyid membacakan puji-pujian untuk Nabi karangan As-Sharshari” ;
قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب :: على ورق من خط أحسن من كتب
وأن تنهض الأشراف عند سماعه :: قياما صفوفا أو جثيا على الركب
“Sedikit sekali Tulisan bertinta emas di kertas (perak) untuk memuji Nabi itu dari penulis terbaik”
“Sedikit sekali Orang-orang mulia berdiri tegap dengan berbaris ataupun berjongkok di atas kuda ketika mendengar pujian terhadap Nabi.”
Kemudian saat itu juga Imam As-Subki dan jamaah yang hadir bersamanya sama berdiri, lalu datanglah “uns kabir” (ketenangan dan kesejukan hati) dalam majelis itu. Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya, Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dengan suara lantang.
Demikianlah, sebagian uraian para pakar Islam mengenai berdiri waktu peringatan maulid Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam . Hanya orang-orang yang egois, fanatik sajalah yang melarang hal-hal tersebut sampai berani menyesatkan, membid’ahkan munkar dan lain sebagainya, dengan memasukkan dalil-dalil yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah peringatan keAgamaan tersebut.
Sumber : Kitab I’anah Al-Thalibin
___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Sabtu, 30 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo
Kunjungi Juga
- Pasarkan Produk Anda dengan Membuka Toko di Marketplace Laduni.ID
- Profil Pesantren Terlengkap
- Cari Info Sekolah Islam?
- Mau Berdonasi ke Lembaga Non Formal?
- Siap Berangkat Ziarah? Simak Kumpulan Info Lokasi Ziarah ini
- Mencari Profil Ulama Panutan Anda?
- Kumpulan Tuntunan Ibadah Terlengkap
- Simak Artikel Keagamaan dan Artikel Umum Lainnya
- Ingin Mempelajari Nahdlatul Ulama? Silakan
- Pahami Islam Nusantara
- Kisah-kisah Hikmah Terbaik
- Lebih Bersemangat dengan Membaca Artikel Motivasi
- Simak Konsultasi Psikologi dan Keluarga
- Simak Kabar Santri Goes to Papua
Memuat Komentar ...