Pengertian Pikir dan Dzikir

 
Pengertian Pikir dan Dzikir
Sumber Gambar: laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta - Manusia di anugerahi oleh Allah SWT dengan akal dan pikiran untuk penyempurnaan akhir dari kejadian fitrahnya sebagai makhluk, umat manusia di wajibkan untuk berpikir bagi kelangsungan kehidupannya di dunia dan di akhirat agar mendapatkan keselamatan sewaktu menjalani kehidupan di dunia dan untuk sebagai bekal menuju kepada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Pikir maknanya secara umum adalah memberikan sesuatu yang keluar untuk suatu keputusan, dengan sarana akal yang sehat guna menemukan sesuatu jalan keluar dari suatu masalah, terlepas apapun masalahnya, termasuk masalah agama.

Dzikir maknanya secara umum adalah ingat, selanjutnya mempunyai pengertian untuk memerintahkan kepada akal, pikiran dan hati untuk mengingat hasil pikir yang di lakukan tadi, jadi saling ketergantungan secara bolak balik antara pikiran tadi dengan kinerja secara gotong royong antara akal, pikiran dan hati untuk mengingat sesuatu agar dapat lebih baik,

Berpikir artinya memberikan peranan kepada akal agar menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan, sedangkan berdzikir artinya memberikan peranan kepada akal untuk mengingat hasil pikir yang dia lakukan.

Pikir dan dzikir adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidup dan kehidupan ini, seorang santri yang belajar bisa disebut juga sedang melakukan pikir dan dzikir, dalam hal ini memikirkan dan mengingat semua pelajaran yang ia terima. Demikian pula misalnya saat kita mengendarai kendaraan dijalan raya yang ramai, maka kita dituntut untuk berpikir bagaimana caranya agar tidak celaka atau salah jalan sehingga mencelakakan diri kita sendiri, dan dalam saat bersamaan kitapun dituntut untuk melakukan dzikir atau mengingat mana yang harus dilakukan saat itu.

Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  adalah perintah agar berpikir dan berdzikir.

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ  اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam , Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Qs. Al-‘Alaq 96:1-5)

Perintah membaca pada ayat diatas, bukan hanya dalam konteks dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disuruh oleh malaikat Jibril membaca saat turun wahyu pertama saja, akan tetapi bisa kita tafsirkan secara luas dalam konteks masa kini. Dimana membaca adalah awal dari berpikir. Awal dari mencari tahu dan melakukan penyelidikan, awal dari menganalisa serta awal dari suatu pemahaman ataupun kesimpulan.

Dari surah diatas kita bisa belajar banyak hal, bahwa Tuhan sendiri sejak awal tidak menyuruh manusia untuk mematikan rasio atau kemampuan intelegensianya, sebaliknya manusia disuruh untuk membaca kekuasaan Tuhannya, mewajibkan manusia menganalisa melalui ilmu kedokteran untuk mencari tahu bagaimana proses awal dari kelahiran manusia itu sendiri sehingga diharapkan manusia itu menjadi sadar betapa kompleks dan rapinya karya Tuhan dalam penciptaan, karena itu secara sadar dan logis kitapun diharapkan untuk memuliakan-Nya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  bersabda dalam 4 hadisnya :
1. “Barangsiapa orang berbuat suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka perbuatannya itu ditolak”.  (Hadis Riwayat Muslim)
2. “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam ajaran Islam ini yang tidak ada sumbernya dari Islam, maka urusan itu ditolak”. (Hadis Riwayat Bukhari-Muslim)
3. “Berhati-hatilah dari perbuatan yang berlebihan dalam Islam Karena sesungguhnya kehancuran umat-umat dimasa lalu Diakibatkan perbuatan yang berlebihan (dalam agamanya)”. (Hadis Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas)
4. “Tiap-tiap sesuatu yang dibuat tanpa ada petunjuknya (Bid’ah) adalah sesat ; Dan tiap-tiap kesesatan itu dineraka”. (Hadis Riwayat Muslim)

Dengan demikian, Pikir sebelum dzikir dalam urusan agama, memiliki hubungan yang sangat erat karena menentukan amalan yang dihasilkan dari dzikir tadi apakah diterima atau justru ditolak.  ALLAH SWT  Berfirman :

اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. (Qs. Al-Kahfi 18:104)

Berdzikrullah tidak hanya habis dengan sholat, membaca tasbih, tahlil dan tahmid ataupun istighfar saja, sebab jika konteks mengingat Tuhan dibatasi seperti ini,maka akan berlawanan dengan banyak ayat Al-Qur’an lainnya serta bertentangan dengan pemikiran yang wajar.

Ingat kepada Tuhan (dzikrullah) secara luas bisa dilakukan dengan melakukan observasi atau penelitian terhadap alam semesta yang disebut sebagai ‘Arsy (singgasana) ALLAH yang terbentang luas dihadapan kita. Allah SWT  Berfirman :

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Qs. Ali- ‘Imron 3: 190-191)

Jelas secara logika sehat, tidaklah mungkin kita mampu melafaskan kalimat tasbih, tahlil atau tahmid dalam setiap waktu seperti isi lahiriah dari ayat tersebut, karena jika demikian adanya maka tidak akan ada satupun pekerjaan lain yang bisa diselesaikan akibat ketiadaan waktu karena dihabiskan hanya untuk dzikrullah tersebut padahal dalam firman sebelumnya Allah SWT justru mengajak kita agar menggunakan akal pikiran dalam memahami penciptaan langit dan bumi serta malam dan siang. Allah SWT Berfirman :

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ فَانْفُذُوْاۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍۚ

“Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (Qs. Ar-Rahman 55:33)

Jadi, kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah hendak memberikan teguran bagi kita semua untuk mau berpikir, mencari ilmu didalam beribadah agar apa yang dilakukan memang berguna dan mendatangkan amal disisi Allah SWT.

Baik belum tentu benar, sedangkan benar pastilah baik. Sholat subuh 2 rakaat, jika kita tambah 2 rakaat lagi tentu secara logika baik sekali, namun perbuatan itu justru menjadi sia-sia, karena tidak ada tuntunannya dari Nabi.

Dzikir itu baik, namun jika dzikir yang dilakukan tidak sesuai dengan tuntunan dari Allah SWT dan Nabi-Nya, maka dzikirnya akan nol. Allah SWT Berfirman :

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
(Qs. Al-Baqarah 2:216)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ وَاَنَّهٗٓ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya  dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. (Qs.Al-Anfal 8:24)

اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَتَكُوْنَ لَهُمْ قُلُوْبٌ يَّعْقِلُوْنَ بِهَآ اَوْ اٰذَانٌ يَّسْمَعُوْنَ بِهَاۚ فَاِنَّهَا لَا تَعْمَى الْاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِيْ فِى الصُّدُوْرِ

“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (Qs. Al-Hajj 22:46)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Qs. Al-Israa’ 17:36)

Dengan demikian, pikir sebelum dzikir dalam urusan agama, memiliki hubungan yang sangat erat karena menentukan amalan yang di hasilkan dari dzikir tadi apakah di terima atau justru di tolak oleh Allah SWT.

Sumber : Dari Berbagai Sumber

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Jumat, 24 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Sandipo