Awas, Pamer di Media Sosial Mempengaruhi Kesehatan Jiwa

 
Awas, Pamer di Media Sosial Mempengaruhi Kesehatan Jiwa

LADUNI.ID -  Sosial media membuat semua orang bebas berekspresi, membuat yang jauh terasa dekat dan dekat terasa jauh, perkembangan media sosial yang begitu masif membuat sebagian orang rela melakukan apa saja, contohnya berhutang untuk bisa pamer dengan membeli barang branded,  ke lokasi wisata yang bari dikunjunginya, makan di restoran mewah  atau yang lainnya. Bisa jadi,orang tersebut itu adalah seorang social climber.

Maraknya penggunaan media sosial saat ini, semakin menyuburkan munculnya para social climber. Bahayanya, social climber ternyata bisa berefek pada kesehatan, terutama kesehatan jiwa.

Fenomena social climber

Social climbing adalah fenomena sosial yang mulai akrab dalam dua tahun terakhir dan istilah ini mulai muncul seiring perkembangan media sosial yang begitu masif. Social climbing diartikan sebagai upaya untuk memasuki kelas sosial yang lebih tinggi demi pengakuan status sosial. Orang yang melakukannya disebut social climber.

Si social climber akan melakukan berbagai cara demi bisa terlihat hebat di mata orang lain. Biasanya, kenyataannya tidak berbanding lurus dengan kemampuan ekonominya. Segala upaya tersebut dilakukan untuk mencari pujian atas barang-barang bermerek yang dipamerkan di media sosial.

"Memang (media sosial) sangat rentan membuat depresi. Seorang selebgram bisa saja terkenal di media sosial, tapi di kehidupan sosial aslinya sebenarnya tidak terlalu terkenal. Hal tersebut bisa memengaruhi kesehatan jiwanya, karena dia hanya butuh pengakuan. Kondisi ini yang menyebabkan bisa depresi," ujar dr. Alberta Jesslyn Gunardi, BMedSc., Hons.

Dikutip dari www.klikdokter.com, berikut Ciri-ciri social climber

Anda merasa terdorong untuk berbelanja barang-barang bermerek untuk kepentingan media sosial? Hati-hati, bisa jadi Anda tengah terjerumus menjadi social climber. Cek apakah tanda-tanda berikut ini ada dalam diri Anda:

1. Suka memamerkan barang bermerek

Demi mencapai kepuasan diri, social climber suka memamerkan barang-barang bermerek. Tak peduli harus sampai berhutang atau barang itu palsu, yang penting orang lain melihat dia memiliki barang yang tengah menjadi tren.

2. Ingin jadi terkenal atau dianggap penting di mata orang

Dalam hal ini, social climber ingin agar pendapat mereka selalu dianggap penting. Pasalnya, belum tentu di kehidupan sosial aslinya mereka menjadi orang seperti itu.

3. Ingin memiliki teman

Biasanya di kehidupan aslinya mereka tidak memiliki teman atau kesepian. Jadi, mereka coba memanfaatkan media sosial sebagai ajang mencari teman, terutama yang lebih kaya. Aktivitas pamer yang dilakukan juga untuk mencari perhatian agar ada yang mau berteman dengannya.

4. Suka memanipulasi kehidupan pribadi

Agar tetap terlihat hebat, tak jarang social climber mengubah profil dirinya di sosial media.

Merasa sedikit bangga terhadap hal yang dicapai, masih bisa dianggap waja. Tetapi jika setiap hal atau benda dipamerkan, bisa jadi

Maraknya penggunaan media sosial saat ini, turut menyuburkan fenomena social climber di tengah masyarakat. Bangga dan menunjukkan hasil dari kerja keras bisa menjadi motivasi bagi orang lain. Tetapi jika kebanggaan itu sampai berlebihan  hingga menjadi rentetan kebohongan – hanya untuk dilihat orang – itu harus dihindari. Sebab, kebohongan yang berlarut-larut demi mengejar pengakuan orang lain bisa memicu depresi atau masalah kesehatan lainnya. Jadi, lebih baik hidup dengan jujur, bukan?