Tingkatan Dosa dan Jenis-Jenisnya

 
Tingkatan Dosa dan Jenis-Jenisnya
Sumber Gambar: Pinterest,Ilustrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Dosa memiliki berbagai tingkatan dan tingkat bahaya yang berbeda-beda. Konsekuensi dari dosa tersebut juga beragam, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai dengan jenisnya. Meskipun demikian, secara umum, dosa berasal dari dua hal: meninggalkan perintah dan melakukan larangan. Kedua jenis dosa ini merupakan bagian dari takdir yang telah ditentukan oleh Allah untuk dilakukan oleh nenek moyang kaum jin dan manusia. Contohnya, Syetan, nenek moyang kaum jin, meninggalkan perintah Allah dengan tidak bersujud kepada Adam. Sedangkan Adam, nenek moyang manusia, melakukan larangan dengan memakan buah dari pohon terlarang.

Dalam agama Islam, dosa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan tempatnya, yaitu zahir (pada anggota tubuh) dan batin (tersimpan di dalam hati). Selain itu, dosa juga dapat dikategorikan berdasarkan sasarannya, yaitu dosa yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berhubungan dengan hak makhluk-Nya.

Dosa-dosa juga dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu dosa Malakiyyah, dosa Syaithaniyyah, dosa Sabu'iyyah, dan dosa Bahimiyyah. Setiap dosa yang dilakukan manusia tidak akan keluar dari keempat kategori ini.

1. Dosa malakiyyah adalah dosa yang sangat serius dalam agama Islam. Dosa ini terjadi ketika seseorang mengadopsi sifat-sifat ketuhanan yang seharusnya hanya dimiliki oleh Allah, seperti merasa agung, sombong, angkuh, dan lain sebagainya. Dalam dosa malakiyyah ini, termasuk dosa syirik yang merupakan dosa terbesar dalam pandangan Allah.

Dosa syirik terbagi menjadi dua, yaitu syirik dalam asma` (nama-nama) dan sifat-sifat Allah, serta syirik dalam berinteraksi dengan-Nya. Dalam kedua jenis syirik ini, seseorang mencoba mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang seharusnya hanya dimiliki oleh-Nya. Hal ini membuat amal yang dilakukan oleh orang tersebut menjadi tidak bernilai di hadapan Allah.

Dalam dosa malakiyyah, seseorang juga berbicara tentang Allah tanpa ilmu yang cukup, mencoba merenggut kedudukan ketuhanan dan kekuasaan Allah, serta menciptakan pesaing bagi-Nya. Dosa ini adalah dosa terbesar yang dapat menghapus nilai dari segala amal yang dilakukan oleh seseorang.

2. Dosa syaithaniyyah merupakan dosa yang menyerupai sifat-sifat Syetan seperti dengki, jahat, menipu, sakit hati, membuat makar, dan lain sebagainya. Meskipun dosa ini berada pada urutan kedua setelah dosa pertama dalam hal bahaya, namun nilai kerusakannya lebih rendah. Dosa ini termasuk dalam kategori dosa yang dapat merusak akhlak seseorang dan menyebarkan kesesatan dalam agama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjauhi sifat-sifat tersebut dan selalu berusaha untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.

3. Dosa sabu'iyyah atau kebuasan adalah dosa yang sangat serius dalam agama. Dosa ini mencakup perilaku-perilaku negatif seperti permusuhan, kemarahan, pembunuhan, dan penindasan terhadap orang-orang yang lemah dan tidak berdaya. Tindakan yang dilandasi oleh dosa ini dapat menghasilkan berbagai bentuk penyiksaan terhadap sesama manusia. Keberanian untuk melakukan kezaliman dan permusuhan merupakan akibat dari dosa ini.

Sebagai umat beragama, kita harus menjauhi segala bentuk dosa sabu'iyyah. Kita harus belajar untuk mengendalikan emosi dan tidak terpancing untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Dengan menjauhi dosa sabu'iyyah, kita dapat menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis di tengah-tengah masyarakat.

4. Dosa bahimiyyah, atau dosa kebinatangan, merupakan dosa yang melibatkan ketamakan dan ambisi untuk memuaskan nafsu perut dan nafsu seksual. Dari dosa ini, timbul berbagai perilaku seperti zina, mencuri, menyalahgunakan harta anak yatim, pelit, pengecut, mengeluh, mengumpat, dan lain sebagainya. Dosa ini umumnya terjadi karena manusia cenderung lemah dalam melawan godaan dosa sabu'iyyah dan malakiyyah. Dosa bahimiyyah menjadi awal dari berbagai dosa lainnya, yang kemudian mengendalikan dan mengarahkan seseorang untuk melakukan dosa sabu'iyyah, syaithaniyah, bahkan hingga pada upaya menyekutukan Allah.

Jika seseorang merenungkan masalah ini dengan sungguh-sungguh, maka akan jelas baginya bahwa dosa adalah akar dari kesyirikan, kekufuran, dan usaha untuk menyekutukan sifat ketuhanan Allah. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menjauhi dosa bahimiyyah dan berusaha untuk memperbaiki diri agar tidak terjerumus pada dosa-dosa yang lebih berat. Dengan kesadaran akan pentingnya menjaga diri dari dosa, seseorang dapat memperkuat iman dan menghindari berbagai bentuk kemaksiatan yang dapat merusak hubungan dengan Sang Pencipta.

Al-Quran, Sunnah, dan ijmak para shahabat, tabi'in, dan para ulama telah menegaskan bahwa dosa dapat dibagi menjadi dua kategori utama: Dosa Besar dan Dosa Kecil.
Dosa besar adalah Dosa yang memiliki konsekuensi yang serius dan berdampak luas, sedangkan Dosa kecil adalah Dosa yang lebih ringan dan memiliki konsekuensi yang lebih terbatas.


Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ 4:31 dan QS. An-Najm 53:32;

اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا (٣١)

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” [QS. An-Nisa’ 4:31]

اَلَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ اِلَّا اللَّمَمَۙ اِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِۗ هُوَ اَعْلَمُ بِكُمْ اِذْ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاِذْ اَنْتُمْ اَجِنَّةٌ فِيْ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْۗ فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى ࣖ (٣٢)

“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” [QS. An-Najm 53:32]

Dalam sebuah hadis shahih, Nabi Shallallahu `Alaihi Wasallam bersabda, "Shalat yang lima waktu, Jum'at ke Jum'at, dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa yang dilakukan di sela-selanya, jika dosa-dosa besar dijauhi." [HR. Muslim]

Amal-amal penghapus dosa sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas terbagi kepada tiga tingkatan:

Pertama, amalan yang tidak mampu menghapus dosa kecil karena lemah dan kurangnya keikhlasan si pelaku dalam menjalankannya. Melakukan amal seperti ini ibarat obat bagi orang lemah yang tidak mampu melawan penyakit, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

Kedua, amalan yang mampu menghapus dosa-dosa kecil, namun tidak mampu menghilangkan dosa-dosa besar sedikit pun.

Ketiga, amalan yang mampu menghapus dosa-dosa kecil dan juga memiliki kekuatan untuk menghapus sebagian dosa-dosa besar. Renungkanlah masalah ini, karena ia sangat bermanfaat.

Dalam sebuah hadis shahih, Nabi Shallallahu `Alaihi Wasallam bersabda, "Maukah kalian aku beritahu dosa yang paling besar?" Para shahabat menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Menyekutukan Allah, mendurhakai orang tua, dan memberikan kesaksian palsu."

Dalam hadis shahih yang lain, beliau bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan (yaitu dosa-dosa besar)." Para shahabat berkata, "Apa itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan perang, menuduh (berzina) wanita baik-baik yang beriman.”

Dalam hadis shahih juga disebutkan bahwa suatu ketika, Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam ditanya tentang dosa apa yang paling besar di sisi Allah. Beliau menjawab, "(Dosa paling besar adalah bahwa) engkau membuat sekutu bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu." Si penanya berkata, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu." Si penanya kembali berkata, "Lalu apa lagi?" Beliau bersabda, "Engkau berzina dengan istri tetanggamu."

Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang menguatkan hal ini QS. Al-Furqan 25:68

وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ (٦٨)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),” [QS. Al-Furqan 25:68]

Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang jumlah dosa-dosa besar. Beberapa berpendapat bahwa dosa besar memiliki jumlah tertentu, sementara yang lain berpendapat sebaliknya. Di antara mereka yang meyakini adanya jumlah tertentu, terdapat perbedaan pendapat mengenai angkanya. Abdullah ibnu Mas'ud menyebutkan bahwa dosa besar berjumlah empat, Abdullah ibnu Umar menyebutkan tujuh, dan Abdullah ibnu Amru ibnul 'Ash menyebutkan sembilan. Selain itu, ada yang menyebutkan sebelas dosa besar, bahkan ada yang menyebutkan tujuh puluh.

Abu Thalib Al-Makki berkata, "Aku mengumpulkannya dari perkataan para shahabat, sehingga aku dapatkan bahwa dosa besar berjumlah empat di dalam hati, yaitu syirik, terus menerus melakukan maksiat, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari 'makar' (kehendak) Allah. Kemudian empat lainnya terdapat pada lisan, yaitu bersaksi palsu, menuduh berzina wanita yang baik dan terjaga, sumpah palsu, dan sihir. Lalu tiga yang lain ada di perut, yaitu meminum khamar, memakan harta anak yatim, dan memakan riba. Dua lagi ada di kemaluan, yaitu zina dan homoseksual. Dua Lagi terdapat di kedua tangan, yaitu membunuh dan mencuri. Satu lagi terdapat di kedua kaki, yaitu lari dari medan perang. Dan satu lagi terletak di seluruh tubuh, yaitu mendurhakai kedua orang tua."

Sedang para ulama yang tidak menetapkan jumlah tertentu bagi dosa-dosa besar juga terbagi kepada beberapa pendapat:

- Ada yang mengatakan bahwa semua perkara yang dilarang oleh Allah di dalam Al-Qur’an adalah dosa besar. Sedangkan perkara yang dilarang oleh Rasulullah adalah dosa kecil.
- Ada yang mengatakan bahwa perkara yang dilarang dan larangan itu disertai dengan ancaman yang keras berupa laknat, murka, atau hukuman adalah dosa besar. Sedangkan dosa yang tidak diikuti oleh ancaman-ancaman seperti itu adalah dosa kecil.
- Ada yang mengatakan bahwa setiap dosa yang dihukum dengan hukum hadd (hudud) di dunia dan ancaman berat di Akhirat adalah dosa besar, sedangkan dosa yang tidak mengandung resiko seperti itu adalah dosa kecil.
- Ada yang mengatakan bahwa setiap perkara yang disepakati keharamannya oleh seluruh agama adalah dosa besar, sedangkan perkara yang diharamkan oleh sebagian syariat saja adalah dosa kecil.
- Ada yang mengatakan bahwa setiap perkara yang pelakunya dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya adalah dosa besar.
- Ada yang mengatakan bahwa dosa besar adalah semua yang disebutkan Allah dari awal surat An-Nisa' sampai ayat (yang artinya): "Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)." [QS. An-Nisa': 31]

Sesungguhnya Allah SWT mengutus utusan-Nya, menurunkan kitab-kitab suci, serta menciptakan langit dan bumi adalah dengan tujuan agar Dia dikenal, disembah, dan diEsakan, sehingga ketundukan, ketaatan, dan seruan hanya tertuju kepada-Nya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦)

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."
[QS. Az-Zariyat 51:56].

وَمَا خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَاِنَّ السَّاعَةَ لَاٰتِيَةٌ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيْلَ (٨٥)

"Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." [QS. Al-Hijr 15:85].

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّۗ يَتَنَزَّلُ الْاَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ەۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ࣖ (١٢)

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." [QS. Ath-Thalaq 65:12].

جَعَلَ اللّٰهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيٰمًا لِّلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلَاۤىِٕدَ ۗذٰلِكَ لِتَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۙ وَاَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ (٩٧)

"Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." [QS. Al-Ma'idah 5:97]

Dalam agama dan kepercayaan tertentu, tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada Sang Pencipta dan menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran-Nya. Oleh karena itu, perilaku yang paling bertentangan dengan tujuan tersebut dianggap sebagai dosa yang paling besar.

Dosa tersebut dapat memiliki tingkatan yang berbeda, tergantung sejauh mana perilaku tersebut bertentangan dengan tujuan penciptaan. Semakin besar pertentangannya, semakin besar pula dosa yang dianggap terjadi. Sebaliknya, ketaatan yang sejalan dengan tujuan penciptaan dianggap sebagai kewajiban yang paling utama dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Prinsip dasar ini sebaiknya direnungkan dengan seksama dan dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan mengikuti prinsip ini, kita akan lebih mengenal Sang Hakim yang bijaksana dan Dzat yang mengetahui segala hal yang diwajibkan dan dilarang kepada para hamba-Nya. Kita juga akan memahami tingkatan-tingkatan ketaatan dan maksiat, sehingga dapat lebih memperbaiki perilaku dan menghindari dosa yang besar.

Dengan demikian, penting bagi setiap individu untuk selalu merenungkan tujuan penciptaan dan menjalani kehidupan dengan penuh ketaatan. Dengan melakukan hal ini, kita dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan meraih kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan akhirat. Semoga kita senantiasa diberikan petunjuk dan kekuatan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak-Nya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 7 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Lisantono