Investasi Sawit Dinilai Tak berikan Kesejahteraan Bagi Masyarakat Kalbar

 
Investasi Sawit Dinilai Tak berikan Kesejahteraan Bagi Masyarakat Kalbar

Pontianak - Laduni.id, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalbar, menggelar Uji Kompetensi Wartawan, yang dilangsungkan selama dua hari 11-12 Agustus 2018.

Satu diantara materi dalam uji kompetensi ini berkaitan dengan wawancara langsung yang menghadirkan narasumber dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura, Dr Rosyadi dengan tema investasi di Kalimantan Barat.

Dalam pemaparannya, Rosyadi menyampaikan investasi di Kalbar terbagi dalam dua golongan besar, perkebunan dan pertambangan.

"Sejauh ini untuk investasi di Kalbar terbagi dalam dua golongan, perkebunan dan petambangan," ucap Pakar Ekonomi Untan saat memberikan materi yang dilangsungkan di Aula S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untan, Sabtu (11/8/2018).

Investasi perkebunan ini dimulai sejak 1978 yang diprakarsai oleh perusahaan milik negara pada saat itu bernama PTPN-7 dan sekarang bertransformasi menjadi PTPN-13.

Awal mula hanya membuka lahan didua daerah, Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau dan Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak. Kala itu luas lahan yang dibuka hanya berkisar 255 hektar dan saat ini perkembangan sudah mencapai 1,5 juta hektar.

Kemudian sektor pertambangan mulai berkembang 15 tahun terakhir, bahkan sebuah perusahaan raksana milik China telah berinvestasi di Kabupaten Ketapang yaitu WHW dan banyak lagi lainnya seperti di Kecamatan Tayan Kabupaten Sanggau.

Menurut, Rosyadi meskipun 1,5 juta hektar lahan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan sudah terbuka menjadi kawasan pertambangan, tapi tak memberikan dampak dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalbar sendiri.

"Lihat saja kesejahteraan masyarakat Kalbar saat ini tidak ada perubahan, ini semua bukti investasi selama ini tak memberikan banyak dampak pada masyarakat kita," ujar Rosyadi.

Padahal investasi perkebunan dan tambang yang merupakan investasi berbasis sumber daya alam harus dilakukan hati-hati, apabila salah melangkah maka akan memberikan dampak kerugian yang sangat besar.

Kedepan menurut Rosyadi pemerintah Kalbar seharusnya sudah memikirkan bagaimana membawa investasi masuk yang berbasis pengolahan bahan baku ke bahan jadi, siap guna.

"Hilirisasi industri ini sangat perlu, apabila tidak berpikir kesana maka kerugian yang dialami Kalbar semakin besar," sebutnya.

Saat ini saja Kalbar mengalami kerugian akibat tak adanya antisipatif sejak dini sebagai daerah kawasan perkebunan dan pertambangan mencapai Rp2 triliun pertahun.

Kerugian itu datang dari dana bagi hasil pajak yang tidak masuk kas Kalbar, tapi malah masuk kedaerah lain seperti Medan dan Sumatra Selatan akibat pelabuhan ekspor berada disana.

"Saat ini Kalbar mengalami kerugian akibat tak bisa menyerap dana bagi hasil pajak ekspor mencapai Rp2 triliunan pertahun, padahal Kalbar merupakan satibdianta daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia termasuk bauksit," sebutnya.

Oleh karena itu, langkah pemerintah pusat membuat pelabuhan internasional di Kabupaten Mempawah dinilainya sangat tepat, pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan ekonomi khusus ini menelan dana Rp14 triliun namun akan memberikan dampak yang luar biasa bagi Kalbar.

Apabila pelabuhan ini rampung dan dioperasikan maka Kalbar akan memiliki pintu ekspor sendiri sehingga dana Rp2 triliun pertahun selama ini dapat diambil oleh Kalbar dan dana itu dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Kalbar terumatama membuka akses mobilitas masyarakat yang selama ini Kalbar sangat tertinggal dari infrastruktur. (Tribun Pontianak)