Akhlak Orang Saleh Itu Suka Mendamaikan

 
Akhlak Orang Saleh Itu Suka Mendamaikan
Sumber Gambar: Dokumentasi Istimewa, Iluatrasi: Laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta - Habib Ahmad Jindan mengatakan akhlak seorang muslim yang saleh dan bertakwa adalah suka mendamaikan antara kaum Muslimin satu sama lain. Yang didamaikan tersebut tidak pandang bulu baik itu pejabat, muslim maupun kafir. Menurut Habib Ahmad Jindan sikap tersebut dilakukan oleh orang-orang saleh pada masa lalu. Karena itu menurut beliau sikap permusuhan, selalu membuat gaduh itu bukan sikap dari seorang Muslim yang saleh. 

"Itu kerjaan mereka orang-orang saleh sebelum kita, tidak ada yang lain; (mereka) mendamaikan orang yang berselisih, bukan memprovokasi! Bikin ribut dan rusuh, bukan itu. Tidak peduli siapapun yang ada di hadapannya, mau penguasa, pemimpin, pejabat, orang tukang maksiat, Muslim ataupun kafir, tugasnya kaum shalihin dari dulu hingga sekarang itu mendamaikan setiap pihak," kata Habib Ahmad Jindan dalam salah satu ceramahnya.

Menurut beliau, semua orang pasti ingin hidup damai. Lebih lanjut dia mengatakan jika hanya orang gila yang mau memilih hidup rusuh dan tidak damai. Setiap agama lanjutnya, pasti mengajarkan hidup damai. 

"Saya mau bertanya, terlepas dari ini semua, kita ini enaknya hidup damai atau hidup ribut? (Hanya) orang gila yang lebih memilih hidup ribut dan rusuh dibanding hidup damai. Agama apa yang mengajak orang hidup ribut dibanding hidup damai? Agama yang macam bagaimana? Wallahi, hanya orang yang tidak punya akal yang menganut agama macam begini. Agama aneh yang lebih memilih keributan dan kerusuhan dibanding kedamaian. Dari mana itu? heran kita," imbuhnya 

Kemudian beliau menjelaskan setiap sejarah hidup Ulama pada jaman dulu seperti al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan para Wali Songo pastilah bertugas untuk mendamaikan orang atau pihak yang berselisih.

"Makanya kalau di Hadhramaut itu ada yang namanya ‘Munshib’, pemimpin/kepala suku dari suatu qabilah dari kaum Alawiyyin. Mereka sebagai pemimpin dari keluarga besar tersebut, mereka dengan keluarga besarnya itu mendamaikan ummat, mendamaikan penguasa, mendamaikan para pejabat, tidak memihak kepada siapapun, mereka hanya mendamaikan," imbuhnya 

Terkadang mereka keluarkan dari kantong pribadi mereka Milyaran hanya untuk mendamaikan dua orang. Karena mereka hanya mengharapkan ridha Allah Swt. Tidak ada yang lain-lain, tidak ada yang namanya provokasi dan kerusuhan. Wallahi mereka korbankan segalanya untuk mendamaikan. 

"Kecuali, datang setelah mereka kaum yang bernisbah kepada mereka, tidak tahu mengikuti jalan yang mana. Menyimpang dari ajaran Allah tapi mengatasnamakan ajaran Allah. Makanya kita bingung," tuturnya

Para Ulama di Indonesia seperti Habib Ali Kwitang, Habib Salim Jindan, Habib Ali bin Husein Alattas dan lain-lain. Menurutnya Para Ulama tersebut mendamaikan bahkan antara pribumi dengan penjajah Belanda demi untuk mencari kedamaian dan ketentraman. Bahkan mereka rela korbankan nama besar dan nama baiknya, mau dibilangin antek Belanda atau antek apa tidak urusan. Yang penting inilah ajaran Allah, membawa kedamaian dan mencari ketentraman, jangan sampai darah ditumpahkan.

"Habib Utsman Bin Yahya dibilang antek penjajah, bagian dari Belanda, padahal dia sebagai mufti di jaman penjajahan Belanda. Tapi inilah ajaran mereka, yang mereka cari Allah. Inilah yang kita warisi dari orang-orang tua kita, ishlah dzatal bain, mendamaikan orang. Jangan kita bikin ribut, rusuh dan memperkeruh permasalahan.Tidak ada orang yang sempurna. Tarik mereka dari kedzaliman. Bimbing mereka ke jalan Allah dengan penuh kasih sayang. Ini jalan yang ditempuh orang-orang tua kita. Tidak ada lagi jalan lain. Imam al-Haddad mengatakan: Tidak ada jalan setelah jalannya para nabi, para sahabat Nabi, keluarga Nabi, melainkan kesesatan. Terserah mau mengikuti yang mana."
 

Begitulah teladan orang-orang sholeh terdahulu yang tidak memiliki keinginan kecuali adalah Ridhonya Allah. Semoga kita semua selau diliputi kedamaian, dan mendapatkan pelajaran dari kesungguhan niat tulus para pendahulu kita. 
Wallahu A'lam.


Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian Habib Ahmad bin Novel Jindan. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini. Tulisan ini telah terbit pada tanggal 5 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

______

Editor: Athallah