Mahasiswa UGM Berhasil Buat Sepatu Khusus Penderita Kelumpuhan

 
Mahasiswa UGM Berhasil Buat Sepatu Khusus Penderita Kelumpuhan

 LADUNI.ID,Yogyakarta - Tiga mahasiswa Sekolah Vokasi UGM berhasil mengembangkan inovasi teknologi kesehatan. Inovasi itu berupa sepatu yang bisa mencegah kontraktur pergelangan kaki (angkle) pada penderita kelumpuhan.

Inovasi ini bahkan mampu menyabet 2 medali emas Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta (PKM-KC) pada Pekan Ilmah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang berlangsung pada 29 Agustus-1 September 2018 kemarin di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Mereka adalah Muhammad Fahmi Husaen (Komputer dan Sistem Informasi), Danar Aulia Hasan (Metrologi dan Instrumentasi), serta Widiyanto (Komputer dan Sistem Informasi).

Pengembangan alat yang dinamai Aveo (Achilles Physiotheraphy Orthosis) ini berawal dari pengalaman Fahmi yang menderita DMD (Duchenne Muscular Dystrophy). Penyakit itu menyebabkan penurunan fungsi otot sehingga mengalami kelumpuhan kaki.

Karena pergelangan kakinya tidak pernah difisioterapi, Fahmi pun mengalami kekakuan dan sulit untuk bergerak. Kondisi ini sering disebut dengan kontraktur angkle akibat kekakuan otot. Hal ini menginspirasi pria berusia 21 tahun ini untuk membuat sebuah alat yang dapat membantu mencegah terjadinya kontraktur angkle.

“Kami mengembangkan sepatu yang bisa memberikan gerakan otomatis seperti fisioterapi sehingga bisa mencegah kontraktur angkle,” jelasnya, saat jumpa pers di Ruang Fortakgama UGM, Jumat (7/9).

Ketiga Mahasiswa UGM itu dibawah bimbingan Budi Sumanto, mengembangkan sepatu Aveo sejak bulan April 2018 lalu. Sepatu ini dibuat dengan menggunakan motor servo sebagai penggerak utamanya  yang dihubungkan ke kontroler berbasis Arduino Nano. Alat ini dilengkapi pula dengan sensor Gyroscope dan Accelometer untuk memperkirakan pergerakan sendi apakah sudah maksimal ketika menggunakan mode otomatis.

“Sepatu ini bisa dikontrol menggunakan aplikasi pada smartphone andoid. Jadi, pengguna bisa mengatur derajat kemiringan dan kecepatannya. Bisa menggerakan angkle kaki 20 derajat ke atas dan 45 derajat ke arah bawah,” jelas Fahmi.

Sementara itu Mahasiswa yang lain, Danar menjelaskan sepatu Aveo terbagi menjadi dua bagian. Pertama, bagian yang menyangga kaki bawah dan betis. Kedua, bagian penyangga kaki.  Kedua bagian itu dibuat menggunakan plastik politetilen yang dihubungkan dengan engsel dari alumunium dan ke motor servo sebagai penggerak.

Sementara untuk sumber listrik menggunakan baterai dengan daya 7.4 Volt. Baterai dan kontroler ini ditempatkan pada bagian yang menyangga kaki bawah dan betis.

“Jika durasi fisioterapi yang umumnya dilakukan selama 30-60 menit, tetapi dengan sepatu Aveo fisioterapi bisa diperpendek menjadi 15-30 menit saja,” ungkapnya.

Sepatu Aveo tidak hanya membantu mencegah kontraktur angkle penderita kelumpuhan. Namun, juga membantu penderita melakukan fisioterapi secara mandiri.

Sementara Widiyanto menyebutkan saat ini mereka terus melakukan penyempurnaan alat seperti meningkatkan keamanan agar memenuhi standar peralatan medis. Selain itu, juga akan menambahkan sejumlah sensor salah satunya sensor untuk mendeteksi gerakan otot.

“Untuk pembuatan alat ini kemarin membutuhkan biaya sekitar Rp2 jutaan, namun jika nantinya bisa diproduksi massal harga produksi bisa ditekan hingga Rp1,5 juta,” katanya.