Hoax dan Dongeng Ramalan Aceh Dalam Kitab "Mandiyatul Badiyah"

 
Hoax dan Dongeng Ramalan Aceh Dalam Kitab

LADUNI. ID I KOLOM-  Mungkin menjelang Tahun Baru Hijriyah, beberapa hari ni kembali muncul di timeline tenang soal "Ramalan" yang katanya disebutkan dalam Kitab Ulama Besar Aceh Syaikh Abdurrauf bin Ali Assingkily (Syiah Kuala) yang berjudul "Mandiyatul Badiyah" .

Menurut Tgk. Haekal Afifa salah seorang penggiat sejarah Aceh menyebutkan bahwa sudah meneliti beberapa judul Kitab beliau. Tidak ada satupun diantara karya beliau bernama "Mandiyatul Badiyah".

Bahkan Tgk. Haekal Afifa sudah mewawancarai beberapa kolektor Naskah (Manuskrip) Aceh seperti Cek Midi (Tarmizi A Hamid), Masykur (Luengputu Manuskrip Aceh) dan Pakar Filologi (Candt. Doktor) di Jerman Tgk. Herman Syah, bahkan di Pustaka Tua Tanoh Abé sekalipun, atau 700 Judul Manuskrip Digital dalam koleksinya.

Tidak ada Kitab Syiah Kuala yang berjudul "Mandiyatul Badiyah" tersebut. Lembaran manuskrip yang diklaim sebagai bagian Kitab "Mandiyatul badiyah" dan bertebaran di internet saat ini adalah photo milik kolektor Tarmizi A Hamid. Dan itu adalah lembaran Kitab "Mirratul Thullab" Karya Agung Syiah Kuala yang membahas perkara Hakim dan Kepemimpinan dimasa Sulthanah Tajul Alam. Jadi, itu bukan kitab "Mandiyatul Badiyah".

Selanjutnya menurut "Sang Tiroisme " itu bahwa karya Syiah Kuala tidak lebih dari 22 Karya dalam berbagai bidang. Dalam fiqh ada kitab Mir'atul Tullab fi Taysir al Ma'rifatul Ahkam al Syari'iyyah lil Malik al Wahhab, Bayan al Arqan, Bidayat al Balighah, Majmu' Masail, Fatihah Syaikh Abdurrauf, Tanbih al 'Amil fi Tahqiq al Kalam al Nawafil, Wasiyyah.

Dalam bidang Tafsir ada kitab Tarjuman al Mustafid 9Tafsir al Baidhawi), Tafsir Melayu Pertama di dunia. Corak Kitab ini hampir sama dengan Tafsir al Jalalain Karya Syaikh Jalaluddin as Sayuthi dan Jalaluddin Al Mahalli. Dalam bidang hadist, ada kitab Syarah Arba'in An Nawawi dan Kitab Al Mawa'izh al Badi'ah, Kitab Akhlak dan kumpulan tentang Hadist Qudsi.

Sementara itu dalam bidang Tasawwuf, ada kitab Kifayatul Muhtajin ila Masyrab al Muwahhidin al Qa'ilin bi Wahdat al Wujud, Tanbih al Masyi al Mansub ila Thariq al Qusyayi, Umdatul Muhtajin ila Suluk Maslak al Mufradin, Sullam al Mustafidin, Bayan Aqmad al Masail wal al Shifat al Wajibab li Rabb al Ardh wa al Samawat, Bayan Tajalli, Daqa'iq al Huruf, Munyah al I'tiqad, Bayan al Itlaq, Risalah A'yan al Tsabitah, Risalah Mukhtasarah fi Bayan Syurut al Syaikh wa al Murid, Sya'ir Ma'rifah, Umdah al Ansab, Idah al Bayan fi Tahqiq Masail al Adyan, Ta'yid al Bayan Hasyiyah Idah al Bayan, Lubb al Kasyf wa al Bayan li Ma yarahi al Muhtadar bi al 'Iyan.

Namun satu-satunya nama Kitab beliau yang mendekati dengan nama "Mandiyatul Badiyah" hanya kitab hadist yang berjudul "Mawa'izh al Badi'ah". Kitab ini berisi sejumlah 50 nasihat penting dalam bidang akhlak. Zaman pemerintah Sultan Iskandar Shah yang memerintah Kerajaan Perak dari tahun 1918-1938, kitab ini diterbitkan kembali. Dan diterbitkan lagi Pada 10 Mei 1936, Dibawah Selian Wan Abdul Jalil bin Wan Hasan Orang Kaya Temenggung Paduka Raja, Perak. Di Malaysia, kitab ini bisa ditemukan dan sudah digabung dengan Kitab al Muhimmah, karya Syaikh Abdullah bin Abdul Rahim al Fathani. Salah satu ulama besar Thailand Selatan.

Kitab "Mawa'izh al Badi'ah" merupakan Kitab Hadist yang dipadu dengan pemahaman Tasawwuf, dan ia diperuntukkan orang awam agar lebih mudah dalam memahaminya. Kontennya lebih banyak berisi nasihat untuk setiap Muslim.

Jadi sekali lagi, bukan tentang Ramalan. Akhirnya setelah penantian panjang saya mengambil kesimpulan bahwa kitab "Mandiyatul Badiyah" tidak pernah ada. Dan, Ramalan tentang Aceh juga tidak bisa menjadi rujukan dalam sejarah. Bukan soal percaya dan tidak, atau soal benar (terbukti) dan salah. Tapi dalam perspektif sejarah menurutnya ini adalah sebuah Kebohongan yang "benar" (Hoax Hasanah) dan besar (Kabirah).

Terakhir putra kelahiran Panton Labu yang sempat mengecam pendidikan di Dayah Malikussaleh Panton Labu dan Dayah MUDI Mekar Al-Aziziyah Bekasi itu berharap, kita tidak lagi terjebak dengan dongeng-dongen sejarah yang tidak jelas sumber. Memang, persoalan ghaib sulit dibuktikan dengan sumber. Tapi kita juga diberikan akal untuk berpikir.

Persoalan kemudian yakin atau tidak, itu kembali kepada pribadi. Karena dalam Islam, yang wajib dipercaya dan diyakini hanya yang tersebut dalam Rukun Iman semata. Itupun, banyak pihak sudah membuktikannya secara akal. Afala Ta'qilun?

Sumber: Haekal Afifa, Peneliti Sejarah Aceh dan Tiroisme.

 

 

Tags