Mari Meraih Syafaat Rasulullah Saw #2

 
Mari Meraih Syafaat Rasulullah Saw #2

LADUNI. ID I KOLOM- Dalam manhaj ‘iktikad Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahwa dzat seorang makhluk tidak mempunyai pengaruh (ta’tsir), mampu mewujudkan sesuatu, menghilangkan, memberi manfaat dan memberi bahaya baik dzat Rasulallah, nabi-nabi, orang-orang shaleh dan lain-lain. Tetapi semua itu hanya Allah yang dapat memberi ta’sir (pengaruh).


Syekh Al-Baijuri menjelaskan syafaat Rasulullah SAW untuk meringankan siksa sejumlah orang kafir. Menurutnya, syafaat Rasulullah SAW ini dimaksudkan antara lain untuk pamannya, Abu Thalib:

ومنها شفاعته في تخفيف العذاب عن بعض الكافرين كعمه أبي طالب على القول بأن الله لم يحيه فآمن به صلى الله عليه وسلم وهو المشهور والذي يحب أهل البيت يقول بأن الله أحياه وآمن به صلى الله عليه وسلم والله قادر على كل شيء


Artinya, “Di antaranya adalah syafaat Rasulullah SAW dalam meringankan siksa dari sejumlah orang kafir seperti pamannya, Abu Thalib, yang menurut satu pendapat ulama, Allah tidak menghidupkannya kembali agar ia beriman. Ini pendapat masyhur. Sementara para pecinta ahlul bait berpendapat Allah menghidupkan kembali Abu Thalib, lalu ia beriman kepada Rasulullah. Allah kuasa atas segala sesuatu,” ( Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah,  23).

Bahkan salah seorang ulama panutan wahabi bernama Ibnu Taimiyah juga menguraikan tentang syafaat dan masihkah berpaling dari kebenaran? Ini sebagaimana diungkapkan dalam karyanya “Al-Kawakib Al Durriyah”, beliau berkata:” Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati seperti yang dianggap sebagian orang. Jelas shahih hadits riwayat sebagian sahabat bahwa telah diperintahkan kepada orang-orang yg punya hajat di masa Khalifah Utsman untuk bertawasul kepada nabi setelah beliau wafat (berdo'a dan bertawasul di sisi makam Rosulullah) kemudian mereka bertawasul kepada Rosulullah dan hajat mereka terkabul, demikian diriwayatkan al-Thabary".( Kitabnya Al-Kawakib Al Durriyah : II:6)


Penjelasan di atas di perkuat juga dengan firman Allah “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” – (QS Al- Baqarah (2): 154). 

Tidak diragukan bahwa kehidupan para nabi AS dan orang-orang pilihan yang mewarisi mereka lebih utuh dan lebih sempuma daripada kehidupan orang- orang yang mati syahid, karena mereka memiliki tingkatan yang lebih tinggi diban-ding orang-orang yang mati syahid. 

Hal ini di sebutkan dalam firman Allah SWT, “Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” – QS An-Nisa’ (4): 69.).

Selanjutnya juga telah di sebutkan olehRasulullah SAW pernah  dengan sabda,:“Para nabi hidup di kubur mereka, mereka shalat.” Disampaikan oleh Abu Ya’la dalam kitabnya, Al-Musnad (6:147), dari hadits Anas bin Malik RA. Pentahqiqnya mengatakan, “Isnadnya shahih.” 

Juga mungkin  mereka telah lupa bahwa Musa AS telah wafat pada waktu itu dan seluruh umat Muhammad SAW berada dalam keberkahannya sampai hari Kiamat. 

Penjelasan ini disebabkan telah mendapatkan  keringanan dari shalat lima puluh waktu menjadi shalat lima waktu dengan perantaraan Nabi Musa AS. Ini merupakan manfaat terbesar dan faedah teragung.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi