Rumoh Geudong #1: Menguak Misteri Kelam Pelanggaran HAM Masa DOM Aceh?

 
Rumoh Geudong #1: Menguak Misteri Kelam Pelanggaran HAM Masa DOM Aceh?

LADUNI.ID I KOLOM- Pidie salah satu daerah di Aceh yang terimbas konflik bersenjata baik pra Daerah Operasi Militer (DOM) maupun pascanya. Salah satu situs sejarah yang menyimpan nestapa yang tidak terlupakan dengan korban yang tidak sedikit. Tempat itu berada di Desa Bilie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Pidie,. Sebuah bangunan rumah tradisional Aceh itu telah menyimpan “dendam” yang kini telah dihapus dalam pandangan mata setelah di bakar massal. Walaupun berbentuk rumah adat Aceh, namun bangunan itu sangat angker kala itu dan popular di kalangan masyarakat Aceh dengan ungkapan “Rumoh Geudong”. Rumah itu terkenal di seantero Aceh setelah dijadikan sebagai Pos Sattis oleh pasukan Kopassus.

Keberadaan Rumah Geudong itu turut di jadikan sebagai kamp konsentrasi militer selama pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM). Di Rumoh Geudong itu, jejak-jejak kekerasan dan penganiayaan terhadap masyarakat sipil atau mereka yang dituding terlibat Gerakan Pengacau Keamanan (pemberontakan), terekam hebat. Sunnguh sangat sedikit  sekali tawanan yang dibawa ke sini tidak mengalami penyiksaan dan kekerasan. Mungkin anda yang sempat membacanya juga pernah merasakan?

Asal Usul “Rumoh Geudong”

Sosok rumah adat Aceh yang telah ternoda itu merupakan milik keturunan salah seorang bangsawan. Berdasarkan penelusuran beberapa sumber menyebutkan bahwa Rumoh Geudong terletak di desa Billie Aron, Kecamatan Geumpang Tiga, Pidie.

Konon menurut alkisah dari penuturan ahli waris Rumoh Geudong ini dibangun pada tahun 1818 oleh Ampon Raja Lamkuta, putra seorang Ulee Balang yang tinggal di Rumoh Raya sekitar 200 meter dari Rumoh Geudong. Pada masa penjajahan oleh Belanda, rumah tersebut sering digunakan sebagai tempat pengatur strategi perang yang diprakarsai oleh Raja Lamkuta bersama rekan-rekan perjuangannya.

Namun, Raja Lamkuta akhirnya tertembak dan syahid saat digelarkan aksi kepung yang dilakukan oleh tentara Marsose di Pulo Syahi, Keumala berkat adanya informasi yang didapat dari informan (cuak, dalam bahasa Aceh). Jasadnya Raja Lamkuta dikuburkan di pemakaman raja-raja di desa Aron yang tidak jauh dari Rumoh Geudong.

Juga disebutkan dari beberapa sumber bahwa tidak berhenti begitu saja perjuangan Raja Lamkuta, adiknya Teuku Cut Ahmad akhirnya mengambil alih lagi ketika baru berusia 15 tahun untuk memimpin perjuangan terhadap Belanda, namun beliau juga syahid ditembak oleh Belanda yang mengepung Rumoh Geudong.

Pada masa-masa berikutnya, Rumoh Geudong ditempati secara berturut-turut oleh Teuku Keujren Rahman, Teuku Keujren Husein dan Teuku Keujren Gade. Selanjutnya pada masa Jepang masuk dan menjajah Indonesia hingga merdeka, rumah tersebut ditempati oleh Teuku Raja Umar (keujren Umar) anak dari Teuku Keujren Husein.

Setelah teuku Raja Umar meninggal, rumah ini ditempati oleh anaknya Teuku Muhammad. Pengurusan Rumoh Geudong sekarang ini dipercayakan kepada Cut Maidawati anaknya dari Teuku A. Rahman mewarisi rumah tersebut berdasarkan musyawarah keluarga, dari ayahnya yang bernama Teuku Ahmad alias Ampon Muda yang merupakan anak teuku Keujren Gade.

****Helmi Abu Bakar El-Langkawi, dikutip dari berbagai sumber