Keteladanan Saidina Ali dan Imam Syafi’i

 
Keteladanan Saidina Ali dan Imam Syafi’i

LADUNI.ID-KOLOM- Salah satu fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan dan masyarakat seolah-olah menuntut ilmu manakala diuraikan sekitar permasalahan adab, menghormati  dan memuliakan guru,  sebagian masyarakat menyikapi persoalaan tersebut seolah itu menu  “khusus” didunia dayah (baca: belajar ilmu agama), padahal permasalahan demkian berlaku disemua jenjang, strata dan lembaga pendidikan serta tidak terkhusus dayah (pesantren, balee beut dan sejenisnya) saja.

Para penuntut ilmu yang mampu mengaplikasikan anjuran untuk menghormati dan memuliakan guru serta hal lain yang berkaitan dengannya baik di sekolah, dayah, perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan lainnya tentu saja keberkahan ilmu dan ridha Allah SWT akan menjemput mereka juga sebaliknya. Ada juga sebagian penunutut ilmu yang masih berasumsi yang layak di hormati itu hanya guru dayah (baca: guru pengajian agama)sedangkan guru sekolah atau dosen “boleh-boleh” saja tidak di hormati karena tidak “teumeurka” (durhaka).

Ini persepsi yang keliru dan harus di luruskan oleh muallim (guru) sehingga para penuntut ilmu tidak salah kaprah dan tidak wariskan kepada generasi selanjutnya. Esensi guru itu sama baik di lembaga sekolah, dayah maupun perguruan tinggi, kewajiban kita sebagai penuntut ilmu untuk menghormati sang muallim (guru).

Apabila kita telusuri bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh saidina Ali bin Abi Thalib RA yang pernah menyebutkan, "Siapa yang pernah mengajari saya satu huruf saja, maka saya siap menjadi budaknya." Jelaslah pelajaran yang dapat dipetik dari kisah tersebut, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang muallim, kita berkewajiban menghormati dan tidak boleh diremehkannya. Memperkuat argumen diatas, sangat indah apabila kita menyimak dan merenungkan sebuah kisah sosok ulama dan waliyullah yang juga merupakan perintis mazhab yang terbesar di dunia, beliau adalah Imam Syafi’I rahimalllahu ‘anhu.

Telah diceritakan dalam sebuah kisah di mana Imam Syafi’i pernah membuat suasana jamaah terkagum-kagum, beliau spontan saja mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Lantas yang melihatnya merasa heran dan akhirnya sahabat bertanya, "kenapa seorang imam besar rela mencium tangan seorang laki-laki tua? Seharusnya masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada sosok lelaki tua itu?" Imam Syafi’i menjawab, "Pada masa dulu saya pernah menanyakan kepada beliau, bagaimana mengetahui seekor anjing berusia baligh?

Lantas orang tua tersebut menjawab, "apabila engkau melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, menandakan dia telah baligh”. Dua kisah diatas menunjukkan sikap menghormati dan menghargai ilmu dan ahlinya siapapun dia.

Helmi Abu Bakar El-langkawi penggiat lietrasi asal Aceh