Kulit Pepaya Jadi Batu Baterai, Apa Bisa?

 
Kulit Pepaya Jadi Batu Baterai, Apa Bisa?

LADUNI.ID, Jakarta - Tim KIR SMA Muhamadiyah 1 Babat patut di acungi jempol pasalnya dengan kreativitasnya bisa mengubah bahan yang selama ini dikalangan masyarakat tidak bernilai bahkan hanya menjadi sampah ditangan para remaja ini bisa bernilai dan menjadi energi alternatif, karya ini berhasil mendapat peringkat 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional yang digelar di Institut Pertanian Bogor baru-baru ini.

Tim yang beranggotakan Alfina Umi Maghfiroh (kelas XII IPA2), Dewi Satta (kelas XII IPA-3) dan Novita Febrianti (kelas XII IPA-1), bisa mengubah kulit pepaya yang lebih sering dibuang atau menjadi limbah itu dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik berupa baterai.

"Ide memanfaatkan kulit buah pepaya menjadi sumber energi berawal dari banyaknya limbah kulit pepaya di pasar yang kami nilai kurang termanfaatkan dengan baik dan menjadi limbah," kata salah satu anggota tim, Dewi kepada detikcom, Rabu (26/9/2018).

Pepaya adalah salah satu buah yang tak hanya segar, tetapi juga menyehatkan. Namun di balik itu, ternyata pepaya juga bisa dimanfaatkan menjadi energi listrik

Dewi kemudian menjelaskan, untuk bisa diubah menjadi sumber tenaga listrik, kulit-kulit pepaya dihaluskan hingga menyerupai bubur lalu dimasukkan ke dalam wadah aluminium dengan tinggi 50 mm dan lebar 102 mm. Mereka juga menambahkan tembaga ke dalamnya.

Namun untuk sementara, mereka memang sengaja menggunakan baterai bekas sebagai wadah ini. "Jadi bentuk wadahnya mirip seperti baterai. Bubur kulit pepaya ini juga berfungsi sebagai pengganti bubuk karbon pada baterai yang selama ini diketahui berbahaya bagi lingkungan," terangnya.

Pelajar di Lamongan Bikin Baterai dari Kulit Pepaya, Kok Bisa?

Menurut Dewi, seperempat kilogram kulit pepaya sudah dapat menghasilkan 5 baterai.

Baterai-baterai ini kemudian diujicobakan kepada sejumlah benda elektronik seperti jam beker, jam digital, kalkulator dan lampu LED. "Kalau ujicoba untuk menyalakan beberapa benda tadi lumayan lama, bisa sekitar 2 jam," ungkapnya.

Dijelaskan Dewi, dari hasil penelitian mereka belakangan diketahui bahwa kulit pepaya mengandung asam berupa elektrolit sehingga mampu menghasilkan listrik. Hanya saja baterai ciptaan mereka mempunyai kelebihan, yaitu tanpa mengandung bahan kimia yang ramah bagi lingkungan.

Dewi mengaku butuh waktu tiga bulan untuk menyelesaikan karya ilmiah mereka. "Untuk dapat menyelesaikan karya ini, kami bertiga membutuhkan waktu penelitian selama kurang lebih 3 bulan dan kami tidak menemui banyak kesulitan karena banyaknya bahan yang tersedia," paparnya.

Biaya yang dihabiskan untuk membuat baterai ini juga tak banyak, hanya berkisar Rp 43.500 untuk setiap baterainya.

Perjuangan Dewi dan kedua rekannya berbuah manis. Karya ilmiah mereka berhasil meraih peringkat 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional yang digelar di Institut Pertanian Bogor baru-baru ini.

"Kami berharap, ke depan kami bisa membuat karya yang lebih baik lagi untuk sekolah kita SMA Muhammadiyah 1 Babat, dan juga untuk diri kami pribadi. Sesuai motto sekolah kami yaitu hobi berkarya, tradisi juara, raih pahala," harapnya.

Sementara itu, pembina KIR SMA Muhammadiyah 1 Babat, Emzita Taufiq berharap produk inovasi yang dibuat siswanya tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk baterai yang bisa diproduksi secara massal sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.

"Kami masih berupaya untuk menemukan bentuk wadah yang pas agar baterainya ini bisa diproduksi secara massal," ujarnya.

 

 

 

Tags