Peran Santri sebagai Sosok Intelektual Sarungan

 
Peran Santri sebagai Sosok Intelektual Sarungan
Sumber Gambar: tebuireng.online, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Saat berjuang merebut kemerdekaan, santri dengan komando sang guru, para ulama, semuanya berada di garda terdepan dalam melawan penjajahan.

Tidak sedikit korban nyawa dari para ulama dan para santri yang identik sebagai "kaum sarungan". Perlawanan yang tiada lelah itu ada bukti kesetiaan dan cintah tanah air yang tidak bisa diragukan oleh siapapun. 

Setelah kemerdekaan dapat dinikmati, elemen santri di bawah didikan dayah atau pesantren dituntut harus mampu mengoptimalkan dirinya dalam mengisi kemerdekaan, walaupun pemerintah belum sepenuhnya menaruh perhatian, atau dengan kata lain masih memandang "sebelah mata".

Dalam hal ini yang dimaksud adalah perhatian terkait keberadaan dan kesejahteraan santri di dalam dayah/pesantren serta elemennya, tidak lebih dipandang seutuhnya dibandingkan dengan pendidikan formal seperti universitas, sekolah dan lainnya.

Memang demikianlah kenyataanya. Meski belakangan muncul suara-suara dari parlemen yang menggaungkan agar perhatian pemerintah lebih baik lagi kepada dayah dan pesantren. Faktanya, sampai saat ini masih sebagaimana adanya, berdiri secara mandiri dan tetap setia kepada Indonesia. Sosok santri tidak boleh “cengeng” saat tidak "dihiraukan” oleh pemerintah seperti lembaga lainnya.  

Seyogyanya, harus diakui bahwa sosok santri itu merupakan bagian dari faktor utama pendidikan Islam yang sangat mewarnai perjalanan Indonesia dalam meningkatkan nilai-nilai keagamaan dan kemaslahatab di tengah masyarakat.

Pendidikan yang khas diperoleh dari dayah atau pesantren itu mempunyai nilai strategis dalam mewujudkan program-program pemerintah. Kenyataan ini tidak bisa ditepis dengan alasan apapun. Para santri itu terjun secara langsung dan membersamai masyarakat dalam membangun kehidupan yang bermaslahat. 

Kalau dilihat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, santri menjadi salah satu bagian penting dalam perjuangan bangsa melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tidak ada kata menyerah dalam merebut kemerdekaan meski taruhannya adalah nyawa sekalipun, apalagi jika perintah dalam perjuangan itu disampaikan langsung oleh para guru, para kyai, para ulama.

Banyak dayah atau pesantren menjadi pos-pos pejuang dalam menyusun strategi dalam penyerangan melawan penjajahan Belanda. Bahkan beberapa di antaranya menjadi balai pengobatan bagi yang terluka.

Lalu, dalam konteks saat ini, gempuran media informasi yang tak bisa terkontrol seiring dengan kemajuan teknologi menuntut para santri untuk terus bergerilya dengan sekuat tenaga dan selalu berhati-hati dalam segala aspek kehidupan untuk menjaga diri dari berbagai pengaruh negatif yang sedang dan mungkin akan terjadi secara massif di dalam kehidupan sehari-hari. 

Perlu dipahami dan disadari seutuhnya, bahwa para santri itu merupakan sosok sesungguhnya yang mendapat mandat sebagai "the leader of tomorrow" pemimpin masa depan yang pastinya akan terus berjuang atau “berjihad” dalam mengisi kemerdekaan untuk kemaslahatan umat.

Perjuangan yang telah sampai di tangga kemerdekaan oleh para pendahulu, tidak boleh dilepas dan biarkan tanpa kontribusi dan peran serta santri di dalamnya.

Sekali lagi, para santri adalah pemegang tongkat estafet masyarakat yang harus sangat berperan dalam “berjihad” di era globalisasi saat ini. Dalam kesehariannya, harus terus mengisi dan mempertahankan kemerdekaan dan menyampaikan berbagai kemaslahatan bangsa ini baik dalam dimensi jihad sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, agama maupun lainnya demi kehidupan yang lebih makmur dan sejahtera.

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa genderang perjuangan generasi muda para santri sekarang ini tentu lebih besar tantangan dan rintangannya dibandingkan para pendahulu. Sebab santri di era globalisasi ini bukanlah berjuang dengan senjata senapan atau bambu runcing, atau senjata lainnya yang berupa fisik, melainkan sekarang harus mengerahkan tenaga dalam sumbangsih pemikiran, keilmuan, teknologi dan berbagai hal modern yang menjawab tantangan zaman.

Demikian itu tidak lain adalah implementasi dari sebuah nasihat yang mengatakan bahwa 'alal 'Aqil an yakuna 'Arifan bi Rabbihi wa 'Aliman bi Zamanihi wa Mustaqbilan bi Sya'nihi, artinya bahwa sebagai seseorang yang berakal itu harus mengenal Tuhannya, memahami keadaan zaman, dan mempunyai pandangan ke depan. Semua itu ada di dalam prinsip setiap santri yang tidak lain adalah sosok intelektual sarungan. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 04 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi (Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Samalanga Aceh)

Editor: Hakim