Bersin Ketika Shalat, Bolehkah Ucap Hamdalah?

 
Bersin Ketika Shalat, Bolehkah Ucap Hamdalah?

Diantara ajaran Islam adalah bacaan hamdalah yaitu ucapan alhamdulillah saat bersin. Hal ini menunjukkan bahwa bisa bersin adalah sebuah nikmat yang harus disyukuri. Sungguh menderita orang yang hendak bersin ternyata tidak jadi bersin. Jika ada seorang muslim yang bersin dan mengucapkan hamdallah dengan suara yang cukup jelas sehingga kita bisa mendengarnya kita dituntunkan untuk mendoakannya. Mendoakan orang yang bersin disebut dengan tasymit.

Bersin adalah keluarnya udara semiotonom yang terjadi dengan keras lewat hidung dan mulut. Udara ini dapat mencapai kecepatan 70 m/detik atau setara dengan 250 km/jam. Bersin merupakan nikmat yang diberikan Allah subhânahu wa ta’âlâ yang diberikan kepada manusia. Bisa jadi kita akan bersin secara tiba-tiba baik di dalam waktu menjalankan ibadah shalat maupun di luar shalat. 

Sebagaimana kita ketahui, orang yang sedang melaksanakan shalat (mushalli) tidak boleh berkata apa pun selain kalimat yang berkaitan dengan shalat. Berkomunikasi dengan orang lain di dalam shalat walaupun hanya dengan mengucapkan satu huruf saja namun sudah bisa memberikan pemahaman kepada orang lain, bisa membatalkan shalat. 

Contoh, ada orang yang bertanya tertang satu hal kepada orang yang sedang menjalankan shalat, kemudian mushalli menjawabnya dengan jawaban “ya”. Walaupun kata “ya” hanya terdiri dari satu suku kata, namun karena sudah bisa memahamkan orang lain, bisa membatalkan shalat. 

Atau saat melaksanakan shalat, mushalli mengatakan dua suku kata, walaupun dua suku kata tersebut tidak bisa memahamkan kepada orang lain, ini juga membatalkan shalat. 

Lalu, bagaimana hukum membaca “Alhamdulillah” saat bersin namun masih dalam keadaan shalat?

Di dalam shalat tidak boleh mengatakan apa pun kecuali hal yang berkaitan dengan shalat seperti bacaan Al-Qur’an, dzikir, begitu pula doa-doa. Ada syarat penting yang perlu dipenuhi, yakni bacaan-bacaan tersebut harus menggunakan bahasa Arab. Selain bahasa Arab, membatalkan shalat. 

Di antara adab bersin adalah membaca hamdalah setelahnya sebagaimana petunjuk hadits Rasulullah ﷺ sebagai berikut:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: الحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَلْيَقُلْ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Artinya: “Jika salah satu di antara kalian bersin, hendaknya membaca ‘Alhamdulillâh’. Saudara atau temannya (yang mendengar) hendaknya membaca ‘Yarhamukallâh’. Kemudian apabila orang yang bersin tadi mendengar jawaban ‘Yarhamullâh’, maka hendaknya ia kembali mendoakan dengan doa ‘Yahdîkumullâh, wa yushlihu bâlakum’.” (HR Bukhari: 6224) 

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa membaca hamdalah adalah dzikir yang disunnahkan. Dengan demikian, dzikir hamdalah setelah bersin tidak membatalkan shalat sebab dzikir tidak membatalkan shalat. Sabda Rasulullah ﷺ: 

إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هِيَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَالتَّهْلِيلُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ

Artinya: Sesungguhnya shalat ini tidak patut di dalamnya pembicaraan dari obrolan sesama manusia. Namun yang patut dalam shalat adalah bacaan tasbih, takbir, tahlil dan membaca al-Qur’an. (Musnad Ibnu Abi Syaibah [Dârul Wathan, Riyadh: 1997], juz 2, halaman 327)

Imam Nawawi, dalam karyanya At-Tibyân fî Âdâbi Hamalatil Qur’an menegaskan sebagai berikut: 

وأما اذا عطس في حال القراءة فانه يستحب ان يقول الحمد لله وكذا لو كان في الصلاة

Artinya: “Adapun jika ada orang yang bersin saat membaca Al-Qur’an, hukumnya disunnahkan membaca ‘Alhamdulillah’. Demikian pula saat shalat.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi, At-Tibyân fî Âdâbi Hamalatil Qur’an, [Dâr Ibnu Hazm, Beirut, 1994] halaman 125) 

Senada dengan mebaca hamdalah karena bersin, begitu pula menjawab orang yang membaca hamdalah tersebut dengan mendoakannya ‘Yarhamukallâh’.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ قَالَ: ثنا عَبْدَةُ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ غَالِبٍ أَبِي الْهُذَيْلِ، قَالَ: سُئِلَ إِبْرَاهِيمُ عَنْ رَجُلٍ عَطَسَ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ لَهُ آخَرُ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: «إِنَّمَا قَالَ مَعْرُوفًا وَلَيْسَ عَلَيْهِ إِعَادَةٌ»

Artinya: “Syekh Ibrahim pernah ditanyakan tentang seorang lelaki yang bersin di dalam shalat. Kemudian ada orang lain yang sama-sama shalat menjawab ‘Yarhamukallâh’, Ibrahim menjawab ‘Itu adalah hal yang baik. Orang yang menjawabnya tidak perlu mengulang shalatnya.” (Abu Bakar bin Abi Syaibah, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah [Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, 1409 H], juz 2, halaman 192). 

Dengan demikian dapat kita simpulkan, semua perkataan di luar bahasa Arab bisa membatalkan shalat. Jika menggunakan bahasa Arab, status hukumnya relatif. Apabila cuma satu suku kata atau satu huruf namun memberikan makna yang memahamkan, baik sengaja atau tidak, membatalkan shalat. Jika ucapan berbahasa Arab itu hanya satu suku kata saja dan tanpa sengaja, maka tidak membatalkan shalat. 

Adapun jika memakai bahasa Arab yang tersusun dari dua suku kata ke atas, baik sengaja atau tidak, hal ini akan membatalkan shalat kecuali bahasa Arab tersebut merupakan dzikir-dzikir atau bacaan Al-Qur’an. Dan yang termasuk dzikir adalah membaca hamdalah dan menjawabnya bagi orang yang sedang bersin. Wallahu a’lam.

 

 

Sumber: https://www.nu.or.id