Zuhairi Misrawi: Kasus Khashoggi Mengisolasi Arab Saudi

 
Zuhairi Misrawi: Kasus Khashoggi Mengisolasi Arab Saudi

LADUNI.ID - Hasil investigasi Turki perihal kematian Jamal Khashoggi semakin mempersulit posisi Arab Saudi di pentas dunia. Beberapa indikator dan alat bukti yang dimiliki Turki semakin mengukuhkan keterlibatan Muhammad bin Salman (MBS) dalam kematian jurnalis senior Arab Saudi tersebut. 

Turki juga mempunyai rekaman dan video pembunuhan Khashoggi yang berlangsung 7 menit. Sejumlah media lokal dan internasional sudah mendapatkan rekaman dan video tersebut. New York Times, harian terkemuka di Amerika Serikat menulis secara rinci perihal proses pembunuhan Khashoggi yang dilakukan oleh orang dekat MBS, Maher Muthrib. Saat ini Turki sedang mencari jasad almarhum Khashoggi yang konon dipotong-potong dan diduga dibawa ke rumah dinas konsulat jenderal di Istanbul.

Hasil temuan Turki tersebut mempunyai dampak yang serius terhadap kredibilitas MBS yang digadang-gadang akan menjadi orang nomor satu di Arab Saudi. Kematian Khashoggi semakin membuka mata dunia, bahwa MBS bukanlah sosok yang patut dipercaya bagi masa depan Arab Saudi. 

Selama ini MBS dikenal sebagai sosok yang dapat memberikan harapan bagi dunia, karena ditengarai akan membawa Arab Saudi ke era baru yang modern dan moderat. Perempuan diperbolehkan mengemudikan mobil, berbisnis, dan menjadi tentara. Bioskop dan konser musik diperkenankan untuk pertama kalinya. 

Namun, tewasnya Khashoggi membuyarkan semua pujian terhadap MBS. Hasil investigasi Turki membuka tirai dan kabut yang menyelimuti MBS dan Arab Saudi. Kasus Khashoggi dapat membuktikan bahwa MBS tidak menginginkan adanya suara-suara kritis di Arab Saudi. Siapapun yang menentang kebijakannya dapat berakhir di balik jeruji penjara tanpa proses pengadilan yang terbuka, bahkan nyawanya bisa melayang seperti yang dialami oleh Khashoggi.

Lebih dari itu, tewasnya Khashoggi ini dapat mengisolasi Arab Saudi di pentas internasional. Tekanan yang kuat datang dari Amerika Serikat. Kubu Demokrat dan kubu Republik mempunyai pandangan yang sama, bahwa sikap yang dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Khashoggi merupakan tindakan yang tidak bisa ditolerir dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Lebih-lebih Khashoggi tercatat sebagai permanent resident dan kolomnis di salah satu harian terkemuka, The Washington Post

Dua kekuatan politik terbesar di AS tersebut sepakat Arab Saudi sudah melakukan tindakan yang biadab, dan karenanya tidak bisa lagi dijadikan mitra strategis oleh AS. Yang tersisa saat ini hanya dukungan dari Donald Trump yang masih memberikan ruang kepada Arab Saudi karena ada kesepakatan bisnis senjata yang totalnya mencapai 110 miliar dolar AS dan mengangggap Arab Saudi sebagai mitra strategis dalam melawan terorisme. 

Editorial The Washington Post memberikan tiga argumen kenapa AS tidak membutuhkan Arab Saudi. Pertama, AS saat ini tidak mempunyai ketergantungan pada minyak Arab Saudi setelah ditemukannya energi baru. AS semakin independen dalam hal energi.

Pada 2017 lalu, impor minyak AS dari Arab Saudi hanya 960.000 barel per hari. Padahal ekspor minyak AS ke luar perhari mencapai 6 juta lebih barel per hari. Jadi, jika AS memboikot minyak Arab Saudi, maka akan menjadi tekanan yang serius bagi negara tersebut.

Kedua, jika AS menyetop penjualan senjata bagi Arab Saudi akan menjadi pukulan telak karena seluruh cadangan persenjataan Arab Saudi tidak diproduksi oleh negara lain, termasuk Rusia. Jika AS menyetop penjualan persenjataan kepada Arab Saudi, maka akan secara otomatis menghentikan perang terhadap Yaman.

Ketiga, AS sebagai mitra strategis untuk menumpas teroris hanyalah mitos. Faktanya Arab Saudi justru sebagai sumber para teroris, karena ideologi yang dianut Arab Saudi identik dengan ekstremisme. Jadi, sikap mengisolasi Arab Saudi lebih mudah untuk menumpas ekstremis, bukan sebaliknya.

Maka dari itu, publik AS memandang pilihan untuk mengisolasi Arab Saudi bukan hal yang sulit. Donald Trump harus lebih realistis dan rasional, karena tewasnya Khashoggi dapat dijadikan sebagai momentum untuk melakukan reformasi secara total terhadap Arab Saudi. 

Negara kaya minyak itu tidak lagi berhak mendapatkan keistimewaan dari negara-negara besar seperti AS, karena tindakannya melakukan pembunuhan terhadap jurnalis secara brutal dan sadis sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Nalar kita tidak cukup dapat memaklumi sebuah rezim melakukan pembunuhan terhadap warganya sendiri di dalam kantor yang semestinya memberikan pelayanan terhadap warganya. Apalagi pembunuhan tersebut dilakukan secara sadis, biadab, dan brutal di zaman yang sangat menghargai hak asasi manusia.

Maka dari itu, negara-negara Eropa lainnya mulai bersuara keras terhadap Arab Saudi, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris. Mereka memandang kasus Khashoggi merupakan sebuah pelanggaran berat yang tidak bisa diterima akal sehat, dan karenanya perlu mendapatkan perhatian serius dari dunia internasional.

Thomas L Friedman yang selama ini memberikan dukungan penuh kepada MBS dalam hal reformasi Arab Saudi menulis di New York Times, bahwa ia sudah tidak bisa lagi mempercayai MBS. Intinya, ada masalah serius di dalam Arab Saudi yang harus dipecahkan.

Semua itu tergantung pada ketegasan dan keberanian Donald Trump. Sebagian besar publik AS sekarang memandang saat yang tepat untuk mengisolasi dan memberikan sanksi yang keras terhadap Arab Saudi. Salah satunya dengan menarik Kedubes AS dari Riyadh sebagai tekanan terhadap Arab Saudi. Saatnya Arab Saudi melakukan introspeksi dan reformasi dari dalam, sehingga kasus yang menimpa Khashoggi tidak terulang kembali.

Pada akhirnya, kematian Khashoggi dapat menjadi bola liar sekaligus jamu yang sangat baik bagi Arab Saudi. Jika tidak melakukan perubahan yang serius, maka Arab Saudi akan semakin terisolir di masa-masa yang akan datang. Dan, pada akhirnya akan menjadi peringatan bagi Dinasti Saud.

Zuhairi Misrawi intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Sumber: detik