Ketika Sayyidina Utsman bin Affan Dituntut Mundur, Inilah Aksi Demo Pertama dalam Sejarah

 
Ketika Sayyidina Utsman bin Affan Dituntut Mundur, Inilah Aksi Demo Pertama dalam Sejarah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tahukah anda bagaimanakah sejarah demo itu dan siapakah orang yang pertama kali berdemo di dalam Islam?

Dalam sejarah Islam, aksi demonstrasi pertama kali tercatat dilakukan oleh kelompok pemberontak yang berupaya untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, yakni khilafah di bawah kepemimpinan Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan r.a.

Sementara dalang utama di balik peristiwa demo tersebut diduga merupakan seorang individu Yahudi yang licik, yang telah lama meracuni kalangan umat Islam dengan propaganda kebencian.

Para pendemo menuntut Amirul Mukminin Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan untuk mengundurkan diri dari jabatannya; jika tidak mau, mereka mengancam akan membunuhnya. Aksi para pendemo dimulai dengan mengepung rumah Sayyidina Utsman bin Affan r.a. dan memberikan ultimatum tegas: mundur atau mati.

Menyikapi fitnah yang dilancarkan oleh para pendemo, Sayyidina Utsman bin Affan r.a teguh pada pendiriannya untuk tidak menggugurkan kekhalifahannya. Beliau mengingat pesan Rasulullah SAW yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa suatu saat akan datang fitnah yang menimpanya.

Dalam menghadapi fitnah tersebut, Rasulullah SAW telah memberikan wasiat agar beliau tetap berpegang pada posisinya dan bersabar. Meskipun beliau memiliki kekuatan untuk menghancurkan para pemberontak tersebut, Sayyidina Utsman bin Affan menolak tawaran bantuan dari para sahabat Nabi SAW yang sudah bersiap untuk menumpas mereka.

Beliau tidak ingin menjadi orang pertama yang menumpahkan darah di antara umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW. Sebagai gantinya, Sayyidina Utsman bin Affan kembali mengingatkan dirinya akan pentingnya bersabar menghadapi cobaan ini, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Beliau sadar akan nasib yang telah diprediksi oleh Rasulullah SAW, bahwa suatu saat beliau akan menjadi korban pembunuhan.

Seolah tidak ingin menyerah, para pendemo terus menerus melakukan pengepungan yang berlangsung hingga 40 hari. Sementara itu, Sayyidina Utsman tetap sabar dan teguh pada prinsipnya untuk tidak bertindak balas dan tidak menggugurkan jabatannya. Keputusan ini diambil semata-mata sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Kekasih, Rasulullah SAW, dan bukan karena rasa takut terhadap para pemberontak yang menentangnya.

Pada suatu hari, menjelang akhir periode pengepungan, Sayyidina Utsman bin Affan memutuskan untuk membuka pintu rumahnya dan membiarkannya terbuka. Dengan tenang, beliau duduk dan mengambil Mushaf Al-Quran, memperdalam hubungannya dengan kitab suci tersebut.

Para pendemo yang mengintai melalui celah-celah pintu rumah melihat Sayyidina Utsman yang sedang tenggelam dalam bacaan Al-Quran. Mereka melihat kesempatan emas untuk masuk, dan tanpa ragu mereka menyerbu masuk ke dalam rumah, menyudahi hidup Sayyidina Utsman dalam serangan yang mematikan.

Sayyidina Utsman bin Affan menghembuskan napas terakhirnya sebagai syuhada di tangan kaum pemberontak yang melancarkan serangan mematikan. Pada saat itu, beliau tengah menjalankan ibadah puasa dan mendalami ayat-ayat mulia Al-Quran. Sang istri yang menyaksikan peristiwa tragis tersebut segera berusaha melindungi suaminya, namun jari-jemarinya pun terluka dan terpotong oleh tangan para penyerang.

Di antara serpihan kejadian yang memilukan ini, kita hanya bisa berdoa kepada Allah, memohon keberkahan atas Sayyidina Utsman, yang diangkat sebagai Dzun Nurrain (pemilik dua cahaya), sebuah gelar yang menggambarkan keistimewaan beliau sebagai menantu Rasulullah SAW dan sebagai Khalifah Islam yang mulia.

Ibn Abbas r.a. menceritakan, "Saya duduk di samping Rasulullah SAW ketika Utsman bin Affan r.a. datang, Rasulullah SAW kemudian berkata kepadanya, “Wahai Utsman, suatu saat engkau akan dibunuh sedang engkau sedang membaca surat Al-Baqarah, dan darahmu akan menciprat pada ayat "Fasayakfiikahum Allahu wahuwas sami'ul alim" (yang artinya: Maka Allah akan mencukupkanmu [dengan pertolongan-Nya] dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui').

Engkau akan diangkat sebagai pemimpin di hari kiamat, dan penduduk dari Barat dan Timur akan cemburu padamu. Engkau juga akan memberikan syafaat sebanyak rakyat Rabi'ah dan Mudharr (dua suku Arab yang jumlahnya besar).'"

Dalam kisah yang diceritakan Ibn Abbas ini, Rasulullah SAW memberikan ramalan mengenai nasib Sayyidina Utsman di masa depan.

Kini, fenomena aksi demonstrasi yang mengatasnamakan Islam terus berlangsung hingga saat ini. Tampaknya setiap kali ada masalah, umat Islam cenderung menggelar demonstrasi. Apapun persoalannya, seringkali diungkapkan melalui aksi demonstrasi.

Mulai dari ketidakpuasan terhadap pihak lain hingga tuntutan tertentu, semuanya diungkapkan melalui demo. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika demo dilakukan sambil membawa Mushaf Al-Quran, seperti yang sering terlihat pada kelompok Salafi di Mesir.

Al-Quran, sebagai wahyu suci yang diturunkan untuk memberi petunjuk bagi umat manusia yang bertaqwa, seharusnya tidak dijadikan sebagai alat untuk demonstrasi. Al-Quran seharusnya dibaca, dipelajari, diselami maknanya, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menggunakan Mushaf Al-Quran sebagai tameng dalam demonstrasi justru merupakan penyimpangan dari esensi ajaran Islam. Apakah membawa Mushaf Al-Quran atau simbol-simbol Islam dalam aksi demonstrasi menjadikan demo tersebut Islami? Tidak, sama sekali tidak. Sebaliknya, hal ini justru menodai kesucian ajaran Islam.

Kita harus ingat tragedi masa lalu ketika Sayyidina Utsman bin Affan dibunuh saat sedang membaca Al-Quran oleh para penyerang. Kini, kita melihat fenomena yang ironis, di mana golongan Salafi menggelar demonstrasi sambil membawa Al-Quran, sebagai suatu ciri khas yang seolah-olah mempertontonkan ketulusan dan keislaman mereka, namun sebenarnya melupakan esensi dari pesan yang terkandung dalam al-Quran itu sendiri.

Perlu diingat, Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan atau mencontohkan umatnya untuk melakukan demonstrasi. Tidak ada catatan sejarah yang menyatakan bahwa para Sahabat Nabi SAW pernah melakukan aksi demonstrasi. Sebaliknya, contoh yang jelas terlihat dalam kehidupan Sayyidina Utsman bin Affan, di mana beliau memilih surga bersama Rasulullah SAW daripada menanggapi para pendemo.

Fenomena aksi demonstrasi pertama kali diajarkan oleh kelompok pemberontak yang memiliki agenda tersembunyi, yang bahkan dipimpin oleh seorang individu Yahudi yang licik. Pertanyaannya adalah, apakah umat Islam akan mengikuti jejak kelompok pemberontak dan pengaruh Yahudi tersebut, ataukah akan mengikuti jejak Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang mempraktikkan kesabaran dan kebijaksanaan dalam menghadapi cobaan? Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya terletak pada pilihan dan kesadaran umat Islam sendiri.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 4 November 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar