Biografi Ali Hasjmy
- by Helmi
- 10.651 Views
- Senin, 28 Desember 2020

Daftar Isi Profil Ali Hasjmy
- Kelahiran
- Nasab
- Keluarga
- Pendidikan
- Aktif di Organisasi
- Karier
- Menjadi Gubernur
- Sosok Penulis
- Sosok Pejuang
- Pengahargaan
Kelahiran
Muhammad Ali bin Hasyim bin Abbas atau yang kerap disapa dengan panggilan Ali Hasjmy lahir pada tanggal 28 Maret 1914, di Lampase Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Beliau merupakan putra dari pasangan suami-istri Teungku Hasyim dan Nyak Buleuen.
Ali Hasjmy anak tertua dari delapan bersaudara kandung dari satu Ayah lain ibu. Tujuh di antara delapan orang bersaudara merupakan hasil perkawinan Teungku Hasyim dengan Syarifah, yang anaknya terdiri dari Ainal Mardhiah, RohanaSyahbudin, Asnawi,Fachri, Nurwani, dan Fachmy.
Kala Ali Hasjmy masih berusia empat tahun, ibunya meninggai dunia, sejak itu Ali Hasjmy menjadi piatu. Karena kesibukan ayahnya sebagai saudagar kain dan penjual ternak yang sering mondar-mandir ke Medan, Ali Hasjmy ketika masa kanak-kanak lebih dekat dengan neneknya Nyak Putin.
Nenek inilah yang mengasuhnya secara adat Aceh. Kepandaian nenek Puteh tulis baca huruf Arab, menjadi modal baginya untuk mengajar cucunya Ali Hasjmy mengaji dan mengenal huruf Arab.
Sang nenek juga selalu menanamkan dasar-dasar agama yang kuat dan sering menceritakan peristiwa-peristiwa heroik peperangan kakeknya melawan Belanda, demikian juga Hikayat Perang Sabi yang kemudian Ali Hasjmy menghafal dan menyairkannya. Melalui asuhan neneknya inilah pada diri Ali Hasjmy tertanam motivasi untuk membaca roman dan buku-buku sejarah.
Nasab
Silsilah keturunan Ali Hasjmy, hanya dapat ditelusuri sampai pada garis keturunan Pahlawan Muda. Sumber ini dapat dijumpai dalam Sarakata tua dan melalui keterangan datuknya Pang Abas. Menurut sumber tersebut bahwa nenek moyang Ali Hasjmy berasal dari Hijaz (Arab Saudi sekarang).
Beliau adalah seorang ulama yang hijrah ke Aceh ketika zaman pemerintahan Sultan Alaiddin Johan Syah (1147-1177 H/1735-1760 M). Karena kecakapannya, ulama Hijaz tersebut diangkat oleh Sultan menjadi syabandar Kerajaan Aceh Darussalam dengan gelar Orang Kaya Diraja Syahbandar Agung Pahlawan Muda. Pahlawan Muda tersebut mempunyai tujuh orang putra, masing-masing bernama K. Pasukan, K. Sitam. Ja Bok, K. Meureuboh, T. Intan Sipijit, dan K. Palela.
Berawal dari Ja Bok inilah turunan Ali Hasjmy dari pihak ayah, sedangkan pihak ibunya berasal dari K.Palela. Jika ditarik garis keturunan dari pihak ayah adalah Ali Hasjmy bin Teungku Hasyim bin Pang Abbas bin K. Agam bin K. Polem bin Ja Bok bin O.K. Syahbandar Besar Pahlawan Muda.
Sementara itu dari pihak ibu Ali Hasjmy adalah Nyak Buleuen binti Pang Husin bin Pang Hasan bin K. Nyak Mat bin K.Palela bin O.K Syahbandar Besar Pahlawan Muda. Pang Abbas (Datuk Ali Hasjmy dari pihak ayah) dan Pang Husin (Datuk Ali Hasjmy dari pihak ibu) adalah seorang panglima kecil dari Teuku Panglima Polem Muda Perkasa (Panglima Sagi/Panglima Sagoe) mereka berdua yakni Pang Abbas dan Pang Husin adalah sebagai pejuang yang turut bertempur diberbagai medan perang menghadapi tentara Kolonial Belanda.
Namun, Pang Husin ditugaskan untuk mempertahankan Kuta Cotgli (benteng terdepan Teuku Panglima Polem), mati syahid setelah pasukannya mati syahid semua. Karena itu isterinya Nyak Puteh hidup menjanda dan tidak pernah menikah lagi dengan orang lain sebagai tanda kesetiannya kepada almarhum suaminya Pang Husin yang syahid itu.
Melihat silsilah keturunan Ali Hasjmy diatas, antara ayah dan ibu masih dalam satu keturunan yang berasal dari pahlawan Muda. Sayangnya Pahlawan Muda tersebut tidak disebutkan namanya dan mereka telah memberika kontribusi untuk bangsa dan negeri ini dalam merebut kemerdekaan.
Keluarga
Saat Ali Hasjmy berusia 27 tahun, tepatnya tanggal 14 Agustus 1941. Ali Hasjmy ketika sudah menanjak dewasa, akhirnya orang tuanya mempersunting seorang gadis sekampung dengannya yang bernama Zuriah, puteri ini lahir bulan Agustus 1926.
Tentunya umur mereka pada waktu itu terpaut 12 tahun. Sebenarnya kalau kita telusuri lebih jauh kelurga Ali Hasjmy dengan Zuriah ternyata masih dalam satu rumpun yang dekat. Akan tetapi jika ditarik garis keturunan keduanya, Zuriah mempunyai garis keturunan lebih awal dari Ali Hasjmy.
Ayah Zuriah dengan Nenek Puteh adalah saudara sepupu, berarti Zuriah dengan ibu Ali Hasjmy (Nyak Buleuen) adalah saudara sepupu. Jadi seharusnya Ali Hasjmy memanggil Zuriah (isterinya) bibi atau makcut.
Perkawinan Ali Hasjmy dengan Zuriah, dikarunia tujuh orang anak. Satu di antaranya telah lebih dulu dipanggil Yang Maha Kuasa yaitu A.H.Gunawan, sedangkan keenam anak-anaknya yang masih hidup masing-masing lima lelaki dan satu perempuan. Mereka adalah : A.H, Mahdie, A.H. Surya, A.H. Dharma, A. H Mulya, A.H Dahlia, A. H. Kamal. Perhatian Ali Hasjmy terhadap pendidikan anak-anaknya selalu diutamakan.
Hal ini sebagaimana pengakuan Surya, anak kedua Ali Hasjmy bahwa sebagai anak, mereka dididik keras sewaktu kecil dan ayahnya selalu memperhatikan hal-hal yang menyangkut pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Dengan perhatian Ali Hasjmy anak-anaknya rata-rata berpendidikan sarjana. Kemudian Ali Hasjmy sebagai figur seorang ayah, bagi Dahlia anak kelima Ali Hasjmy menuturkan dalam tulisannya bahwa ayahnya Ali Hasjmy adalah sosok panutan dengan kesabaran dan rasa tanggung jawab serta memiliki tenggang rasa yang sangat menonjol.
Pendidikan
Latar belakang pendidikan Ali Hasjmy, bermula pada masa usia kanak-kanak. Ketika akan memasuki pendidikan formalnya, Ali Hasjmy harus menerima kenyataan dengan masuk sekolah Belanda di Volk School (sekolah rakyat tiga tahun), kemudian di Goverment Inlandsche Scholl (sekolah lanjutan untuk pribumi putra dua tahun).
Akan tetapi setelah dayah-dayah (pesantren) dihidupkan kembali yang diprakarsai oleh para ulama Aceh, Ali Hasjmy berkesempatan memasuki dayah-dayah, antara lain Dayah Montasik. Setelah memasuki dayah-dayah tersebut.
Obsesi Ali Hasjmy untuk menuntut ilmu pengetahuan agama dari luar Banda Aceh menjadi kenyataan ketika Teungku Syekh Ibrahim Lam 'Nga atau lebih dikenal dengan Ayahanda memilih anak-anak Aceh yang cerdas yang belajar di perguruannya untuk melanjutkan studi ke Padang Panjang Sumatra Barat.
Studi ke daerah Ranah Minang Pada Waktu itu menjadi Kibalt Ilmu Pengetahuan Modern di Sumatea Barat. Disana ada Perguruan Thawalib di Pandang Panjang dan Perguruan Tingg Islam di Pandang. Rombongan Ali Hasjmy ke Sumatera Barat adalah expedisi kedua putra-putra Aceh keluar daerah.
Sedangkan expedisi pertama adalah daerah Langkat (Sumatera Utara) sekitar tahun 1920 an. Tercatat beberapa putra Ulee Balang yang terpilih seperti Teuku Sulaiman, Teuku Ali Basyah, Teuku Ali Samalanga dan Ali Hasjmy. Mereka diantar langsung oleh Teungku Syekh Ibrahim Lam Nga.
Sesampai di Padang Panjang Ali Hasjmy langsung memasuki Thawalib School tingkat menengah (sekolah menengah Islam Pertama Tsanawiyah) pada tahun 1931 dan lulus pada tahun 1935. selama bersekolah di Thawalib Padang Panjang, Ali Hasjmy tidak hanya sekedar belajar, tetapi ikut menempa diri dalam pendidikan politik dengan memasuki berbagai organisasi kepemudaan.
Ali Hasjmy saat itu ikut aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan karena pada waktu para pel ajar Madrasah-madrasah Islam seperti Tawaliq Padang Panjang menjadi pusat pengemblengan pusat politik kemerdekaan kepada pelajamya. sehingga mereka pada waktu itu menjadi deman politik.
Di madrasah ini pula Ali Hasjmy bertemu dan berteman dengan Imam Zarkasy (pendiri pondok Pasantren Gontor). Mereka satu perguruan dan satu organsasi. Setelah tamat, mereka berdua harus berpisah karena masing-masing harusmeilih sekolah lanjutan yang lebih cocok dengan bakat dan minat maing-masing.
Ali Hasjmy dapat menyelesaikan studinya di Jami'ah tersebut tahun 1938, dan kembali ke Seulimum menjadi guru kepala mulai tanggal 1 Januari 1939 sampai dengan 31 Maret 1942.
Meskipun telah menjadi guru dan bekerja di instansi pemerintah, kegiatan belajarnya tidak pernah pudar walau dengan cara otodidak sebagai bukti keuletan dan kesungguhannya dalam membekali diri. Ketika menjabat wakil Kepala Jawatan Sosial di Medan tahun 1949, Ali Hasjmy sempat pula mengikuti kursus untuk memperdalam ilmunya di bidang jurnalistik.
Pada tahun 1951 sampai 1953, mengikuti kuliah di Fakulas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan. Adapun dalam bidang pendidikan tidak diragukan lagi dan telah diakui oleh gurunya Mahmud Yunus ketika dalam suatu pertemuan di Aceh, Mahmud Yunus mengatakan bahwa ia sangat bangga dengan dua orang bekas muridnya yaitu K. H. Imam Zarkasyi . dengan pusat pendidikan Islam di Gontor dan Ali Hasjmy dengan pusat di kota Pelajar/ Mahasiswa Darussalam Banda Aceh.
Minat Ali Hasjmy untuk berkiprah di dunia pendidikan, tidak hanya cukup untuk berdirinya Universitas Syiah Kuala dengan jabatanya sebagai Dewan Kurator, tetapi lebih dari itu, ketika pensiun dari Departemen Dalam Negeri dengan permintaan sendiri kembali mengabdi pada dunia yang pernah ditinggalkan sementara wakt Disamping sebagai tenaga pengajar di Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry.
Aktif di Organisasi
Ali Hasjmy ketika itu juga aktif di HPII (Himpunan Pemuda Islam Indonesia) Cabang Padang Panjang sebagai Sekretaris, Partai Politik PERMI (Persatuan Muslim Indonesia) Cabang Padang Panjang tahun 1932-1935 sebagai anggota. Didasari keaktifannya dalam organisasi dan sering mendiskusikan masalah Kemerdekaan Indonesia,
Pemerintah Hindia Belanda menangkap Ali Hasjmy tahun 1935 dengan tuduhan melangar peraturan Vergarder Verbod (larangan mengadakan rapat). Dia berada dalam tahanan selama lebih kurang tiga bulan. Setelah tamat di Thawalib Padang Panjang Ali Hasjmy kembali ke Seulimum.
Dia mengajar pertama kalinya di perguruan Islam Seulimum dibawah pimpinan Teungku H. Wahab Keunaloi selama lebih kurang satu tahun. Pada waktu mengajar di Seulimum Ali Hasjmy bersama teman-temannya mendirikan SPIA (Serikat Pemuda Islam Aceh), dan Ali Hasjmy sendiri terpilih sebagai Bendahara Umum.
Setelah organisasi itu berubah menjadi PERAMIINDO (Pergerakan Angkatan Muda Islam Indonesia), Ali Hasjmy tidak lagi menjadi anggota pengurus besarnya yang berkedudukan di Seulimum, karena waktu itu dia bersama Sayed Abu Bakar (mantan ketua umum SPIA) sedang mempersiapkan keberangkatan mereka untuk melanjutkan studi ke Padang.
Setiba di Padang, Ali Hasjmy memasuki Perguruan Al-Jami'ah al-Qism Adab al-Lughah wa Tarikh al-Tsaqafah al-lslamiyah (Perguruan Tinggi lslam, Jurusan sastra dan Kebudayaan Islam). Dia memilih jurusan tersebut, berdasarkan pada bakatnya menjadi pengarang dan dengan minat yang besar pada masalah-masalah kebudayaan, terutama kebudayaan Islam.
Selama belajar di Jami'ah al-lslamiyah ini, Ali Hasjmy kembali aktif dalam organisasi, seperti HPII (Himpunan Pemuda Islam Indonesia), mendirikan IPPA (Ikatan Pelajar Pemuda Aceh), ketua umumnya adalah Ali Hasjmy sendiri, sedangkan sebagai Sekretaris dijabat oleh Mahyuddin Yasin
Selain menuntut ilmu di Padang dan aktif dalam organisasi, Ali Hasjmy juga aktif dalam tulisan-tulisan seperti artikel, roman dan sajak. Karya tulisnya yang pertama berupa sajak berjudul Kisah Seorang Pengembala, diterbitkan oleh Pustaka Islam di Medan tahun 1938. dengan karya tulisannya ini pula, Ali Hasjmy sering mendapatkan honor untuk membantu biaya pendidikannya selama belajar di Padang.
Ali Hasjmy beserta rekan-rekannya yang lain membentuk wadah Studs Klub Islam pada tahun 1967 yang mempunyai misi pengkajian ilmiah melalui diskusi-diskusi. Selain itu mempelopori penerbitan majalah Sinar Darussalam yang nomor perdananya terbit pada bulan Maret 1968.
Karier
Dalam kepengurusannya Ali Hasjmy duduk sebagai penanggung jawab majalah tersebut disamping sebagai ketua kelompok diskusi Studi Klub. Dilingkungan IAIN Ar-Raniry, Ali Hasjmy dipercaya sebagai Rektor pertama IAIN Ar-Raniry untuk masa jabatan 1977-1982. Dan dipercayakan pula sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Publisistik yang memperoleh pengakuan dari Menteri Agama No. 153 Tahun 1968, tanggal 19 Juli 1968.
Atas prestasi dan dedikasi yang tinggi dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, ternyata membuahkan hasil melalui pengangkatannya sebagai Guru Besar (Profesor) dalam ilmu dakwah pada tahun 1976. Puncak perhatian dan pengabdian Ali Hasjmy dalam hal pendirian Kopelma Darussalam, Kota Pelajar, LAKA, Dewan Mesjid, Muzakarah, sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh dan juga dibidang pendidikan, ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy yang dibentuknya pada tanggal 15 Januari 1991.
Dan kini telah diwakafkan menjadi milik masyarakat dan ummat Islam pada umumnya. Dengan demikian, meskipun Ali Hasjmy telah tiada, namun tetap dikenang sebagai mozaik kreatifitas yang tidak pernah pudar, dan terus menyala bagai bintang kejora di langit zaman.
Dia dikenal juga sebagai pujangga yang bergelar profesor, ahli agama, tokoh politik, pejuang kemerdekaan, sampai menjadi Gubernur Provinsi Aceh (1957—1964), provinsi paling barat di Indonesia untuk dua kali masa jabatan. Ali Hasjmy merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.
Ali Hasjmy dalam beberapa kajiannya menyebutkan Sebagaimana sebuah konsepsi yang disampaikan pada awal-awal tahun 1990-an, perlu kajian yang lebih mendalam lagi secara akademik, sebab kini pun Melayu sudah mulai berada dalam posisi politik dan ekonomi yang kuat di Asia Tenggara. Tentu tidak hanya sebatas itu, Hasjmy juga dikenal luas sebagai politisi, birokrat, dan tokoh pendidik.
Namun, dari kesemua posisi yang sudah pernah diraih Prof. Ali Hasjmy, dia hanya ingin dicatat sebagai tenaga pendidik dan memang hampir seluruh hidupnya dihabiskan di dalam dunia pendidikan.
Hal tersebut dilakukan melalui pembangunan Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, dimana IAIN Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala dibangun di dalamnya, yang dikerjakannya ketika menjadi Gubernur Aceh. Ini sebagai bagian dari penyelesaian konflik DI/TII Aceh.
Salah satu usaha Hasjmy yang paling penting dalam Kopelma Darussalam ini adalah pendirian Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry. Fakultas ini merupakan yang pertama di Indonesia dan telah mencetak banyak sarjana, yang sudah berkiprah di berbagai bidang.
Ali Hajsmy juga hampir sepanjang hayatnya mempromosikan moderasi Islam; Islam yang tidak ke kanan, tidak pula ke kiri. Hasjmy, melalui keluasan ilmunya dan integritas pribadinya, menjadi jembatan hadirnya dialog antara keislaman dan kebangsaan. Beberapa hal yang dilakukannya sangat menarik untuk dikaji.
Ketika umurnya menginjak usia 50 tahun, Ali Hasjmy kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatra Utara, Medan tahun 1952—1953.
Kebangkrutan usaha ayahnya menghentikan belajar di perguruan tinggi itu. Namun, sejak itu kariernya sebagai pengarang dimulai dengan menulis untuk beberapa majalah di Jakarta dan Medan seangkatan dengan Hamka, OR Mandank, dan A. Damhuri.
Menjadi Gubernur
Terpilihnya Ali Hasjmy menjadi Gubemur pertama Pada Propinsi kedua D.I. Aceh, melicinkan jalan baginya untuk menyusun suatu rencana yang konkrit dan kemudian lahir dalam bentuk Konsepsi Pendidikan Darussalam yang bertujuan melahirkan sumberdaya manusia yang handal dan berpengetahuan luas serta berbudi luhur, sekaligus mempersiapkan generasi penerus dalam rangka memperluas dan memperdalam penghayatan dan ilmu pengetahuan untuk kepentingan pembinaan masa depan.
Oleh karena itu, upaya yang ditempuh Ali Hasjmy ini mendapat dukungan luas, baik dari kalangan masyarakat Aceh sendiri maupun dari pemerintah. Pembangunan Kopelma Darussalamm telah dirintis sejak tahun 1958 oleh suatu panitia yang ketuanya Ali Hasjmy sendiri. Kemudian dilanjutkan kembali pengawasan dan pembangunanya oleh Yayasan Pembangunan Darussalam (YPD) yang ketuanya adalah Ali Hasjmy melalui SK. Gubernur KDH D.I Aceh No. 27/1967, tanggal 13Mei 1967.
Apabila disimak lebih jauh, kepeloporan Ali Hasjmy di bidang pendidikan ini, pada prinsipnya bukan hanya sekedar sebagai pembuat atau pencetus ide, melainkan sebagai pembangun dan pelaksana pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari kapasitasnya sebagai pendidik, sehingga masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan menjadi obsesinya yang terus menyala dalam kalbunya, dan tercermin pula dalam sikap dan konsistensi yang secara jelas dapat disimak dalam perjalanan hidupnya.
Denyut kehidupannya, tidak pernah absen untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan masyarakat, khususnya bidang pendidikan. Di Universitas Syiah Kuala, Ali Hasjmy tidak hanya sebagai tokoh pendiri, tetapi sebagai dosen di beberapa Fakultas, bahkan dipercaya sebagai Ketua Dewan Penyantun (Kurator). Jadi hubungan antara Ali Hasjmy dengan Universitas Syiah Kuala suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dan tetap terpatri untuk selama-lamanya.
Sosok Penulis
Ali Hasjmy adalah pribadi penuh pesona dan banyak di kenal lewat tulisan-tulisannya. Sebagai seorang yang sangat kreatif terkesan orisinil dalam banyak gagasan-gagasannya.
Kreatifitasnya tidak didapat begitu saja melainkan tumbuh dari proses internal dan eksternal. Proses internal ini tumbuh dalam dirinya sehingga selalu termotifasi untuk berbuat suatu karya yang kemudian menjadi kepuasan tersendiri dalam dirinya.
Sedangkan proses eksternal, kreatifitas berkembang melalui dasar latihan dan lingkungan yang membentuknya. Seperti yang dialami Ali Hasjmy, faktor internal sangat mendominasi dan mempengaruhi dalam menumbuhkan imajnasinya sehingga menjadi sosok yang produktif dalam bidang tulis menulis.
Hal ini diawali dari tumbuhnya kesadaran dari dalam dirinya yang sangat rajin membaca buku-buku yang dimulai ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Menurut pengakuan Ali Hasjmy, sekurang-kurangnya dua buku yang dibaca dalam satu minggu.
Semuanya ini tentu dimulai dari kesannya yang mendalam dari surat al -'Alaq yang dihayatinya sejak masih kecil. Ayat 1 sampai dengan 5 itulah yang sangat mempengaruhi kehidupan ilmiahnya, bahkan menjadi motivasi untuk menuju kualitas dirinya
Terlepas dari penilaian tentang buku-buku yang ditulis, namun dari apa yang dilakukan melalui tulisan-tulisan yang dibukukan tidak dapat dibantah bahwa Ali Hasjmy adalah seorang penulis yang produktif, bukan saja untuk ukuran daerah Aceh tapi juga untuk konsumsi Nasional bahkan Regional. Dari produktifitas inilah
Ali Hasjmy telah menulis tidak kurang dari 60 buku yang memuat dalam berbagai bidang ilmu, khususnya sejarah, roman, puisi, pemikiran keagamaan, politik kenegaraan, dan konsentrasi umum. Dari segi perjuangannya Ali Hasjmy menjadi tokoh perjuangan empat zaman yakni zaman perjuangan melawan Belanda, masa pendudukan jepang, masa orde lama dan masa orde baru.
Gerakan perjuangan yang merupakan kehidupan Ali Hasjmy, nampaknya tidak hanya dibidang politik saja melainkan dibidang dakwah yang berkaitan dengan konsep amar makruf nahi mungkar.
Perjuangan ini terutama ketika duduk sebagai ketua MUI D.I Aceh. Ilmu dakwah baginya tidak hanya ditekuni sebagi ilmu pengetahuan tetapi menyatu dengan dirirya sehingga peran dan jabatan apapun yang diemban, unsur dakwahnya selalu menghiasi di setiap langkah kegiatan yang dilaksanakan.
Perjuangan ini terutama ketika duduk sebagai ketua MUI D.I Aceh. Ilmu dakwah baginya tidak hanya ditekuni sebagi ilmu pengetahuan tetapi menyatu dengan dirirya sehingga peran dan jabatan apapun yang diemban, unsur dakwahnya selalu menghiasi di setiap langkah kegiatan yang dilaksanakan.
Tidak hanya pada masa jabatan ketua MUI, tapi jauh sebelumnya yaitu sebelum masa kemerdekaan, perjuangannya melalui organisasi, selalu mengajak para pemuda agar senantiasa mencintai pendidikan, memperluas cakrawala budaya serta pandangan akan arti kemerdekaan.
Di samping itu mengajak para pemuda untuk hidup dan bermasyarakat sesuai dengan ajaran agama Islam. Tentu saja ajakan ini berangkat dari jiwa nasionalis dan jiwa keislamannya yang telah terpatri di dalam hatinya.
Selain berbagai aktivitas yang telah dilakukan semasa hidupnya, tokoh ini juga sarat dengan buku-buku ilmiah hasil karangan dan buah pikirannya. Oleh karena itu, tidak heran kalau tokoh ini juga dikenal dengan penulis buku ternama di tanah rencong ini. Kenapa tidak, sejumlah buku karangannya memuat berbagai dimensi ilmiah, mulai sejarah Aceh secara menyeluruh, misi dakwah dan bahkan buku-buku yang berdimensi hukum Islam.
Oleh sebab itu, semasa hayat masih dikandung badan, Prof. Ali Hasjmy telah banyak mencairkan tinta hitam di atas kertas demi kepentingan bangsa dan negara ini dibuktikan atas keberhasilan beliau dalam mengorbitkan berbagai macam tulisan sehingga tersebar di seluruh nusantara dan di luar negeri. Untuk lebih jelas tentang sejumlah karya-karya beliau sebanyak 55 buah karangan.
Ali Hasjmy juga dikenal sebagai Sastrawan Pujangga Baru, yang sejak masa muda sudah menulis sajak-sajak religius. Dia membangkitkan semangat menentang penjajah.
Selain itu, Hasjmy juga dicatat sebagai budayawan dan sejarawan, yang kemudian melahirkan gagasan tentang Dunia Melayu Raya, sebuah gagasan yang menjelaskan dimana di semenanjung Nusantara, ada sebuah titik pertemuan identitas yang bernama Melayu.
Diantaranya karya beliau adalah :
- Kisah Seorang Pengembala, (Sajak), Medan: Pustaka Islam, 1938.
- Sayap Terkulai, (Roman Perjuangan), 1983, tidak terbit, Naskahnya hilang di Balai Pustaka waktu pendudukan Jepang.
- Sajak, (Puisi), Medan, Centrale Courant, 1983.
- Bermandi Cahaya Bulan, (Roman Pergerakan), Medan: Indische Drukkrij, 1939; Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
- Melalui Jalan Raya Dunia, ( Roman, masyarakat), Medan: Indische Drukkrij, 1939; Jakarta, Bulan Bintang, 1978.
- Suara Azan dan Lonceng Gereja (Roman antara agama), Medan: Serikat Tapanuli, 1940, Jakarta: Bulan Bintang, 1978; Singapur: Pustaka Nasional, 1982.
- Cinta Mendaki, (Roman Filsafat/Perjuangan), Naskahnya hilang pada Balai Pustaka, Jakarta, Waktu Pendudukan Jepang.
- Dewi Fajar (Roman Politik), Banda Aceh: Aceh Simbun, 1943.
- Kerajaan Saudi Arabiah (Riwayat Perjalanan), Jakarta: Bulan Bintang, 1957.
- Pahlawan-pahlawan Islam yang Gugur (Saduran dari Bahasa Arab), Jakarta: Bulan Bintang, 1981, (cetakan ke 4), Singapur: Pustaka Nasional, 1971 (cetakan ke 2,1982)
- Rindu Bahagia (kumpulan sajak dan cerpen), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963.
- Jalan Kembali ( Sajak yang bernafaskan Islam), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Hafiz Arif (Harry Aveling).
- Semangat Kemerdekaan Dalam Sajak Indonesia Baru (Analisi Sastra), Banda Aceh: Pustaka Putro Cande, 1963.
- Dimana Letaknya Negara Islam (Karya llmiah tentang ketatanegaraan Islam), Singapur: Pustaka Nasional ,1970; Surabaya: Bina llmu.
- Sejarah Kebudayaan dan Tamaddun Islam, Banda Aceh: Lembaga Penerbitan IAIN Jami'ah Ar- Raniry, 1969.
- Yahudi Bangsa Terkutuk, Banda Aceh: Pustaka Faraby, 1970.
- Sejarah Hukum Islam, Banda Aceh: Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, 1970.
- Hikayat Perang Sabi Menjiwai Perang Aceh Melawan Belanda, Banda Aceh: Pustaka Fareby, 1971.
- Rubai' Hamzah Fansury, Karya Sastra Sufi Abad XVII, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1974.
- Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, (cetakan ke-3,1994).
Hasjmy juga dikenal sebagai Sastrawan Pujangga Baru, yang sejak masa muda sudah menulis sajak-sajak religius. Dia membangkitkan semangat menentang penjajah.
Selain itu, Hasjmy juga dicatat sebagai budayawan dan sejarawan, yang kemudian melahirkan gagasan tentang Dunia Melayu Raya, sebuah gagasan yang menjelaskan dimana di semenanjung Nusantara, ada sebuah titik pertemuan identitas yang bernama Melayu.
Namanya semakin dikenal sebagai penyair dan penulis cerpen melalui majalah Panji Islam, Pedoman Masyarakat dan Angkatan Baru. Beberapa nama pena dipilihnya, seperti Al Hariri, Asmara Hakiki, dan Aria Hadiningsun. Pemakaian nama pena pada saat itu amat biasa dan merupakan kelaziman.
Sebagaimana berlaku pula untuk Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Hamka. Tahun 1936 terbitlah kumpulan sajaknya Kisah Seorang Pengembara dan pada tahun 1938 kumpulan sajak Dewan Sajak. Kedua kumpulan sajak itu terbit di Medan tanpa menghasilkan imbalan yang berarti.
Baru pada tahun 1939 ia memperoleh imbalan yang layak dari dua novelnya, yakni Bermandi Cahaya Bulan (1938) dan Melalui Jalan Raya Dunia (1939) yang juga diupayakan oleh penerbit Medan. Karya-karya Ali Hasjmy antara lain, (1) Sayap Terkulai (novel, 1936), (2) Suara Azan dan Lonceng Gereja (novel, 1948).
H.B. Jassin menyebut Ali Hasjmy sebagai penyair Islam dan penyair kebangsaan. Semangat kebangsaannya itu, antara lain terungkap dalam sajak yang berjudul "Sawah" yang dengan halus menyindir nasib Indonesia di bawah penjajahan orang Belanda yang mengangkut kekayaan Indonesia ke negerinya.
Sosok Pejuang
Teungku Hasyim di samping seorang ulama yang pernah menjadi pimpinan Baitul Mal pada masa Panglima Polem di Seulimeum, juga sebagai pejuang dalam menghadang serangan Belanda di Aceh antara tahun 1873 - 1914. Maka tidak mengherankan darah pejuang dan keulamaan sang ayah mengalir ke tubuh Ali Hasjmy. Kemudian Ali Hasjmy sendiri yang telah tumbuh menjadi dewasa, menjadi tumpuan keluarganya.
Penghargaan
Sosok Ali Hasjmy bukan hanyadikenal sebagai ulama juga tokoh pendidikan, sejarawan, budaya dan lainnnya, sangat banyak penghargaan yang beliau dapatkan.
Penghargaan yang beliau terima tidak hanya dari pemerintan Indonesia, tetapi dari berbagai negara lain seperti, Malaysia, Brunai Darussalam, Pemerintan Arab Saudi dan negara-negara Islam lainnya.
Semua tanda jasa dan penghargaan dimaksud dapat dilihat dalam keterangan berikut, dan mengenai jenis tanda jasa atau penghargaan dimaksud dapat dilihat dalam keterangan berikut, dan mengenai jenis keterangan berikut, dan mengenai jenis tanda jasa atau penghargaan dimaksud dapat dilihat dalam keterangan berikut, diantara penghargaan dan tanda jasa tersebut adalah :
- Bintang Mahaputra R.I.
- Bintang Adat Bakpo Teumereuhoom Kelas I.
- Bintang Istimewa Republik Arab Mesir Kelas I.
- Bintang Angkatan 45.
- Bintang Satya Lencana Kebaktian Sosial
- Bintang Karya Kelas I.
- Bintang Masyarakat Sejarawan Indonesia.
- Bintang Emas Ar-Raniry.
- Bintang BKKBN
- Bintang Pancacita Kelas I
- Bintang Emas Iqra'
- Bintang Veteran Rl
- Sementara bentuk atau jenis penghargaan yang telah beliau terima diantaranya:
- Satya Lencana Perintis Kemerdekaan
- Generasi Penerus Pembangunan Indonesia.
Lokasi Terkait Beliau
Belum ada lokasi untuk sekarang
Memuat Komentar ...