Hindari Evaluasi, Pentingnya Memahami

 
Hindari Evaluasi, Pentingnya Memahami

Dua minggu yang lalu, di kelas Komunikasi Penyiaran Dakwah, saya mendampingi mahasiswa berdiskusi tentang Dakwah melalui media film. Seperti biasa diskusi kelas dimulai dengan presentasi dan diskusi antar mahasiswa.

Sesi diskusi berlangsung dengan seru hingga perdebatan soal halal haram dalam Lakonan film. Bermain peran antara pelakon film yang bukan muhrim dan sebagainya. Perdebatan tersebut nyaris menjauhkan mereka dengan substansi film sebagai media berdakwah. Karena itu terpaksa saya jeda dengan beberapa pertanyaan substantif kepada mahasiswa.

Apakah kalian bisa jelaskan terlebih mengenai unsur-unsur komunikasi dalam film? Apa saja karakteristik pesan komunikasi dalam film? Apa saja fungsi film yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah Islam? Dan bagaimana mesti mengemas (membuat formulasi) dakwah Islam melalui film?

Tiba-tiba semua mahasiswa terdiam. Tak satupun yang berani berkomentar. Termasuk mereka yang tadi berdebat sengit seakan-akan sangat menguasai persoalan yang didiskusikan.

Kenapa anda semua terdiam? Mengapa tidak ada yang bisa menjawab beberapa pertanyaan substantif dan mendasar tentang film? 
Jika ini maknanya kalian belum memahami hakikat film sebagai media yang potensial untuk menyampaikan komunikasi (dakwah) Islam, bagaimana mungkin kalian bisa sampai pada perdebatan halal-haram, salah-benar film dan sebagainya. Mengapa kalian bisa menilai sesuatu yang sebenar belum kalian pahami?

Semua mereka terdiam, seperti nya sadar kalau pendekatan diskusi yang dilakukan adalah keliru. Mereka sudah terjebak pada sikap evaluatif dan mengabaikan arti penting pemahaman terhadap substansi persoalan.

Apa yang terjadi di kelas ini sebenarnya banyak kita temui dalam keseharian kita. Banyak dari kita yang begitu mudah untuk menyalahkan atau menganggap tidak baik sesuatu, padahal kita belum benar-benar memahami perkara itu. Seringkali kita terlalu mengedepankan jalan pintas yang namanya evaluatif (menilai salah-benar, baik-buruk, dsb). Sementara upaya mempelajari, memahami dan mengenali lebih baik seringkali kita abaikan. Akibatnya komunikasi kita hanya akan memunculkan pertentangan bahkan pertengkaran. Tidak ada orang yang mau dipersalahkan begitu saja karena berbeda, apalagi menyangkut perkara yang prinsip seperti keyakinan & agama. Bukankah setiap perbedaan selalu ada dasar & alasan masing-masing? 

Terkait nilai benar salah, tidak ada yang tunggal selain kebenaran Allah. Semua kebenaran manusia (yang berbeda) adalah subjektif & relatif. Kebenaran mutlak hanya milik Allah. Karenanya biarkan perbedaan itu sebagai kekayaan khasanah perspektif. Hindari kebiasaan melihat perbedaan harus dengan pendekatan evaluatif. Sebaliknya, pendekatan pemahaman itu jauh lebih penting dikedepankan. Dengan memahami, setiap kita akan mengerti baik buruk sesuatu tanpa harus ditunjuk alias caci maki. Dengan memahami, setiap kita akan bisa menentukan benar salahnya sesuatu dengan tampa harus disalahkan.

Bukankah dengan pendekatan komunikasi "memahami" justru kita akan merasakan kenikmatan atas keragaman dan perbedaan nilai dan kehidupan ini. Sebaliknya, justru sikap evaluatif  yang terlalu mudah menilai plus minus itulah yang membawa kita mudah terjebak dalam konflik, pertengkaran, permusuhan bahkan anti terhadap perbedaan. 

Mari kita rawat perbedaan dengan pemahaman dan persahabatan. Hindari evaluatif, dan pentingnya memahami.

oleh. Dr,Ibrahim, MA

Ketua LTN PWNU Kalbar