Pentingnya Adab Untuk Meraih Ilmu yang Bermanfaat

 
Pentingnya Adab Untuk Meraih Ilmu yang Bermanfaat
Sumber Gambar: @Editor laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta – Para ulama, orangtua kita, guru ngaji dan guru sekolah kita, tetangga kita, hingga sahabat karib yang baik selalu mengingatkan diri agar senantiasa mengutamakan adab daripada ilmu. Hadirnya adab begitu penting demi meraih ilmu yang bermanfaat, agar ilmu masuk ke otak, serta diikhlaskan oleh para penyebar ilmu. Banyak sekali orang yang memiliki keilmuan yang luas, tetapi dengan keilmuannya yang luas itu terkadang merasa yang paling benar dan yang paling pintar diantara yang lain sehingga merendahkan orang lain bahkan gurunya sendiri.  Padahal kunci mendapatkan ilmu yang barokah salah satunya ialah menghormati seorang guru. Ilmu akan menjadi berbahaya dan tidak barokah apabila tidak dihiasi dengan adab.

Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Kitab Fathul Bari,  Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolani menyebutkan:

وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأ َنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

“Al adab artinya menerapkan segala yang dilindungi oleh orang, baik berupa kata maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia” (Kitab Fathul Bari, 10/400).

Kesungguhan hati dalam mencari ilmu merupakan pedoman yang harus selalu ditanamkan pada orang yang menuntut ilmu. Karena menutut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang. Dalam Agama Islam, setiap muslim dan muslimah juga di wajibkan untuk menuntut ilmu. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة

Artinya : “Menuntut ilmu ialah kewajiban bagi setiap kaum muslim”

Sering kita mendengar bahwa salah satu ciri-ciri perbedaan manusia dengan hewan ialah akal atau ilmu. Pernyataan tersebut memang tidak salah. Tapi perlu diperhatikan bahwasannya diatas ilmu ada yang lebih urgent, yaitu Adab. Karena ilmu setinggi apapun kalau tidak mempunyai adab akan berbahaya. Pepatah arab mengatakan :

الأدب فوق العلم

Artinya : “Adab itu lebih tinggi daripada ilmu”

Begitu pentingnya adab hingga para ulama sangat memperhatikannya. Sebab, kepintaran pun tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab. Ilmu bisa menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak didampingi dengan adab.

Kita juga harus memperhatikan peran penting menanamkan adab pada proses pengembangan karakter peserta didik yang baik, karena di era sekarang, adab dan karakter mulai pudar oleh perkembangan zaman. Banyak peserta didik yang mengabaikan pentingnya adab dalam dunia pendidikan. Seringkali kita melihat di zaman sekarang, peserta didik yang mengancam gurunya, mengintimidasi gurunya, dan masih banyak lagi. Bagaimana ilmu kita akan barokah dan bermanfaat sedangkan kita tidak menghormati guru yang sudah mengajarkan kita sebuah ilmu.
Abdullah bin Mubarok mengatakan :

نحن إلى قليل من الأدب أحوج منا إلى كثير من العلم

Artinya : “Kita lebih membutuhkan adab meskipun sedikit dibanding ilmu meskipun banyak”

Dari pernyataan Abdullah bin Mubarok diatas, kita bisa simpulkan bahwasannya memiliki sedikit adab justru lebih penting daripada mempunyai banyak ilmu. Mengapa demikian, sebab orang yang berilmu tinggi belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab pasti mempunyai ilmu. Dan tingkatan adab lebih tinggi daripada ilmu.

Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda :

أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا

“Kaum Mu'minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Imam At-Tirmidzi).

Agama islam sejak semula merupakan agama yang mementingkan akhlak yang baik. Demikian juga halnya ilmu. Kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dalam fungsinya membentuk masyarakat ideal. Akhlak yang baik (Akhlaq Al-Karimah) merupakan prasyarat mutlak yang menentukan derajat seseorang. Akhlak berkaitan dengan soal bagaimana seseorang menuntut ilmu-ilmu dan menerapkannya dalam kehidupan.

Manusia berdasarkan ilmu dan perbuatannya terbagi menjadi beberapa macam. Berilmu dan baik perilakunya, tidak berilmu namun baik perilakunya, berilmu namun buruk perilakunya dan golongan tidak berilmu juga buruk perilakunya. Jika dihadapkan pada dua orang yang hanya memiliki satu hal dari ilmu dan akhlak, maka yang berakhlak lebih baik dari yang berilmu. Semua orang akan lebih senang dengan orang yang berbuat baik dari pada penjahat sekalipun pintar.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ الله إِلا بُعْدًا

“Barang siapa ilmunya bertambah, namun tidak dibarengi dengan bertambahnya petunjuk (ketaqwaan), maka ia semakin jauh dari Allah.”

Inti dari hadis Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam tersebut. Bahwasannya hudan atau hidayah ketaqwaan kepada Allah SWT menjadi ukuran seorang hamba dekat dengan Allah SWT, bukan hanya ilmu yang banyak saja.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. Jadi jelaslah bagi kita bahwa Islam menghendaki kita agar menjadi pribadi-pribadi yang berilmu sekaligus berakhlak mulia. Dua hal ini menjadi syarat mutlak yang menjadikan seseorang hamba yang baik. Jika kita perhatikan beberapa ayat, maka ahli ilmu tidak cukup sekedar memiliki ilmu. Ahli ilmu mestilah mengimplementasikan ilmunya yang menjadikannya berakhlak.

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ulumuddin dalam bab ke enam tentang bahayanya ilmu pengetahuan dan ulama su’,

 إن أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه

“Manusia yang akan memperoleh azab pada hari qiamat ialah orang yang berilmu yang tiada bermanfaat dengan ilmunya.”

لا يكون المرء عالما حتى يكون بعلمه عاملا

“Tidaklah seorang itu berstatus alim sebelum berbuat menuruti ilmunya.”

Siapa orang yang berilmu?

Orang yang berilmu, namun ilmunya itu tidak menunjukinya kepada jalan yang lurus dan benar sejatinya tidak dapat dikatakan sebagai orang yang berilmu. Pendidikan yang dikecapnya boleh jadi tinggi, tetapi hal itu tidak membuatnya bijaksana dan mawas diri. Orang yang seperti itu justru akan semakin jauh dari kebenaran, sekalipun secara lahiriah ilmunya bertambah.

Dari Sahabat Anas bin Malik RA dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam., beliau bersabda: “Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk (hidayah), niscaya dia tidak bertambah dekat melainkan bertambah jauh dari Allah” (HR. Ad-Dailami; Imam Ibnu Hibban; Kitab Al-Fawa’id Al-Majmu’ah lis-Syawkani/742).

Ketika menjelaskan hadis tersebut di dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyitir banyak pendapat para ulama, di antaranya sebagai berikut.

Sahabat Umar bin Khattab RA berkata: “Yang paling saya takutkan kepada umat ini adalah orang munafik yang berilmu. Para hadirin bertanya, ‘Apakah ada orang yang munafik berilmu?’ Sahabat Umar bin Khattab RA menjawab: ‘Mereka adalah yang berilmu di lidah, tetapi bodoh di hati dan di perbuatan’.”

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah pernah berkata: "Aku Lebih Menghargai Orang Yang Beradab Daripada Orang Yang Berilmu. Kalau Hanya Berilmu, Iblis pun Lebih Tinggi Ilmunya Daripada Manusia"

Baik adab dan ilmu memang sama-sama penting. Tetapi, adab lebih utama karena merupakan wujud dari kemuliaan serta kelembutan hati manusia. Hingganya, jangan kita hinakan diri ini dengan aktivitas antipati yang mengeraskan hati. Rumusnya, makin keras hati, makin tidak peka, lalu makin tidak beradab. Padahal ilmu dihadirkan untuk melembutkan hati serta mencerahkan benak. Kian berilmu kian beradab, bukannya kian meninggikan hati!

 

Sumber : Kitab Fathul Bari  Juz 10, (Karya Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolani).
Kitab Ihya' Ulumuddin, (Karya Imam Al-Ghazali)

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Senin, 31 Desember 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor Artikel : Lisanto
Editor Foto    : Deni R.

Selasa Legi,30 Mei 2023