Bersikap Hati-hati Terhadap Provokasi Politik

 
Bersikap Hati-hati Terhadap Provokasi Politik

Khutbah Jumat disampaikan di Masjid Raya Mujahidin Pontianak, 4 Januari 2019 M/27 Rabi’ul Akhir 1440 H. 

Alhamdulillah suasana pergantian tahun baru memasuki tahun 2019 banyak diisi dengan kegiatan bernuansa keagamaan, dan kegiatan dengan pesta kembang api dan hura-hura lainnya mulai berkurang dan sepi. Mudah-mudahan hal ini merupakan pertanda kesadaran umat menjalankan ajaran agama akan semakin meningkat dan semakin baik ke depannya.

Akhir-akhir ini terjadi musibah dan bencana alam di berbagai tempat. Semoga saudara-saudara kita yang tertimpa bencana diberikan kesabaran dan keikhlasan oleh Allah SWT. Semoga kita warga Pontianak khususnya, dan masyarakat Kalimantan Barat jauh dari segala macam musibah dan bencana alam. Terjadinya bencana seringkali dihubungkan dengan sikap dan perilaku manusia yang menyimpang atau dosa-dosa manusia itu sendiri. Para ulama tasawuf mengatakan, bahwa berbuat kemaksiatan dan dosa, itulah musibah yang sebenarnya, karena ia merusak hati, agama, dan akhirat. 

Terutama saat ini, memasuki tahun politik berbagai macam kepentingan, melalui media sosial online, memfitnah, menyebarluaskan fitnah, menghina, menjelek-jelekkan, mencaci maki, mencari-cari kesalahan dan kejelekan orang lain, lalu disebarluaskan. Termasuk menyebarluaskan berita bohong, berita hoax sama dengan ikut berbohong. Semua ini adalah dosa, lebih berdosa lagi ketika berbuat seperti ini dianggap remeh, dianggap biasa-biasa aja, bahkan terkadang merasa senang dan bangga karena bisa menyebarluaskan kejelekan orang lain. Padahal al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-12 dengan jelas dan tegas melarang لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ (janganlah mengolok-olok antara satu dengan yang lainnya), وَلَا تَلْمِزُوا (jangan mencela orang lain), وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ (Jangan mengejek orang lain dengan gelar yang buruk), ٱجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ (hindarilah berburuk sangka), وَلَا تَجَسَّسُوا (Jangan mencari-cari kesalahan orang lain), وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا (jangan saling menggunjing). 
Dalam hadis, Rasulullah SAW. bersabda: 
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
 Mencaci maki sesama orang Islam adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekafiran. (HR. Bukhari dari Abdullah ibnu Mas’ud). 
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW. bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang itu berbohong apabila ia menceritakan (menyebarluaskan) semua apa yang didengar (diterima). (HR. Muslim dari Hafsh bin ‘Ashim). 

Hadis ini mengingatkan kita agar bersikap hati-hati dan selektif menerima berita, apalagi menyebarluaskan berita. Jangan sampai hanya karena provokasi politik, karena fitnah politik, sehingga fanatik berlebihan dan hati kita diisi dengan semangat kebencian terhadap orang lain sehingga tidak lagi berpikir rasional dan selektif akhirnya dengan mudah kita memfitnah orang lain, dengan mudah kita berbuat dosa. 

Islam dan politik tidak dapat dipisahkan, sebab Nabi Muhammad SAW., selain sebagai Rasulullah pemimpin agama, juga sebagai kepala negara di Madinah pemimpin politik. Politik Islam adalah politik yang mengedepankan norma, mengutamakan akhlak, dan etika, penuh semangat persaudaraan dan kebersamaan, mengutamakan kemaslahatan umat yang lebih besar dan menghindari kerusakan. Inilah yang disebutkan imam al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkam as-Sulthaniyyah, bahwa politik Islam atau as-Siyasah asy-Syar’iyyah adalah dalam rangka untukحِراَسَةُ الدِّيْنِ وَ سِيَاسَةُ الدُّنْيَا   (menegakkan dan menjaga keberlangsungan ajaran agama dan mengatur, mewujudkan kesejahteraan dunia). 

Dalam Piagam Madinah yang dibuat Rasulullah SAW. pada Pasal 1 disebutkan, bahwa semua penduduk Madinah yang beragam suku dan agamanya dianggap sebagai satu umat atau satu bangsa. Pasal 24; Rasulullah SAW menjamin kebersamaan sebagai bangsa, bahwa segenap warga negara Madinah; Yahudi dan umat Islam secara bersama-sama membela dan menanggung apabila negara diserang oleh musuh. Pasal 25; Rasulullah SAW. menjamin kebebasan umat beragama, Yahudi bebas menganut dan menjalankan ajaran agamanya sebagaimana umat Islam bebas menganut agamanya. Inilah gambaran politik dalam Islam. 

Akan tetapi, ketika politik kehilangan norma, kehilangan akhlak dan etika, serta hilang tujuan maslahat yang lebih besar, maka ruh Islamnya menjadi hilang, dan cenderung menghalalkan segala macam cara hanya untuk mencapai tujuan politik kekuasaan. Inilah yang dimaksud provokasi politik yang memanas-manasi, menjelek-jelekkan orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, ditambah lagi dengan membuat-buat berita bohong dan hoax hanya untuk meraih kemenangan semata-mata, mengabaikan akhlak dan kebenaran. Bicara politik dalam masjid adalah bagus dan tidak ada masalah, akan tetapi, ketika orasi provokasi politik seperti ini diumbar dalam masjid, maka ini yang dilarang, karena akan merusak dan memecahbelah persaudaraan dan kebersamaan sesama umat Islam. 

Oleh karena itu, mari kita membiasakan diri untuk selalu menghormati perbedaan dan keragaman, termasuk perbedaan dalam pilihan politik. Apalagi di negara Indonesia negara yang menganut sistem demokrasi. Kita menyikapi perbedaan dan keragaman biasa-biasa saja, tidak perlu berlebih-lebihan. Sebaiknya kita selalu berpikiran positif, berbuat yang produktif, tetap optimis menjaga kebersamaan ukhuwwah Islamiyah. 

Dalam al-Qur’an Allah mengingatkan: 
وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ  
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216). 

Dalam hadis, Rasulullah SAW. mengingatkan: 
أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا
Cintailah yang kamu cintai sewajarnya, sebab bisa jadi suatu hari nanti dia menjadi orang kamu benci. Dan bencilah yang kamu benci sewajarnya, sebab bisa jadi suatu hari nanti dia menjadi yang kamu cintai. (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah). 

Semoga bermanfaat.

Pontianak, 4 Januari 2019 M/
              27 Rabi’ul Akhir 1440 H.

Oleh: Dr. Wajidi Sayadi, M.Ag

Dosen IAIN Pontianak