Biografi KH. Bachri Basyiron, Hafidzul Qur’an di Usia Senja

 
Biografi KH. Bachri Basyiron, Hafidzul Qur’an di Usia Senja
Sumber Gambar: ptqa_annur_pati, Ilustrasi Laduni.ID

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Kiprah di Nahdlatul Ulama
3.2  Mendirikan Pesantren

4.    Karomah
5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Bachri Basyiron lahir pada tahun 1928 M, beliau merupakan putra ke tiga dari enam bersaudara dari pasangan Kyai Basyiron dengan ibu Nyai Kasini. Saudara-saudara beliau yakni:

  1. KH. Ahmad Siddiq
  2. Nyai Asih
  3. KH. Bachri
  4. Nyai Sholihah
  5. KH. Mohammad Sholeh
  6. KH. Abdul Fattah

1.2 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1953 tepat diusia 25 tahun KH. Bachri pulang ke rumah, kemudian beliau menikah dengan Nyai Hj. Maslichah keponakan KH. Abdullah Salam Kajen.

Sosok KH. Bachri memang fenomenal. Selain alim dan sakti, kelima anaknya pun dapat diandalkan, yakni:

  1. KH. Badrussalam, kini menggawangi salah satu pesantren di Kajen, Minsyaul Fadli.
  2. Nyai Hj, Mas’adah yang bersuamikan KH. Mu’tashom, mengelola lembaga pendidikan An-Nasyriyah di Lasem Rembang.
  3. Nyai Zumrotul Husna,
  4. Kyai Ahmad Musaddad,
  5. Nyai Isti’anah

Ke tiga anak terakhir bahu-membahu melanjutkan perjuangan ayahnya merawat madrasah pesantren berbasis Tahfidz yang akan mencetak para hafidz-hafidzah yang berwawasan jauh ke depan.

1.3 Wafat
KH. Bachri Basyiron wafat pada tahun 2007 di usia 79 tahun, dan dimakamkan di Winong, tepatnya di sebelah barat Pesantren PTQA An-Nuur Pati.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
KH. Bachri mengawali pendidikannya di Madrasah Miftahul Huda selama enam tahun dibawah asuhan KH. Sholeh Amin, Tayu Wetan. Setelah lulus dari madrasah KH. Bachri melanjutkan ke pesantren di Kajen, Pati di bawah asuhan KH. Abdullah Thohir Nawawi selama tiga tahun.

KH. Bachri, merupakan sosok santri yang tidak puas belajar ilmu agama. Setelah mondok di Tayu beberapa waktu lamanya, beliau melanjutkan belajar ilmu agamanya di Kajen-Pati.

Lalu, melanjutkan lagi mondok di Lasem Rembang di bawah bimbingan KH. Ma’shum Lasem, Rembang. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Pesantren APIK Kaliwungu, Kendal, asuhan KH. Ahmad Rukyat selama tiga tahun. KH. Bachri melanjutkan pendidikannya di Pesantren Benda Kerep. Sebelum akhirnya berguru kepada KH. Abbas Buntet Cirebon.

2.2 Guru-Guru

  1. Kyai Basryiron (ayah),
  2. KH. Sholeh Amin,
  3. KH. Abdullah Thohir Nawawi,
  4. KH. Ma’shum Lasem, (Pesantren Al Hidayat Lasem),
  5. KH. Ahmad Rukyat, (Pesantren APIK Kaliwungu Kendal),
  6. KH. Abbas Buntet Cirebon. (Pesantren Buntet Cirebon).

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Kiprah di Nahdlatul Ulama
KH. Bachri Basyiron yang pernah menjabat Ra’is Syuriyah Majelis Wakil Cabang NU di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

3.2 Mendirikan Pesantren
KH. Bachri Basyiron mendirikan dengan peletakan batu pertama pada pertengahan tahun 1955 atas titah sang guru, KH. Ma’shum Lasem. Suatu ketika, setelah boyongan dari Pesantren Al-Hidayah Lasem-Rembang, Jawa Tengah, KH. Bachri didatangi sang guru. Ya, KH. Ma’shum rawuh di kediamannya seraya mengatakan, bahwa di sini harus didirikan pesantren. Padahal, jika dilihat wilayahnya yang terpencil lantaran susah akses jalan ke kota, di desa ini mustahil berdiri sebuah pesantren.

KH. Bachri menghabiskan masa senjanya dengan menghafalkan Al-Qur’an. Hal ini dilakukan lantaran banyak santri yang setoran Qur’an bi Al-Nadhar hingga banyak ayat yang nyaris dihafal sebelum mereka setoran kepada menantu bungsunya, KH. A. Wafiruddin asal Tuban Jawa Timur.

“Ayah kami menghafal Qur’an sejak 1991 pada usia 63 tahun. Hingga wafatnya pada 2007, beliau menjadi hafidz tertua di sini. Meski belum sepenuhnya khatam, kira-kira baru sampai juz 23 beliau keburu wafat. Salutnya, di usia senja seperti beliau kok tetap semangat nderes itu lho,” tuturnya.

Pesantren ini, lanjut Kyai Musaddad, kini dikelola secara terbuka dan kolektif menyusul lahirnya sekolah formal yang diberi nama Madrasah Sirojul Anam setingkat Ibtidaiyah, Diniyyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.

Kedua lembaga tersebut berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Al-Bachrie. Selain itu, juga dibuka Pesantren Tahfidzul Qur’an Putri (PTQA) An-Nuur yang dikelola putri bungsu KH. Bachri, Nyai Hj. Isti’anah Wafiruddin Al-hafidzah.

Pesantren tahfidz ini lahir atas restu KH. Bachri yang pengelolaannya dipercayakan kepada putri bungsunya, Nyai Hj. Isti’anah Al-Hafidzah, yang bersuamikan KH. A. Wafiruddin Al-Hafidz asal Tuban Jawa Timur. Meski Kyai Wafir akhirnya menyusul Mbah Bachri tiga tahun silam, pesantren tahfidz ini tetap diminati para santri putri yang berasal dari berbagai daerah.

“Kini, sepeninggal adik ipar saya, madrasah pesantren ini praktis saya jalankan sendiri. Namun, ketika mengenang sosok ayah saya yang sangat bersahaja itu saya jadi termotivasi dan yakin mampu mengemban tugas berat ini,” ujar Kyai Musaddad.

4. Karomah
KH. Bachri dikenal memiliki ilmu kanuragan yang handal. Suatu ketika, beliau mau balik ke Pondok Pesantren Lasem bersama sahabat karibnya, KH. Abdullah Zawawi Kembang-Dukuhseti-Pati. Karena ketinggalan kereta api, lalu KH. Bachri mengajak temannya tersebut untuk berlari saja menuju pondok. Tentu saja KH. Zawawi tidak mampu berlari sejauh itu berjarak 60 Km. Tapi, KH. Zawawi akhirnya naik dokar tetap kalah dengan KH. Bachri sampai ke pondok,

Pada zaman Belanda, KH. Bachri disuruh menunggui rumah KH. Ma’shum. Pasalnya, KH. Ma’shum bersembunyi lantaran diburu oleh penjajah. Tentu saja, Kyai Bachri muda sam’an wa tha’atan mendengar titah sang guru. Lantas, keajaiban terjadilah, kedua opsir Belanda itu kemudian mengarahkan moncong bedilnya ke arah rumah KH. Ma’shum di mana santri bernama Kyai Bachri ini bersembunyi.

KH. Bachri dengan santainya lalu keluar menuju halaman. Yang aneh, para serdadu itu tidak mampu melukai beliau. Ketika ditanya siapa dari kelima anak KH. Bachri yang mewarisi ilmu kanuragan tersebut, kyai muda ini menjawab, “Saya sebetulnya waktu itu yang disuruh ayah mengamalkan wirid. Tapi, saya dulu malas baca yang begitu itu. Kini baru nyadar,” ujarnya sembari senyum simpul. Ujan Kyai Musaddad.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: NU Onlin

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya