Merajut Silaturrahmi dalam Secangkir Kopi Solong

 
Merajut Silaturrahmi dalam Secangkir Kopi Solong

LADUNI. ID, KOLOM- Terik matahari yang membakar bumi Kota Madani, ditambah nuansa politik yang diperankan kaum sarungan dengan isu
baca Al-Quran yang telah viral bahkan menasional tidak mengurangi semangat untuk mewarnai kebersamaan, politik itu bukanlah segalanya namun ukhuwah dan silaturrahmi lebih diutamakan. Biarkan politik itu bunga yang bersemi sebagai bumbu kehidupan.

Hiruk pikuk di sudut kota yang terkenal dengan kopi dengan merk Ulee Kareng. Kita tahu bahwa Kopi salah satu lambang kedamaian dan ukhuwah, kopi pahit itu pasti, menambah dengan ditambahin sedikit gula pun menjadi sempurna. Menikmati kopi itu sudah seperti kewajiban bagi penggila kopi seperti yang dilakoni sekelompok  masyarakat berbagai elemen.

Sore itu Warkop Solong Ulee Kareng didatangi sekompok aneuk muda bersarung berpeci, menempati meja yang di sekeliling kursi berwarna hijau yang merupakan warga surga. Obrolan ringan terus mewarnai meja yang dihadiri berbagai elemen termasuk kalangan akedimis dan lainnya.

Berbagai sudut nampak sibuk berbincang dengan penuh keakraban dan semangat, Warkop legendaris itu tidak pernah sunyi dan sepi depan dan belakang warga memenuhi warkop tersebut. Turis asing alias bulee juga mangkal di warkop yang terletak di depan Mesjid Kota Ulee Kareng.

Suasana makin hangat kala datang doktor jebolan eropa, canda dan tawa kerap menghiasi percakapan ringan. Sesekali  gaya Kloh-kloh jentriknya menemani jamaah warkop tersebut. Frekwensi senyum kian membara.

Kopi memang selalu menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Sebagai sebuah ruang di tengah tumbuhnya kota, sang rumah kopi alias Warung Kopi ikut hadir dalam membangun ruang-ruang publik dan memfasilitasi terjadinya transaki ide, karya dan tumbuhnya komunitas-komunitas.

Keberadaan kopi sebagai sebuah produk, kopi berkawan dengan individu yang menyajikan beragam metode pasca panen, roasting, brewing, beragam roasted beans dari berbagai macam daerah dan lainnya, selain dilihat sebagai sebuah produk, kopi Juga berkawan dengan individu-individu penikmat kopi, penyeduh kopi itu sendiri, hingga lahirnya gagasan kolektif terkait kopi itu sendiri, seperti ide "Meunasah Warkop", Dayah Warkop", Dayah Kupie yang kini sedang dikembangkan oleh salah seorang pengusaha sukses Aceh negeri seberang di kawasan Aceh Utara.

Beragam fenomena terkupas dalam secangkir kopi mencari solusi dan menebarkan program pengembangan SDM, islah diantara yang bermasalah termasuk “serangan” fajar mendelete status hidupnya dan beragam nuansa problematika lainnya termasuk politik juga sang kopi punya cara dan wacananya dalam menggarap secercah harapan.

Beranjak dari itu memang kopi sosok pemersatu dan meraut yang hilang atau dalam bahasa kerennya Kopi itu Kompak, persahabatan dan sehati (KOPI). Indahnya  kebersamaan bersama secangkir kopi. Mengisi hari penuh dengan menebar kebahagiaan adalah harapan setiap manusia. Meski hidup kadang seperti kopi, pahit tanpa gula.

Bersyukur itu harus agar kita lebih bisa menikmati hidup, meski terkadang itu terasa sulit. Karena uang bukan segala galanya namun segala galanya membutuhkan uang, meski itu pun tak menjamin manisnya hidup. Intinya, pahit manis itu kita yang tentukan. Pandai-pandailah bersyukur agar lebih memaknai nikmat dan esensi kehidupan.
Politik itu fatamorgana kehidupan biarkan berjalan dalam irama ukhuwah, mari kita kokohkan silaturrahmi dan persaudaraan menyongsong hari esok yang lebih baik.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe