Biografi Pangeran Benawa I (Sayyid Abdul Halim) Sultan Pajang ke III

 
Biografi Pangeran Benawa I (Sayyid Abdul Halim) Sultan Pajang ke III

Daftar Isi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Pangeran Benawa I
1.3  Nasab Pangeran Benawa I
1.4  Wafat

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Pangeran Benawa I  

2.1  Guru-guru Pangeran Benawa I

3.  Penerus Pangeran Benawa I

3.1  Anak-Anak Pangeran Benawa I

3.2  Murid-murid Pangeran Benawa I

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Pangeran Benawa I

5.  Keteladanan Pangeran Benawa I

6.  Referensi

 

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Pangeran Benawa I adalah putra dari Sultan Hadiwijaya atau yang lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Beliau Lahir sekitar tahun 1540 an. Ibu beliau Ratu Mas Cempaka adalah putri dari Sultan Trenggono.

1.2 Riwayat Keluarga Pangeran Benawa I

Beliau dikaruniai putra yaitu:

  1. Dyah Ayu Banowati istri Raden Mas Jolang putra Sutawijaya yang kelak melahirkan Sultan Agung, Raja terbesar Mataram.
  2. Pangeran Radin yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, Pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta

1.3 Nasab Pangeran Benawa I

Jika diambil dari garis keturunan Ayah beliau masih keturunan Rasulullah SAW silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti
  3. Al-Imam Al-Husain bin
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq bin
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
  11. As-Sayyid Ubaidillah bin
  12. As-Sayyid Alwi bin
  13. As-Sayyid Muhammad bin
  14. As-Sayyid Alwi bin
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
  19. As-Sayyid Abdullah bin
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin bin
  22. Sayyid Muhammad Kabungsuan atau Pangeran Handayaningrat atau Jaka Sengara, berputra:
  23. Kyai Ageng Pengging atau Raden Kebo Kenongo
  24. Raden Mas Karebet atau Joko Tingkir
  25. Pangeran Benowo

Jika diambil dari garis keturunan Kakek Sultan Trenggono dari pihak Ibu beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW dengan silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro
  22. As-Sayyid Ibrahim Asmoroqondi
  23. As-Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel
  24. Dewi Murtasimah atau Asyiqah Istri Raden Patah
  25. Sultan Trenggono
  26. Ratu Mas Kencana
  27. Pangeran Benawa I

Jika diambil dari garis keturunan Nenek Istri Sultan Trenggono beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW dengan silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Ali Nuruddin
  22. As-Sayyid Maulana Mansur
  23. Ahmad Sahuri atau Raden Sahur atau Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban ke-8)
  24. Sunan Kalijaga atau Raden Said
  25. Ratu Pembayun istri Sultan Trenggono
  26. Ratu Mas Cempaka
  27. Pangeran Benawa I

1.4 Wafat

Pangeran Benawa I wafat sekitar tahun 1612 M dan dimakamkan di kompleks makam Desa Pakuncen, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. sekitar dua kilometer dari kompleks makam Pekuncen, terdapat sebuah goa yang dinamakan Goa Pekukulan dimana Pangeran Benawa bertapa.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Pangeran Benawa I

Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya

2.1 Guru-guru Pangeran Benawa I 

  1. Mas Karebet atau Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya
  2. Sunan Kalijaga

3  Penerus Pangeran Benawa I 

3.1 Anak-anak Pangeran Benawa I

  1. Dyah Ayu Banowati istri Raden Mas Jolang putra Sutawijaya
  2. Pangeran Radin 

3.2 Murid-murid Pangeran Benawa I

  1. Kyai Bahu
  2. Kyai Wiro

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Pangeran Benawa I

Semenjak kecil beliau dididik dan dibimbing oleh ayahanda Sultan Hadiwijaya dan kakek beliau Sunan Kalijaga. Semenjak dari kecil sudah terlihat bakat keinginan beliau di bidang Agama, oleh karenanya beliau tidak begitu tertarik dengan Olah kanuragan dan Ketatanegaraan. Beliau  dari kecil selalu belajar bersama-sama dengan Raden Sutawijaya yang diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya. Di karenakan beliau adalah putra pewaris dari kesultanan Pajang maka diharuskan untuk mempelajari semuanya bidang Ilmu Pengetahuan dengan serius. Bahkan beliau paling gemar mengikuti kakeknya Sunan Kalijaga ketika sedang melakukan perjalanan dakwah di suatu daerah dan suka membagikan makanan ataupun uang kepada warga Pajang yang tidak mampu. Hal tersebut sangat didukung oleh kedua orang tuanya. Ketika  menginjak dewasa beliau diperintah menjadi Adipati Jipang yang sudah lama terjadi kekosongan setelah ditinggal oleh Adipati terdahulu Arya Penangsang. Dan beliau melaksanakan pemerintahan sambil melanjutkan dakwah yang dilakukan oleh kakeknya Sunan Kalijaga.

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. beliau pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara. Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad bergegas mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri. Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya.


Ketika Sultan Hadiwijaya mangkat Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta tetapi kekuasaan tersebut diambil alih oleh kakak iparnya, yaitu Pangeran Arya Pangiri adipati Demak. Pangeran Benawa menerima keadaan tersebut dan tidak mau terjadi perpecahan dalam kesultanan Pajang. Kemudian beliau melanjutkan tugasnya menjadi Adipati Jipang Panolan. Pemerintahan pada masa Pangeran Arya Pangiri banyak terjadi pergolakan. Arya Pangiri berambisi ingin mengembalikan kejayaan Demak seperti dahulu kala. Dikarenakan pada waktu beliau menjabat banyak mengambil para pejabat dari Demak untuk menetap di Pajang serta memindahkan banyak orang dari Demak. Untuk daerah permukiman diambilkan sepertiga dari tanah penduduk pribumi. Pangkat orang-orang dari Demak pun dinaikkan satu tingkat. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi keluar dari Pajang. Penduduk dan para pejabat Pajang yang kehilangan tanah dan pangkat tersebut mulai menggerutu dan mulai melakukan pemberontakan.  Beberapa orang di antara mereka bahkan pindah ke Jipang dan Mataram. 

Banyak dari Penduduk dan pejabat yang berpindah ke Jipang menceritakan tentang perbuatan Pangeran Arya Pangiri yang semena-mena terhadap mereka dan membuat Pangeran Benawa yang ada di Jipang merasa sedih sekali, hingga membuat beliau makan serta tidur sedikit saja. Pada suatu malam ketika sedang tidur di bawah pinggiran kediaman beliau bermimpi ditemui mendiang ayahnya Sultan Hadiwijaya, yang memerintahkannya agar meminta bantuan dari Senapati untuk mengambil kembali tahta di Kesultanan Pajang.Keesokan harinya Pangeran Benawa mengirimkan utusan ke Mataram (dan mengharap kedatangan Senapati di Jipang). Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Semenjak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya. Namun beliau menjabat hanya berjalan satu tahun. Dikarenakan Pangeran Benawa lebih nyaman untuk dakwah menyebarkan Agama Islam meneruskan perjuangan kakeknya Sunan Kalijaga. daripada menjadi Sultan. Akhirnya jabatannya diserahkan kepada Pangeran Gagak Baning atau Pangeran Benawa II adik Sultan Sutawijaya. 

Diceritakan setelah melepaskan jabatannya sebagai Sultan Pajang beliau pergi ke Sedayu Jawa Timur kemudian menuju ke Barat dan sampai di Hutan Kukulan daerah Kendal bersama para pengiringnya, Kyai Bahu, Kyai Wiro dan dua lagi tidak diceritakan namanya.Selama di hutan itu Pangeran Benawa merasakan sejuk hatinya melihat padang yang luas, sedang tanahnya baik dan rata. Hanya sayang tempat itu tidak ada sungai. Pangeran Benawa memberitahukan kepada sahabatnya tentang tidak adanya sungai itu, dan mereka mengatakan memang sebaiknya Pangeran Benawa membuat sungai. Kyai Bahu dan Kyai Wiro diperintahkan memotong jalur sungai di dekat tempat itu hingga airnya bisa mengalir ke hutan dan menyenangkan hati mereka yang bermaksud bertempat tinggal di kawasan itu. Pangeran Benawa bersama empat sahabatnya pergi ke sungai lotud. mereka menjumpai tempat yang agak datar dan memudahkan aliran air. Kemudian Pangeran Benawa memotong jalur sungai tersebut dengan menggunakan tongkat. Aliran sungai itu mengalir ke arah timur laut sampai di hutan yang akan dijadikan pemukiman mereka.

Waktu itu sudah masuk waktu subuh. Pangeran Benawa bermaksud berhenti di tempat itu untuk melakukan sholat subuh. Adzan subuh dilakukan sendiri oleh Pangeran Benawa mendengar ada suara yang menjawab adzan yang diucapkan. Suara itu datang dari lurus arah timur tempat Pangeran Benawa melaksanakan sholat subuh. Peristiwa aneh tersebut disampaikan pada keempat sahabatnya. Oleh Pangeran Benawa kemudian diperintahkan kepada para sahabatnya untuk mencari dimana asal suara yang menjawab adzannya. Namun mereka tidak menemukan apa-apa, hanya tiga buah makam dan ketiganya bernisan batu. Sayangnya dalam Babad Tanah Jawi tidak menyebut tiga makam itu milik siapa. Pangeran Benawa memeriksa ketiga makam itu secara teliti. Sedang di sebelahnya adalah sebuah pohon besar yang sudah berlubang, yang disebutnya pohon kendal. Kyai Bahu dan Kyai Wiro serta dua rekannya diperintahkan oleh Pangeran Benawa agar tinggal di hutan itu dan membuatnya menjadi tempat pemukiman. Desa itu kemudian diberi nama Desa Kendal.

Sedangkan Pangeran Benawa bermaksud tinggal di hutan sebelah selatan yang letaknya berdekatan dengan potongan jalur sungai. beliau berjalan ke arah selatan dengan diikuti oleh tiga sahabatnya, karena Kyai Bahu diperintahkan untuk tinggal di tempat yang baru dibuka itu. Sampai di hutan Tegalayang, Pangeran Benawa berhenti untk bertapa ngluwat, bertapa dengan mengubur dirinya dalam sebuah lubang. Lubang dipersiapkan oleh ketiga sahabatnya, dan selanjutnya Pangeran Benawa masuk di dalamnya, dan ketiga sahabatnya agar menutupnya. Sebelumnya dipesankan oleh Pangeran Benawa, bila sudah mencapai empatpuluh hari, maka lubang itu diminta untuk dibuka.

Setelah beberapa bulan, datang dua utusan dari Mataram sambil membawa surat dari Panembahan Senopati yang akan diberikan kepada Pangeran Benawa, namun tidak dijumpai di tempat tersebut. Sebaliknya, mereka hanya bertemu dengan seorang pande besi yang berdiam di hutan itu namanya Kyai Jebeng Pegandon. Kedua utusan itu mengira bahwa pande besi itu adalah Pangeran Benawa, maka disampaikan surat itu kepadanya sambil memberitahukan bahwa Pangeran Benawa diundang oleh Panembahan Senopati. Karena merasa dirinya bukan Pangeran Benawa, maka Kyai Jebeng Pegandon si tukang besi itu menjawab:
 “Bawalah pulang surat itu. Aku tidak mau diundang, dan lagi pula aku tidak mau mengabdi pada raja”.
Kedua utusan itu pulang dan memberi laporan kepada Panembahan Senopati bahwa Pangeran tidak mau. Dan oleh Panembahan Senopati memang dua utusan tersebut telah keliru. Maka mereka diperintahkan kembali ke hutan mencari Pangeran Benawa di sebelah selatan hutan itu. Di samping itu juga mereka diperintahkan mendatangi lagi Kyai Jebeng Pegandon si pande besi sambil membawa wedhung panelasan (pisau raut besar bersarung untuk menghabisi nyawa seseorang) untuk memancung leher pande besi tersebut.

Akhirnya kedua utusan tadi sampai di hutan Tegalayang dan mereka bertemu dengan ketiga sahabat Pangeran Benawa yang sedang menunggui lubang tempat bertapa Pangeran Benawa. Kedua utusan tadi menanyakan keberadaan Pangeran Benawa. Oleh Kyai Wiro, dijelaskan bahwa Pangeran Benawa sedang bertapa ngluwat baru sebulan lebih empat hari. Oleh Kyai Wiro disarankan memang sebaiknya kedua utusan itu bersabar dan mau menunggu karena bertapanya hanya tingga enam hari lagi. Dan sebagaimana pesan Pangeran Benawa, pertapaannya dibuka kembali setelah masa empat puluh hari oleh Kyai Wiro. Alangkah terkejut, ketika lubang terbuka ternyata Pangeran Benawa tidak ada di tempat, lubang itu kosong. Setelah kesana kemari dicari akhirnya Pangeran Benawa dijumpai sedang duduk tafakur menghadap ke arah barat.

Setelah meminta izin sowan, Kyai Wiro menyampaikan ada utusan dari Mataram, kemudian Pangeran Benawa mempersilahkan untuk bertemu dengannya. Maka kedua utusan itu menghaturkan surat dari Panembahan Senopati. Surat diterima dan dibaca, ternyata isinya Pangeran Benawa diminta untuk datang ke Mataram. Adapun sebabnya, yang pertama kakandanya rindu, dan yang kedua, apa saja kehendak Pangeran Benawa akan dituruti Panembahan Senopati. Pangeran Benawa menolak. “Aku tidak mau ke Mataram Jika kakanda Senopati mempunyai kehendak apapun, aku wakilkan kepada Kyai Bahu saja. Kakanda tidak usah membuat surat lagi”. Kemudian Kyai Bahu dibawakan kepada kedua utusan tersebut ke Mataram.

Pangeran Benawa selanjutnya tinggal di hutan/gunung Kukulan. Akan tetapi selang beberapa hari ia pergi dari tempat itu ke arah utara, mencari tempat tinggal yang lebih baik. Akhirnya ia menjumpai tempat yang bagus, berada di pinggir sungai. Bersama ketiga sahabatnya, Pangeran Benawa tinggal di tempat itu. Tidak lama kemudian banyak orang berdatangan ingin bertempat tinggal dan belajar kepadanya. Tempat itu kemudian menjadi desa, diberi nama Desa Parakan (amargi kathah tiyang ingkang sami dateng umarak ing Kanjeng Pangeran/karena banyak orang yang datang dan menghadap Kanjen Pangeran).
Setelah sampai di keraton Mataram, Kyai Bahu menerima tugas dari Panembahan Senopati agar usahanya membuka hutan dan tanah serta membuat tempat pemukiman di kawasan hutan Kendal supaya dilanjutkan menjadi suatu negeri, sedang penghasilannya diserahkan kepada Pangeran Benawa. Di samping itu Pangeran Benawa diangkat derajatnya oleh Panembahan Senopati dengan nama Susuhunan Parakan. Sedangkan Kyai Bahu diberi nama kehormatan Kyai Ngabehi Bahurekso.

Di desa itu ada masjid peninggalannya, ada sumur dan bahkan ada sebuah genthong yang konon katanya berasal dari Demak, namanya Genthong Puteri. Diceritakan juga bahwa genthong itu semula satu pasang, yang berarti ada dua buah, dimana yang satu tetap berada di Demak. Konon kedatangan genthong itu datang sendiri dari Demak lewat sungai dengan dikawal oelh seekor kerbau, yang diberi nama “Kebo Londoh”, yaitu jenis kerbau yang kulitnya putih. Orang Jawa menyebutnya “Kebo Bule”.

Genthong itu sekarang ditanam di (serambi) bagian selatan masjid, dan hanya mulut genthongnya yang kelihatan. Genthong itu diyakini sebagai satu kesatuan dengan sumur yang ada di sebelah selatan masjid. Oleh masyarakat, air sumur itu bisa sebagai sarana pengobatan, dan hal itu sudah banyak yang membuktikan. Caranya, air dari sumur dimasukkan ke dalam genthong puteri dan dari genthong itulah diambil airnya. Makam Pangeran Benawa berada di belakang masjid Pakuncen.

5   Keteladanan Pangeran Benawa I

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati . beliau meskipun pewaris sah dari Kesultanan Pajang akan tetapi tidak berambisi untuk meneruskan jabatan dari ayahandanya Sultan Hadiwijaya untuk menjadi Sultan Pajang yang berikutnya. Sedari kecil sudah terlihat bahwa beliau sangat berminat untuk menekuni Ilmu agama yang diajarkan oleh kakeknya yaitu Sunan Kalijaga. Bahkan ketika ayahnya wafat dan kekuasaannya direbut oleh kakak iparnya beliau tidak mempermasalahkan demi menjaga keutuhan kekerabatan di Kesultanan Pajang. Dan akhirnya beliau tetap melanjutkan tugas sebelumnya menjadi Bupati Jipang.

Karena didikan dari kakeknya Sunan Kalijaga dan ketekunan beliau dalam mendalami ilmu Agama, beliau lebih memilih untuk melanjutkan perjuangan kakeknya untuk menyebarkan Agama Islam ke pelosok Nusantara dan meninggalkan jabatannya sebagai Sultan Pajang yang ke III. Beliau dengan sabar dan istiqomah melakukan perjalanan untuk menyebarkan dakwah yang dibantu oleh para sahabat setianya yang juga menjadi muridnya. Berdasarkan Ajaran dari kakeknya Sunan Kalijaga maka beliau mengajarkan Agama Islam tanpa menggunakan paksaan. Akhirnya Pangeran Benawa tinggal di hutan/gunung Kukulan. Akan tetapi selang beberapa hari beliau pergi dari tempat itu ke arah utara, mencari tempat tinggal yang lebih baikdan dijumpai tempat yang bagus, berada di pinggir sungai. Bersama ketiga sahabatnya, Pangeran Benawa tinggal di tempat itu. Tidak lama kemudian banyak orang berdatangan ingin bertempat tinggal dan belajar kepadanya. Tempat itu kemudian menjadi desa, diberi nama Desa Parakan (karena banyak orang yang berduyun-duyun(parak) datang dan menghadap  Kanjeng Pangeran Benawa).

.6   Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. The History of Javanese Kings-Kisah Raja-Raja Jawa. Purwadi. (Jogjakarta : Ragam Media)
  4. Aji, Krisna Bayu dan Sri Wintala Achmad. Sejarah Raja-raja Jawa: Dari Mataram Kuno Hingga Mataram Islam. Yogyakarta: Araska. 2014.
  5. Florida, Nancy K. Menyurat Yang Silam Menggurat Yang Menjelang (analisis Serat Jaka Tingkir). terj. Revianto B. Santosa. Yogyakarta: Bentang Budaya. 2003.
  6. Graaf, H.J.  De, dan Th. G. Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Di Jawa: Peralihan Dari Majapahit ke Mataram. terj. Javanologi. Jakarta: Graffiti Press. 1985.
  7. Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati. terj. Javanologi. Jakarta: Graffiti Press. 1985.
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya