Teori Interogasi Nabi Sulaiman yang Mengilhami Keadilan dalam Memutuskan Perkara Hukum di Zaman Modern

 
Teori Interogasi Nabi Sulaiman yang Mengilhami Keadilan dalam Memutuskan Perkara Hukum di Zaman Modern
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Allah SWT berfirman:

وَدَاوٗدَ وَسُلَيْمٰنَ اِذْ يَحْكُمٰنِ فِى الْحَرْثِ اِذْ نَفَشَتْ فِيْهِ غَنَمُ الْقَوْمِۚ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شٰهِدِيْنَ ۖ

“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.” (QS. Al-Anbiya’: 78)

فَفَهَّمْنٰهَا سُلَيْمٰنَۚ وَكُلًّا اٰتَيْنَا حُكْمًا وَّعِلْمًاۖ وَّسَخَّرْنَا مَعَ دَاوٗدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَۗ وَكُنَّا فٰعِلِيْنَ

“Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.” (QS. Al-Anbiya’: 79)

Dalam Surat Al-Anbiya ayat 78 di atas menjadi bukti kecerdikan Nabi Sulaiman yang dapat melampaui Nabi Daud dalam merumuskan sebuah masalah yang terjadi pada lingkungannya. Penafsiran terkait dengan hal tersebut berasal dari riwayat Ibnu Abbas yang kemudian dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Hal ini berawal pada suatu malam ditemukan sekelompok domba yang merusak tanaman milik seorang petani, kemudian terjadilah sengketa yang agak panas antara si pemilik domba dengan si pemilik tanaman padi. Perdebatan tersebut kemudian dibawa kepada Nabi Daud untuk mendapat peradilan.

Nabi Daud berdasarkan analisisnya lalu memutuskan bahwa domba-domba tersebut harus diserahkan kepada si pemilik tanaman, sebab harga domba tersebut sama dengan harga tanaman yang telah dirusaknya. Mendengar keputusan tersebut, Nabi Sulaiman merasa ada yang kurang tepat dan kurang adil. Ketika Nabi Sulaiman mengambil alih peradilan tersebut, ia memutuskan agar sebaiknya domba itu diserahkan kepada pemilik tanaman sehingga ia dapat mengambil manfaat dari susunya. Sementara kebun tersebut diserahkan kepada pemilik domba untuk diolah sendiri. Pandangan Sulaiman ini lebih akurat dalam mempertimbangkan keadilan.

Pandangan berbeda antara seorang anak dan seorang bapak itu meliputi pengertian bahwa Nabi Daud lebih melihat letak kerusakannya pada tanaman, yang dinilainya sama dengan harga domba tersebut, hingga domba tersebut dinilai pantas untuk diserahkan sepenuhnya terhadap pemilik tanaman. Sedangkan Nabi Sulaiman menitik-beratkan pandangannya terhadap manfaat yang terkandung dalam tanaman tersebut dan manfaat yang terdapat dalam susu domba tersebut, maka ia mengambil keputusan sebagaimana dijelaskan di atas. Namun yang perlu diketahui adalah, bahwa keduanya melahirkan pandangan yang berbeda karena perbedaan ijtihad dan bukan wahyu.

Kemudian pada ayat selanjutnya (QS. Al-Anbiya’ ayat 79) menekankan sisi perbedaan yang mendukung terhadap superioritas intelektual yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman melebihi bapaknya, Nabi Daud. Menurut Gus Baha’, hal tersebut ditandai pada kalimat fafahhamna yang oleh Allah bahwa Nabi Sulaiman ini diberikan kecerdikan atau pemahaman yang melampaui Nabi Daud dalam memutuskan sebuah perkara.

Selain kasus di atas, terdapat kasus lain yang menggambarkan kebijakan Nabi Sulaiman melebihi nilai rata-rata padangan orang lain, bahkan oleh Gus Baha’ teori tersebut dinilai telah mengilhami konsensus hukum di dunia hingga sekarang. Misal dalam sebuah cerita perihal seorang gadis cantik yang mengaku telah diperkosa tiga orang tokoh di kampungnya. Gadis ini kemudian melaporkan kasus ini kepada Nabi Daud agar dapat mendapat keadilan, namun persaksian gadis tersebut ditolak oleh Nabi Daud setelah tiga orang tokoh mengaku tidak pernah melakukan hal demikian, bahkan ironisnya tiga tokoh tersebut mengaku telah menyaksikan gadis itu sebenarnya diperkosa oleh seekor anjing di kampungnya.

Berbeda dengan sikap ayahnya, melihat permasalahan rumit tersebut, Nabi Sulaiman yakin telah terjadi ketidakadilan terhadap gadis tersebut. Oleh karena itu, Nabi Sulaiman meminta izin untuk lebih dalam menganalisis problem tersebut dengan cara menginterogasi secara personal. Interogasi tersebut dilaksanakan dengan cara menghadirkan semua tokoh tersebut dengan tempat yang berbeda. Kemudian Sulaiman bertanya dengan dua cara. Cara pertama menanyakan apakah gadis tersebut benar-benar diperkosa oleh seekor anjing, dan pertanyaan pertama ini dijawab dengan sepakat dengan kata ‘iya’.

Namun berbeda hasilnya dengan cara yang kedua. Pertanyaan kedua ternyata melahirkan asumsi yang berbeda. Misal apa warna anjing yang dilihat ketika memperkosa gadis tersebut. Karena interogasi ini dilakukan dengan tempat yang berbeda-beda dari masing-masing pelaku, tentu akan susah mengelak. Para pelaku dalam pertanyaan ini terpecah terhadap beberapa warna, misalnya tokoh pertama menjawab dengan warna hitam, tokoh kedua dengan putih, dan tokoh ketiga dengan kemerah-merahan.

Setelah Nabi Sulaiman melihat perbedaan jawaban dari masing-masing tokoh tersebut, justru kemudian menimbulkan keraguan dengan persaksian mereka. Akhirnya oleh Nabi Sulaiman, tiga tokoh tersebut dihadirkan dalam satu tempat yang sama, ketika pertanyaan pertama secara serentak menjawab dengan ‘iya’ bahwa mereka melihat gadis tersebut diperkosa anjing. Namun pada pertanyaan kedua, justru membuat mereka kebingungan, sebab masing-masing memiliki jawaban berbeda.

Berangkat dari teori dan interogasi tersebut, akhirnya Nabi Sulaiman memutuskan dan menetapkan bahwa gadis tersebut tidaklah bersalah dan berhak menerima keadilan. Sedangkan tiga orang laki-laki itu ditetapkan sebagai tersangka karena telah berbohong dan menjadi pelaku di balik pemerkosaan tersebut.

Kisah di atas disebut Gus Baha’ sebagai teori yang sangat ampuh dan banyak mengilhami para hakim di masa kini. Bahwa interogasi yang baik adalah yang dilakukan secara personal, sebab jika dilakukan secara kolektif dengan para tersangka maka akan memungkinkan bersepakat untuk melakukan kebohongan. Allahu A’lam. []


Sumber: Tulisan ini merupakan catatan yang diolah dan dikembangkan dari pengajian KH. Bahauddin Nursalim. Tim redaksi bertanggungjawab sepenuhnya atas uraian dan narasi di dalam tulisan ini.

___________

Penulis: Kholaf Al-Muntadar

Editor: Hakim