Biografi Syekh Armia bin Kyai Kurdi, Pendiri Pondok Pesantren Attauhidiyyah, Cikura Bojong Tegal

 
Biografi Syekh Armia bin Kyai Kurdi, Pendiri Pondok Pesantren Attauhidiyyah, Cikura Bojong Tegal

Daftar Isi Biografi Syekh Armia Bin Kyai Kurdi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru Beliau
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan Pesantren
4.    Karomah Beliau
5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Syekh Armia merupakan putra bungsu dari Kyai Kurdi. Kakek beliau dikenal dengan nama Mbah Suraprana, tokoh yang dikenal kewaskitaannya. Sebelum beliau lahir, kakek beliau sudah pernah mengatakan kalau putra bungsu dari Kyai Kurdi ini kelak akan menjadi seorang tokoh besar dalam hal keilmuan dan kewalian.

1.1  Lahir
Syekh Armia lahir di Desa Cikura Kec. Bojong Kab. Tegal, dusun kecil yang berada di tengah hutan pegunungan lereng gunung Slamet sekitar tahun 1830-an. Tidak lama setelah kelahiran beliau, bapak beliau Kyai Kurdi wafat. Jadilah Kyai Armia anak bungsu yang yatim.

1.2 Riwayat Keluarga
Syekh Armia menikah dengan Nyai Aliyah. Dalam kehidupan rumah tangganya serba pas-pasan, tidak muluk-muluk. Padahal beliau adalah seorang kyai terkenal.

Menurut salah satu riwayat beliau baru berkenan menikah apabila sudah mendapat perintah dari Rasulullah SAW dan dipilihkan pasangan beliau.

1.3 Wafat
Syekh Armia wafat pada hari Rabu, 1 Mei 1935 atau bertepatan dengan 27 Muharram 1354. Beliau wafat meninggalkan putra putri yang kemudian melanjutkan perjuangan membina umat Islam. Diantara putra putri beliau:

  1. Kyai Sa'id,
  2. Kyai Abdul Khaliq,
  3. Kyai Sanadi,
  4. Nyai Aminah,
  5. Kyai Rois.

Baca Juga: Ziarah di Makam Syekh Armia bin Kyai Kurdi, Pendiri Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Tegal

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Menurut salah satu riwayat, tempat pertama yang beliau singgahi adalah:

  1. Kesuben - Lebaksiu, Tegal,
  2. Sumpyuh – Banyumas,
  3. Tegal Gubug – Cirebon,
  4. Lemah Duwur - Tegal.

Di dua tempat terakhir beliau menimba ilmu kepada sosok ulama yang keduanya bernama Kyai Anwar.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa beliau menimba ilmu dari banyak guru yang tak terhitung jumlahnya, namun kebanyakan adalah wali mastur (ditutup/tidak nampak kewaliannya). Dalam belajar, setelah dirasa cukup oleh guru beliau maka beliau selalu diantarkan menuju ke guru yang lain dan terus berlanjut demikian.

Syekh Armia kembali ke kampung halaman setelah pencarian ilmu ketika usia beliau mencapai 60-an tahun.

2.1 Guru Beliau
Kyai Anwar

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Ada cerita bahwa semasa kecil Syekh Armia tinggal bersama paman dan bibi beliau. Kegiatan sehari-hari beliau mencari rumput dan kayu bakar di hutan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal itu terus berlanjut sampai beliau dewasa.

Suatu hari di kala sedang mencari rumput dan kayu bakar di tengah hutan, beliau mendengar suara lantunan ayat suci Al Qur'an. Setelah didekati ternyata suara itu berasal dari seorang laki-laki yang sedang duduk di atas batu. Dengan tenang beliau lama terdiam menikmati keindahan lantunan ayat-ayat suci itu.

Dari pengalaman itu muncullah keinginan dalam hati beliau untuk menuntut ilmu agama. Setelah membicarakan dengan paman dan bibi beliau akhirnya diputuskanlah kalau beliau akan berangkat mondok dan mencari ilmu.

3.1 Mendirikan Pesantren
Perjuangan Syekh Armia dalam penyebaran Islam tidak diragukan lagi. Selain mendirikan masjid di desa Cikura, yang menjadi cikal bakal sebagai pusat peribadatan dan pengembangan keilmuan, beliau juga mendatangi pelosok-pelosok kampung untuk mengajarkan ilmu agama.

Dengan berjalan kaki beliau masuk keluar hutan demi membina umat Islam di wilayah Tegal dan Pemalang bagian selatan. Terbukti sampai saat ini di banyak desa yang terhitung tidak dekat dengan Cikura masih mengakui bahwa penghidup Islam disana adalah Syekh Armia.

Disamping itu Syekh Armia juga meninggalkan pondok pesantren yang beliau dirikan dengan nama Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah yang masih terus berkembang hingga saat ini di bawah asuhan cucu beliau KH. Ahmad Sa'idi dan KH. Muhammad Hasani.

4. Karomah Beliau
Syekh Armia memang bukanlah orang biasa, bukti cukup jelas adalah ketika setelah kewafatan beliau dalam jarak beberapa waktu. Bermula pada cerita seorang habib Abdullah Al-Habsyi dari Pasuruan Jawa Timur, yang melihat pancaran cahaya di ufuk barat yang menjulang tinggi ke langit, sang habib pun penasaran, cahaya apakah itu? Tanya habib dalam hati.

Kemudian sang habib dengan hati penasaran dan keingintahuan yang tinggi, beliau memutuskan untuk mencari sumber cahaya itu, akhirnya beliau melakukan rihlah atau perjalanan dari tempat satu ke tempat lain, dari kota satu ke kota lain hingga akhirnya sampailah beliau di desa terpencil di balik bukit-bukit di antara lebatnya hutan, yaitu Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. 

Sesampainya beliau disana beliau kaget serta tercengang ternyata pancaran cahaya yang dilihatnya itu bukanlah pancaran cahaya sebuah lampu melainkan pancaran cahaya yang terpancar keluar dari sebuah makam kramat.

Akhirnya beliaupun bertanya pada warga sekitar tentang siapakah yang terdapat dalam makam Kramat ini? Dijawab beliau adalah Syekh KH. Armia, akhirnya beliaupun berziarah pada makam tersebut hingga diberi pertolongan oleh Allah SWT untuk bisa berbincang-bincang dengan sahibul maqom, terjadilah tanya jawab antara sohibul maqam dan sang habib. 

“Assalamu’alikum wahai sahibul maqam, siapakah anda?” Tanya habib, sang Kyai menjawab “Wa’alaikum salam warahmatullah, saya Armia. Anda siapa?” “Saya Abdullah Al-Habsyi dari Pasuruan Jawa Timur, saya datang kemari karena melihat sebuah pancaran cahaya yang sangat terang di ufuk barat yang ternyata cahaya itu berasal dari disini,” jawab habib. Kemudian sang habib kembali bertanya “Mengapa makam sang Kyai tersebut bercahaya? Amalan apa yang anda lakukan sehingga memiliki kedudukan seperti ini”.

Setelah lama waktu berjalan akhirnya sang habib mendapatkan jawaban yang cukup puas, kendati demikian sang habib tetap penasaran akan jawaban tersebut, jawabannya adalah bahwa sang Kyai mendapatkan derajat seperti ini karena kegigihannya mengajari bab Thaharah (sesuci) pada masyarakat, juga tentang ilmu-ilmu syarat/rukun shalat serta mengajarkan ilmu tauhidnya Al-Imam As-Sanusi. 

Setelah itu sang habib memohon kepada sang Kyai agar beliau berkenan mengajari ilmu-ilmu yang dimaksud oleh Kyai itu pada sang habib. Tetapi sang Kyai menjawab bahwa beliau itu telah istirahat, malah beliau menyuruh habib tersebut untuk mendatangi putra beliau KH. Said di Giren. Diijabahilah saran sang Kyai oleh habib tersebut.

Setelah beberapa waktu kemudian pergilah sang habib ke rumah KH. Sa’id di Giren, sesampainya beliau disana beliau menceritakan tentang semua kejadian yang telah beliau alami hingga perjalanannya sampai ke Giren, kemudian sang habib meminta kepada KH. Said agar supaya makam Syekh KH. Armia atau ayahanda beliau di hauli setiap tahun karena beliau ini kekasih Allah (seorang wali).

Maka dari itu pada setiap tanggal 27 Muharram haul Syekh KH. Armia diadakan di Desa Cikura. Kendati demikian acara haul yang sudah dilaksanakan sejak puluhan tahun yang lalu hingga sekarang semakin banyak dikunjungi oleh banyak orang, baik dari dalam maupun luar kota, serta dari dalam maupun luar negeri, baik tamu sipil maupun sifatnya kenegaraan, pengunjung yang asalnya ratusan hingga sekarang di setiap acara khaul tersebut dihadiri lebih dari puluhan ribu pengunjung. 

5. Referensi
NU Online Jateng / jateng.nu.or.id

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya