Tahun 656-661 M: Jejak Peradaban Dunia di Masa Kekhalifahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib

 
Tahun 656-661 M: Jejak Peradaban Dunia di Masa Kekhalifahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Laduni.ID, Jakarta - Peristiwa sejarah yang terjadi antara tahun 656 hingga 661 M, memiliki pengaruh besar dalam pengembangan peradaban dunia pada masa itu. Dalam periode ini, berbagai peristiwa penting terjadi dan mempengaruhi jalannya sejarah. Salah satu peristiwa yang mencolok adalah syahidnya Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 656 M. Kejadian ini menjadi awal mula konflik politik dan kekacauan dalam pemerintahan Islam. Dalam keadaan tersebut, Sayyidina Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai Khalifah selanjutnya hingga tahun 661 M, meskipun awalnya beliau menolak, pada akhirnya Sayyidina Ali bin Thalib menerima status khalifah tersebut.

Di akhir masa pemerintahannya, Khalifah Ali dibunuh oleh orang Khawarij. Peristiwa syahidnya Khalifah Ali ini merupakan akhir dari masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan menandai terpecahnya persatuan umat Muslim, sehingga muncul kelompok-kelompok yang saling bersaing.

Selain dua peristiwa penting di atas, periode ini juga menyaksikan beberapa peristiwa bersejarah di wilayah-wilayah Islam maupun di belahan dunia lainnya yang mempengaruhi perkembangan politik, sosial, dan budaya pada masa itu. Dengan demikian, mempelajari peristiwa sejarah antara tahun 656-661 M memberikan pemahaman mendalam tentang kondisi dunia Islam dan kondisi dunia saat itu, serta dampaknya terhadap perkembangan selanjutnya. Berikut beberapa peristiwa sejarah di dunia yang terjadi di masa Khalifah Sayyidina Ali dari tahun 656 hingga 661 M.

Di Jazirah Arab terdapat peristiwa sejarah yang penting pada periode tahun 656 hingga 661 M. Seperti yang disinggung di atas, periode ini diawali dengan peristiwa syahidnya Khalifah Utsman bin Affan, setelah sebelumnya terjadi pengepungan di kediaman beliau selama beberapa hari oleh kaum pemberontak. Sepeninggal Khalifah Utsman, Sayyidina Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai Khalifah selanjutnya dengan menanggung beban yang cukup berat.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib merupakan seorang sahabat sekaligus sepupu Rasulullah SAW, baik dari ayah maupun ibunya, beliau adalah keturunan Bani Hasyim. Sayyidina Ali dilahirkan dalam Ka'bah pada 23 tahun sebelum Hijriah. Beliau baru menginjak usia sepuluh tahun, ketika Rasulullah SAW menerima wahyu yang pertama, karena itu beliau termasuk golongan anak-anak pertama yang memeluk agama Islam.

Sejak kecil, Sayyidina Ali telah menunjukkan pemikirannya yang kritis dan brilian, hingga dewasa beliau merupakan Sahabat Nabi yang paling cerdas. Dalam sebuah riwayat ada keterangan bahwa Rasulullah menyatakan, “Ana Madinah Al-'ilm wa 'Ali babuha”. Artinya, “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintu gerbangnya”.

Setelah dewasa Sayyidina Ali menikah dengan putri bungsu Nabi Muhammad SAW, yakni Sayyidah Fatimah Az-Zahra. Sehingga hubungannya dengan Rasulullah selain sahabat dan sepupu, juga menjadi menantu Rasulullah SAW.

Tahun 656 M setelah menduduki posisi kekhalifahan, Khalifah Ali benar-benar dihadapkan pada permasalahan besar. Yang beliau hadapi saat itu bukanlah musuh kuat yang bisa dikalahkan dengan tajamnya pedang. Bukan juga pasukan besar yang bisa ditaklukkan dengan strategi jitu. Tetapi, benar-benar permasalahan pelik, ykni perbedaan pendapat antar sebagian golongan sahabat dengan Khalifah Ali terkait penuntutan secara tuntas kasus pembunuhan Khalifah Utsman.

Sejarah mencatat, puncak permasalahan pelik tersebut melahirkan sebuah tragedi kelam, yakni Perang Jamal atau Perang Onta antara Khalifah Ali dengan Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar. Dinamakan demikian karena Sayyidah Aisyah waktu itu mengendarai onta. Singkat cerita, terjadilah peperangan antara menantu Nabi, Khalifah Ali bin Abi Thalib, dengan istri Nabi, Aisyah binti Abu Bakar. Pasukan Khalifah Ali berjumlah 20 ribu dan pasukan Sayyidah Aisyah berjumlah 30 ribu.

Thalhah bin Ubaidillah yang berada di pihak Sayyidah Aisyah berhasil meloloskan diri ke Basrah, tetapi akibat luka parah yang dideritanya, beliau pun meninggal. Zubair bin Awwam juga gugur yang berada di pihak Sayyidah Aisyah. Sedangkan Sayyidah Aisyah tertawan, dan satu hari kemudian beliau dibebaskan dan dikembalikan ke Makkah dengan penghormatan dan pengawalan lengkap, serta diantar langsung oleh saudaranya, yakni Muhammad bin Abu Bakar.

Selesai Perang Jamal, pada tahun 657 M Khalifah Ali bin Abi Thalib membuat keputusan besar, yaitu memindahkan ibu kota negara dari Madinah ke Kufah, Irak. Tindakan ini luar biasa berani karena tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh Rasulullah SAW dan ketiga Khalifah awal, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Tujuan dari pemindahan ibu kota negara ini adalah untuk melakukan pemisahan urusan politik dan agama.

Selain pemindahan ibu kota negara, tahun 657 M juga terjadi peristiwa besar bagi dunia Islam, yakni Perang Shiffin yang terjadi di Sungai Efrat Suriah. Perang ini timbul karena adanya pertentangan politik antara Khalifah Ali dengan Muawiyah bin Sufyan dan Amr bin Ash. Dalam perang ini, pasukan Khalifah Ali berjumlah sekitar 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah dan Amr bin Ash.

Ketika peperangan hampir berakhir, pasukan Khalifah berhasil mendesak lawannya. Namun, sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf menyatakan damai, "mari kita bertahkim dengan kitab Allah!" seru Amr bin Ash dengan lantang. Akhirnya Khalifah Ali menghentikan peperangan dan melakukan perundingan damai.

Namun setelah perundingan damai selesai, pasukan Khalifah Ali pecah menjadi tiga bagian. Yaitu, kelompok Syiah yang dengan segala risiko dan pemahaman mereka tetap mendukung keputusan Khalifah. Lalu ada kelompok Murji'ah yang menyatakan mengundurkan diri. Dan, kelompok Khawarij yang memisahkan diri serta menyatakan tidak senang dengan keputusan sang Khalifah.

Kelompok ketiga inilah yang akhirnya memberontak, dan menyatakan ketidak-setujuannya dengan Sayyidina Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa Suriah, dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Kelompok Khawarij bukan hanya tidak setuju dengan perundingan damai, tetapi juga mengkafirkan seluruh umat Muslim yang tidak sependapat dengan mereka, termasuk Khalifah Ali, Muawiyah, dan Amr bin Ash. Sehingga mereka berencana untuk membunuh ketiga pemimpin itu dalam waktu bersamaan.

Hingga akhirnya meletuslah Perang Nahrawan antara Khalifah Ali dengan Khawarij pada bulan Sya’ban 38 H atau tahun 658 M. Dalam pertempuran ini banyak orang Khawarij yang tewas terbunuh, hanya tersisa segelintir orang. Meski begitu, jumlah yang sedikit itu masih menjadi ancaman bagi umat Muslim. Mereka terus melakukan gerakan bawah tanah, banyak melakukan keonaran, dan pemberontakan hingga di era Bani Umayyah. Bahkan, hingga saat ini kelompok Khawarij masih dianggap sebagai ancaman yang berbahaya. Kelompok ini memiliki sejarah panjang dan sering kali terlibat dalam tindakan kekerasan dan ekstremisme.

Selanjutnya tahun 661 M, terjadi peristiwa penting lagi bagi dunia Islam. Ketika sedang menuju Masjid Agung di Kufah untuk menjalankan Shalat Subuh, Khalifah Ali diserang oleh Abdurahman bin Muljam. Akibat menderita luka yang cukup parah, Khalifah Ali wafat pada tanggal 19 Ramadhan 40 H atau tahun 661 M dalam usia 63 tahun. Syahidnya Khalifah Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin. (Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, 2008)

Di wilayah Timur Tengah setelah berakhirnya era Khulafaur Rasyidin, Muawiyah bin Sufyan pada tahun 661 M berhasil mendirikan Daulah/Bani Umayyah yang berpusat di Kota Damaskus, Suriah. Beliau menjadi Khalifah hingga tahun 680 M. Pemerintahannya diakui oleh sejarah sebagai salah satu yang berhasil dalam menyatukan wilayah dan mengangkat nama Islam. Kepemimpinan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan membawa perubahan yang cukup besar pada sistem politik Islam pada saat itu, yakni dengan membawa kemajuan dalam agama Islam dan ilmu pengetahuan lainnya.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Khalifah Muawiyah mengubah kebijaksanaan pendahulunya. Kalau pada masa Khulafaur Rasyidin, pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Khalifah Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turun temurun. Karenanya, Khalifah penggantinya adalah Yazid bin Muawiyah, putranya sendiri. (Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, 2008)

Di Nusantara pada rentang tahun 656 hingga 661 M, merupakan periode yang menarik untuk dieksplorasi. Pada masa ini, di wilayah Jawa Barat sekarang, terdapat Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Wretikandayun dengan gelar Maharaja Suradarma Jayaprakosa, dirinya memerintah selama 90 tahun sejak tahun 612 hingga 702 M. Wertikandayun memerintah di Galuh setelah melepaskan diri dari Kerajaan Tarumanagara, setelah Kerajaan Tarumanagara berganti pemerintahan serta berganti nama menjadi Kerajaan Sunda. Setelah Wertikandayun melepaskan diri dari Kerajaan Sunda dan mendirikan Kerajaan Galuh, yang memerintah di Kerajaan Sunda adalah Raja Tarusbawa menantu Linggawarman. (Aditia Asmara, Kerajaan Galuh Dan Sistem Sosial Pada Masyarakat Kampung Adat Kuta, 2022)

Sedangkan di wilayah Jawa Tengah terdapat Kerajaan Kalingga di bawah pemerintahan Raja Kartikeyasinga, dia naik tahta menggantikan Raja Wasudewa pada tahun 652 M, dan memerintah hingga tahun 674 M. Kerajaan ini juga dikenal sebagai Kerajaan Holing yang berpusat di sebelah utara Gunung Muria Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Menurut catatan dari zaman Dinasti Tang, Holing atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera. Ibukota Holing dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu. Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading. Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674 M, rakyat Holing diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.

Kerajaan Kalingga ini meninggalkan beberapa peninggalan di antaranya terdapat Prasasti Tuk Mas, Prasasti Sojomerto, Candi Angin, Candi Bubrah, dan Situs Puncak Sanga Likur. Peninggalan-peninggalan tersebut merupakan kekayaan yang besar bagi Nusantara dan bisa menjadi sumber sejarah eksistensi Kerajaan Kalingga di Nusantara. (Sampoerna Academy, Kerajaan Kalingga, Silsilah, Peninggalan dan Kisahnya, 2022)

Di Mesir pada periode tahun 656 hingga 661 M, terjadi perubahan signifikan dalam pemerintahan Mesir. Hal ini karena dipengaruhi rangkaian peristiwa perang saudara besar pada pemerintahan Kekhalifahan Islam di Jazirah Arab. Pada periode ini, Khalifah Ali bin Abi Thalib mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai Gubernur Mesir. Namun, Amr bin Ash yang mendukung Muawiyah dari Bani Umayyah, mengalahkan Muhammad bin Abu Bakar pada tahun 658 M, dan memerintah Mesir hingga kematiannya pada tahun 664 M. (History-maps, Umayyad and Abbasid Period in Egypt, 2024)

Di Eropa pada rentang waktu tahun 656 hingga 661 M, terdapat Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium yang berpusat di Kota Konstantinopel. Kaisar pada masa tersebut adalah Kaisar Flavius Constantinus Augustus atau biasa dikenal sebagai Kaisar Konstans II, memerintah sejak tahun 641 hingga 668 M.

Selama masa pemerintahannya pada tahun 658 M, Konstans II mengalahkan bangsa Slavia di Balkan, menegaskan kembali kekuasaan Byzantium atas negeri Balkan dan di Anatolia. Pada tahun 659 M, Konstans II berkampanye jauh ke timur, mengambil keuntungan dari pemberontakan melawan Kekhalifahan di Media. Pada tahun yang sama dia mengakhiri perdamaian dengan orang-orang Arab. Namun, karena membangkitkan kebencian warga Konstantinopel, Konstans II memutuskan untuk meninggalkan ibu kota Konstantinopel dan pindah ke Kota Sirakusa, Italia. Dalam perjalanannya, Konstans II singgah di Yunani dan melawan Slavia di Tesalonika dengan sukses.

Kemudian pada musim dingin tahun 662-663 M, Konstans II berkemah di Athena. Dari sana, pada tahun 663 M, ia melanjutkan ke Italia dengan mengunjungi Kota Roma selama dua belas hari, satu-satunya kaisar Byzantium yang menginjakkan kaki di Roma selama dua abad dan diterima dengan penuh hormat oleh Paus Vitalianus (657–672 M). (History-maps, Byzantine-Empire: Reign of Constans II, 2024)

Di Cina pada periode tahun 656 hingga 661 M, terdapat pemerintahan Kekaisaran Tang yang berpusat di Kota Chang An. Kaisar yang memerintah adalah Kaisar Li Zhi atau Gaozong dimulai sejak tahun 649 hingga 683 M. Kaisar Li Zhi dalam mengurusi pemerintahan ditemani oleh permaisurinya yang bernama Wu Zetian.

Pada masa pemerintahan Kaisar Li Zhi, Cina memiliki hubungan dengan dunia Islam, yakni ketika pemimpin delegasi Arab ke Tiongkok mengundang Kaisar Li Zhi untuk memeluk Islam. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap agama Islam, Kaisar memerintahkan pembangunan masjid pertama di Cina, tepatnya di Kanton.

Selain itu terdapat peristiwa penting di Cina pada tahun 657 M, yakni Dinasti Tang mengontrol perbatasan barat, setelah terjadinya Pertempuran Sungai Irtysh atau Pertempuran Sungai Yexi antara jenderal Dinasti Tang Su Dingfang dan Khaganate Turki Barat Qaghan Ashina Helu selama kampanye Tang melawan Turki Barat. Pertempuran terjadi di sepanjang Sungai Irtysh dekat Pegunungan Altai. Pasukan Qaghan Ashina Helu, yang terdiri dari 100.000 kavaleri, disergap oleh Jendral Su Dingfang saat Helu mengejar umpan pasukan Tang yang dikerahkan Su. Helu dikalahkan selama serangan mendadak Su, dan kehilangan sebagian besar tentaranya.

Sergapan tersebut juga membuat Suku Turki yang setia kepada Helu menyerah, dan Helu yang mundur ditangkap keesokan harinya. Kekalahan Helu ini mengakhiri Kekhanan Turki Barat, dan memperkuat kendali Tang atas Xinjiang, dan menyebabkan kedaulatan Tang atas Turki Barat pada masa tersebut. (History-maps, Dinasti Tang: Tang Controls Western Frontier, 2022)

Pemaparan di atas memberikan gambaran singkat tentang kondisi dunia pada periode tahun 656 hingga 661 M. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman akan sejarah pada masa lalu. Dengan fokus pada Khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah keempat dalam sejarah Islam, ada peristiwa besar lainnya di belahan dunia yang bisa kita ketahui seperti, berdirinya Bani Umayyah yang dibentuk oleh Muawiyah di Damaskus Timur Tengah, kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Budha di Nusantara, perkembangan politik di Mesir, lika-liku pemerintahan Kaisar Konstans II di Byzantium, dan pemerintahan Dinasti Tang Kaisar Li Zhi di Cina. 

Dengan mempelajari peristiwa-peristiwa penting di atas, kita dapat lebih memahami perkembangan sejarah di dunia dan menjadi pengetahuan yang penting bagi generasi sekarang maupun yang akan datang, dengan harapan bisa menjadi pembelajaran dan membangkitkan semangat positif, sehingga dapat memunculkan generasi-generasi yang unggul dan berkualitas di masa depan.

Laduni.ID akan mengupas artikel-artikel paralel lintas peradaban di masa-masa lainnya. []


Penulis: Muhammad Fahrul Rozi

Editor: Kholaf Al Muntadar