Biografi Imam Al-Bushiri, Pengarang Qasidah Burdah

 
Biografi Imam Al-Bushiri, Pengarang Qasidah Burdah
Sumber Gambar: rahyafteha.ir, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Wali Bertarekat Syadziliyah
3.2  Penyair Terkenal
3.3  Wali yang Seniman
3.4  Pecinta Baginda Nabi Muhammad SAW
3.5  Dicintai Masyarakat

4.    Karya-Karya
4.1  Lahirnya Qasidah Burdah
4.2  Kaidah Qasidah Burdah

5.    Referensi

1.   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Abu Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Sa`id bin Hammad bin Muhsin bin Abdullah bin Shanhaji bin Hilal Al-Shanhaji Al-Bushiri Al-Mishry atau dikenal dengan Imam Al-Bushiri, lahir pada bulan Sya’ban tahun 608 H (1213 M) sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Doktor Sa`ad Abu Al-As`ad.

Beliau lahir di desa Dallash, salah satu desa yang termasuk bagian wilayah Mesir. Namun, beliau tumbuh besar di desa Bushir, dekat Dallash. Sebab itulah beliau dinisbahkan kepada Al-Bushiri.

Imam Al-Bushiri dikenal sebagai seorang sufi, pengikut thariqoh, juga dikenal sebagai penyair. Dalam hal syi’ir, siapapun mengakui keahliannya. Puisi-puisi beliau sangat indah dan mempesona serta memiliki makna yang agung. Kata-katanya mengalir, susunan lafalnya rapi dan alur kata apik serta elok.

1.2 Wafat
Imam Al-Bushiri wafat pada tahun 694 H (1294 M) dalam umur 87 tahun dan dimakamkan di dekat makam Syaikh Abul Abbas Al-Mursi di Kota Iskandariyah (Alexandria) Mesir. Beliau meninggalkan warisan berharga berupa karya tulis dalam bentuk puisi yang sangat indah dan terkenal, yakni Qasidah Burdah.

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Sejak kecil Imam Al-Bushiri dididik ilmu Al-Qur’an oleh ayahnya secara langsung dan menempuh pendidikan di rumah. Beliau memulai kegiatan belajarnya menghafal Al-Qur'an dengan sangat antusias dan giat sekali, sehingga di umur yang masih belia, sudah hafal Al-Qur'an.

Kemudian, Imam Al-Bushiri hijrah ke Kairo. Di sana beliau menimba berbagai macam ilmu agama, tata bahasa, sastra, dan sejarah. Semasa hidupnya beliau besar dari keluarga yang sangat mencintai ilmu. Tidak heran jika kemudian hari menjadi sosok ulama yang sangat alim.

2.2 Guru-Guru
Selain belajar dari ayahnya, Imam Al-Bushiri juga mengembara untuk mencari ilmu kepada para guru. Di antara gurunya adalah Syaikh Abul Abbas Al-Mursi, ulama yang dikenal sebagai Wali Qutub dan murid kesayangan Imam Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri thariqoh Syadziliyah. Selain itu, juga belajar kepada banyak ulama terkenal kala itu.

Berikut Guru-guru Imam Al-Bushiri di antaranya:
1. Syaikh Sa`id bin Hammad (Ayahnya),
2. Syaikh Abul Abbas Al-Mursi
3. Syaikh Ali bin Ahmad bin Abi Bakar,
4. Syaikh Umar bin Syaikh Isa,
5. Syaikh Jamaluddin bin Yusuf bin Ismail Al-Anbali,
6. Syaikh Izzudin Abu Umar Abdul Aziz bin Badruddin Al-Makruf bin Jamaah,
7. Syaikh Attaqi bin Hatim,
8. Syaikh Ibrahim bin Ahmad bin Abdul Wahid At-Tanwahki Al-Burhan Al-Syami,
9. Syaikh Abu Fadlu Al-Iraqi,
10. Syaikh Ahmad bin Ali bin Muhammad (Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani), dan yang lainnya.

3.   Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Wali Bertarekat Syadziliyah
Imam Al-Bushiri adalah seorang ulama sufi dan pengikut thariqoh, semasa hidupnya beliau memiliki gelar Syarafuddin (kemuliaan agama). Dalam ilmu tasawuf berguru kepada Syaikh Abul Abbas Al-Mursi, pemegang matarantai thariqoh Syadziliyah pasca wafatnya Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili.

Ajaran tasawuf yang diberikan Syaikh Abul Abbas Al-Mursi begitu berkesan dan memberikan pengaruh besar dalam pandangan hidup Imam Al-Bushiri. Tidak mengherankan jika kemudian Imam Al-Bushiri tertulis sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam thariqoh Syadziliyah.

Mengenai perjalanan tasawuf, mulanya Imam Al-Bushiri mengajar menulis pada beberapa kelompok di daerah Bilbis. Kemudian beliau meningggalkan tugas-tugas pemerintahan dan kesengangan dunia, lalu menyendiri dalam kehidupan tasawuf dan menghabiskan waktunya untuk beribadah. Setelah itu pergi ke Iskandariyah untuk menjadi murid Al-Quthb Abul Abbas Al-Mursi.

3.2 Penyair Terkenal
Ketika Imam Al-Bushiri berguru kepada Syaikh Abul Abbas Al-Mursi, beliau memiliki banyak teman seperguruan, di antaranya adalah Syaikh Ibnu Athaillah As-Sakandari. Meskipun sama-sama berguru kepada Syaikh Abul Abbas Al-Mursi, kedua tokoh ini memiliki keistimewaan berbeda. Syaikh Ibnu Athaillah terkenal mahir dalam karya prosanya, sedangkan Imam Al-Bushiri terkenal pandai dalam bentuk syi’irnya.

3.3 Wali yang Seniman
Imam Al-Bushiri juga dikenal sebagai penyair. Dalam hal syi’ir, siapapun mengakui keahliannya. Puisi-puisi beliau sangat indah dan mempesona serta memiliki makna yang agung. Kata-katanya mengalir, susunan lafalnya rapi dan alur kata apik serta elok. Bisa dibilang, beliau di antara penyair termasyhur hingga sekarang. Syair-syairnya sangat masyhur dan menyebar ke seluruh dunia, terutama Qasidah Burdahnya. Tak heran jika syairnya menjadi acuan utama bagi para penyair berikutnya.

Selain cakap dalam menulis puisi, Imam Al-Bushiri juga pandai dalam kaligrafi. Karena kepandaiannya ini, banyak orang yang ingin belajar khat kepadanya. Konon, beliau belajar tehnis dan kaidah kaligrafi ini kepada Syaikh Ibrahim bin Abi Abdullah Al-Misri, salah satu khattât Mesir yang sangat masyhur kala itu.

3.4 Pecinta Baginda Nabi Muhammad SAW
Kecintaan Imam Al-Bushiri kepada Nabi Muhammad SAW bisa dilihat dari hobinya. Beliau sangat hobi membaca sejarah dan perjalanan hidup Baginda Nabi Muhammad SAW. Rasa cinta itu tertuang dalam bait-bait puisi. Pujian Imam Al-Bushiri kepada Nabi Muhammad SAW dalam Qasidah Hamziyahnya berbunyi,

Bagaimana mungkin
para nabi menggapai darajatmu
Wahai langit yang tak ada langit lagi di atasnya
Engkau lentera keutamman
Cahaya-cahaya lahir dari cahayamu

Namun, puncak dari keindahan sastra dalam memuji Baginda Nabi Muhammad SAW adalah Qasidah Burdah karya monumentalnya. Sehingga, beliau dijuluki Sayyidul-Madah, Pemimpin para pemuji Rasulullah.

3.5 Dicintai Masyarakat
Sebagai seorang ulama sufi, Imam Al-Bushiri sangat dicintai dan dihormati oleh masyarakat. Hal itu tampak ketika mereka menjumpai Imam Al-Bushiri di jalan. Mereka berbondong-bondong menghampiri dan menciumi tangan beliau. Dalam masyarakat beliau memang terkenal sangat arif dalam bergaul dan menjaga tata krama, selalu memakai wewangian, wajahnya berseri-seri, murah senyum, sangat ramah ketika bertemu orang lain, tawadhu’, dan zuhud.

4.   Karya-Karya

4.1 Lahirnya Qasidah Burdah
Imam Al-Bushiri memiliki banyak karya dan karya yang paling fenomenal dan masyhur di kalangan masyarakat adalah Qasidah Burdah. Qasidah ini dibaca oleh banyak orang di seluruh dunia, baik di masjid, surau, lapangan, maupun ketika acara maulid. Di Indonesia sendiri, Qasidah Burdah sudah populer di masyarakat santri salaf dan menjadi pegangan wajib bagi warga nahdliyin. Beberapa terjemahan Qasidah Burdah dalam bahasa indonesia ini salah satunya adalah buku yang berjudul "Sajak-Sajak Al-Burdah" pada tahun 1974 oleh Dr. KH. Muhammad Tholchah Mansoer.

Burdah sendiri adalah qasidah (lagu-lagu) yang berisi syair tentang pujian/shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ditulis pada abad ke-13 Masehi, yakni pada masa transisi perpindahan kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk di wilayah Mesir.

Qasidah Burdah awalnya diciptakan oleh Imam Al-Bushiri saat menderita sakit cukup parah dan berkepanjangan. Pada saat masa-masa sulit inilah, Imam Al-Bushiri menyusun qasidah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan tujuan memohon pertolongan kepada Allah SWT, supaya disembuhkan dari segala penyakit yang dideritanya selama ini.

Hingga pada suatu malam, usai melantunkan Qasidah Burdah yang dibuatnya, Imam Al-Bushiri tertidur, dalam tidurnya, beliau bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dan memberikan Imam Al-Bushiri sebuah jubah/selimut dari kulit (burdah) yang kemudian diletakkan pada tubuh Imam Al-Bushiri yang sakit. Saat terbangun dari tidurnya, Imam Al-Bushiri merasakan keajaiban yang tidak disangka-sangka, karena penyakit yang diderita selama bertahun-tahun tiba-tiba sembuh sama sekali.

Keajaiban yang dialami oleh Imam Al-Bushiri tersebut yang menjadi alasan utama terhadap penamaan Qasidah Burdah itu sendiri. Keajaiban yang dialami oleh Imam Al-Bushiri ini berkembang dari zaman ke zaman, sehingga muncul kepercayaan bahwa Qasidah Burdah memiliki kekuatan supranatural.

4.2 Kaidah Qasidah Burdah
Kaidah dalam Qasidah Burdah terdiri dari sepuluh tema pokok pembicaraan, yaitu:
1. Pasal 1: Prolog Cinta Sang Kekasih, terdiri dari 12 bait.
2. Pasal 2: Peringatan Tentang Bahaya Hawa Nafsu, terdiri dari 16 bait.
3. Pasal 3: Pujian kepada Nabi Muhammad SAW, terdiri dari 30 bait.
4. Pasal 4: Kisah Kelahiran Rasulullah SAW, terdiri dari 13 bait.
5. Pasal 5: Mukjizat Rasulullah SAW, terdiri dari 16 bait.
6. Pasal 6: Kemuliaan Al-Qur’an dan Pujian Terhadapnya, terdiri dari 17 bait.
7. Pasal 7: Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, terdiri dari 13 bait.
8. Pasal 8: Perjuangan Nabi Muhammad SAW, terdiri dari 22 bait.
9. Pasal 9: Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, terdiri dari 12 bait.
10. Pasal 10: Bermunajat dan Meminta Hajat, terdiri dari 16 bait.

5. Refensi
1. Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs santreh.blogspot.com, Saifuddin Syadiri, Biografi Al-Bushiri, Pengarang Burdah, 2019.

2. Nihayah, Ulin. (2014). Konsep Seni Qasidah Burdah Imam Al Bushiri Sebagai Alternatif Menumbuhkan Kesehatan Mental. Jurnal Ilmu Dakwah, 34(1), 295-308

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya