Tahun 630: Pemulihan dan Persatuan dalam Sejarah Pembebasan Makkah

 
Tahun 630: Pemulihan dan Persatuan dalam Sejarah Pembebasan Makkah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

Peristiwa-peristiwa yang memicu konflik antara Orang Muslim dengan Quraisy

Sebelum kita menyelami kisah tentang pembebasan kota Makkah, ada baiknya kita mengetahui latar belakang daripada peristiwa tersebut. Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, pihak Muslim telah melakukan perjanjian dengan pihak Quraisy yang dinamakan dengan Perjanjian Hudaibiyah.

Beberapa diantara isi dari perjanjian Hudaibiyah tersebut yaitu:

  1. Kedua belah pihak sepakat dengan melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
  2. Setiap orang bebas untuk berpihak kepada pihak Rasulullah SAW atau pihak Quraisy
  3. Setiap orang dari kubu Quraisy yang masuk kedalam kubu Rasulullah SAW tanpa seizin dengan walinya akan dikembalikan. Sementara orang dari kubu Rasulullah SAW yang masuk kedalam kubu Quraisy tidak dikembalikan
  4. Rasulullah SAW beserta pengikutnya tidak boleh masuk ke Makkah pada tahun itu, baru diperbolehkan pada tahun berikutnya, hanya boleh menginap selama 3 hari dan tidak diperbolehkan membawaw senjata

Perjanjian itu disepakati secara resmi oleh kedua belah pihak dan dijalankan dengan penuh integritas. Namun, pada tahun pertama pelaksanaannya, terjadi sebuah insiden yang mengguncang ketenangan.

Pihak Quraisy, melanggar ketentuan perjanjian dengan melakukan tindakan yang merugikan kaum Muslim. Kejadian ini menandai awal dari ketegangan yang semakin meningkat antara kedua belah pihak, memperumit dinamika hubungan antara Makkah dan umat Islam.

Alasan dari pelanggaran perjanjian oleh pihak Quraisy dapat ditelusuri pada insiden perang yang baru-baru ini terjadi antara umat Muslim dan Kekaisaran Romawi, yang dikenal sebagai Perang Mut’a. Setelah konflik tersebut, pihak Quraisy merasa yakin bahwa kekuatan militer Rasulullah SAW telah berkurang. Rasa percaya diri ini mendorong pihak Quraisy untuk melanggar Perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati

Sebuah kabilah yang berada di kubu Quraisy, dikenal sebagai Bani Bakr mendapatkan sebuah bantuan persenjataan dari Quraisy, kemudian mereka melancarkan serangan tiba-tiba terhadap kabilah Bani Khuza‘a, yang merupakan sekutu kaum Muslim. Serangan itu tidak hanya berupa serangan fisik, tetapi juga berujung pada aksi pembunuhan yang mengakibatkan korban jiwa yang lumayan banyak.

Orang-orang yang berhasil melarikan diri kemudian berlindung di Kota Makkah di kediaman Budail bin Warqa. Di kemudian hari mereka bersama Budail bin Warqa berangkat menuju kota Madinah untuk melaporkan kejadian naas yang mereka alami kepada Rasulullah SAW.

Tindakan Diplomasi Abu Sufyan kepada Nabi Muhammad SAW

Para pembesar Qurasy mulai khawatir dan menyesali perbuatan mereka, mereka takut apabila nanti Rasulullah SAW datang dan membalaskan dendam dengan apa yang terjadi kepada Bani Khuza’a.

Dengan mempertimbangkan situasi yang tegang, pihak Quraisy mengambil keputusan untuk mengirim utusan mereka, Abu Sufyan, dalam upaya melakukan diplomasi dengan Nabi Muhammad SAW agar bersedia memperpanjang perjanjian gencatan senjata. Alih-alih mendapatkan kabar baik, saat mengajak Rasulullah SAW berdiskusi, beliau hanya terdiam, ternyata, beliau telah mengetahui secara terperinci tentang serangan yang dilakukan oleh Bani Bakr terhadap Bani Khuza‘a, sekutu kaum Muslim, sebelum kedatangan Abu Sufyan.

Kemudian ia pergi ke Abu Bakar untuk meminta membelanya, Abu Bakar tidak mau, kepada Umar bin Khattab, ditolak dengan keras, kepada Ali dan Fatimah, Ali bin Abi Thalib menolak dan berkata

“Tidak ada yang mampu menghentikan keputusan Raasulullah SAW”, sehingga Abu Sufyan kembali ke Kota Makkah dengan perasaan kecewa dan hampa.

Persiapan Militer oleh Umat Islam

Rasulullah SAW dengan sigap memberikan sebuah perintah untuk mengumpulkan semua orang-orang Muslim yang ada di Jazirah Arab untuk segera melakukan pembebasan terhadap Kota Makkah. Atas dasar perintah tersebut, berkumpulah 10.000 pasukan Muslim yang siap berangkat ke Kota Makkah, pasukan tersebut akhirnya berangkat pada tanggal 10 Ramadhan 630 M/ 8 H.

Perintah pembebasan kota Makkah diselenggarakan dengan kerahasiaan yang ketat, tanpa memberikan pemberitahuan kepada pihak Quraisy. Namun, di tengah kerahasiaan ini, seorang perempuan yang kemudian dikenal sebagai Hatib binti Balta'a memiliki keinginan untuk mengirimkan sebuah surat kepada penduduk kota Makkah melewati seorang budak perempuan yang dibayar, untuk memberi tahu mereka tentang kedatangan pasukan dalam jumlah besar menuju kota mereka.

Rasulullah SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam dalam penangkapan perempuan tersebut. Setelah perempuan suruhan itu tertangkap kemudian mengintrogasi Hatib, dapat diketahui alasana sebenernaya. Beliau mengaku memiliki keluarga di Makkah dan khawatir bahwa pasukan Islam akan membunuh mereka.

Abu Sufyan Masuk Islam

Ketika Rasulullah SAW berkemah sekitar 22 km dari kota Makkah, beliau ditemui oleh Abbas bin Abdul Muthalib yang kemudian menyatakan Islam. Kedatangaan Abbas ini menimbulkan sebuah pendapat dikalangan sejarawan bahwa berita datangnya pasukan Rasulullah ke Makkah telah diketahui segelintir keluarga nabi yang ada di Makkah.

Perlu diketahui juga, Abbas bin Abdul Muthalib datang tidak sendirian, melaikan bersama Abu Sufyan, Hakim bin Hizam, dan Budail bin Warqa. Melihat begitu bannyaknya pasukan Muslim yang akan segera sampai di Kota Makkah, membuaat Abu Sufyan lumayan ketakutan, serta menyatakan Islam dihadapan Rasulullah SAW.

Sebenarnya, terdapat banyak perdebatan seputar keikhlasan Abu Sufyan dalam mengakui Islam. Beberapa mempertanyakan apakah pengakuan Islamnya kepada Rasulullah SAW benar-benar berasal dari hati yang tulus, ataukah hanya dipengaruhi oleh ketakutan akan kekerasan fisik, terutama dari Umar bin Khattab yang pada saat itu telah menunjukkan ketegasannya. Karena ketika disuruh oleh Abbas untuk segera menyatakan Islam, Abu Sufyan terlihat ragu-ragu.

Rencana dan Strategi Umat Islam saat Menaklukkan Makkah

Abu Sufyan, yang telah dipercayakan oleh Rasulullah SAW dengan sebuah amanah penting, membawa pesan yang harus disampaikan kepada penduduk Makkah. Isi pesan tersebut,

 “Barangsiapa yang masuk kedalam rumah Abu Sufyan, ia selamat. Barang siapa yang menutup rumahnya, ia selamat. Dan barangsiapa yang masuk kedalam masjid, ia selamat.”

Ketika sudah tidak jauh dari Kota Makkah, Rasulullah SAW membagi kekuatan Islam menjadi 4 bagian serta memberikan komando untuk sebisa mungkin tidak melakukan pertumpahan darah kecuali sangat terpaksa :

  1. Khalid bin Walid diperintahkan untuk memasuki Kota Maakkah dari arah bawah
  2. Zubair bin Awwam diperintahkan untuk memasuki Kota Makkah dari arah Utara
  3. Sa’ad bin Ubada dari arah barat
  4. Abu Ubaidah bin Jarrah dari kaki gunung Hind

Dari keempat divisi pasukan yang bergerak, hanya pasukan Khalid yang terlibat dalam kontak pertempuran senjata dengan pasukan Quraisy yang keras kepala. Mereka adalah orang yang secara langsung bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap perjanjian damai yang telah disepakati sebelumnya. Dengan waktu singkat, pasukan Khalid berhasil memukul mundur para orang-orang tersebut.

Pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah)

Setelah pasukan Rasulullah SAW memasuki Kota Makkah, beliau dengan penuh keagungan masuk ke dalam Ka'bah untuk menghancurkan berhala yang terdapat di dalamnya. Dengan tegas, Rasulullah SAW memerintahkan semua pasukannya untuk membersihkan Ka'bah dari segala jenis berhala yang mengelilinginya.

Terdapat sebuah pendapat yang menyebutkan bahwa jumlah berhala yang mengelilingi Ka'bah mencapai 360 buah, menegaskan betapa pentingnya tindakan penghancuran berhala tersebut dalam memurnikan tempat suci ini dari segala bentuk penyembahan yang salah.

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Ramadan 630 Masehi atau 8 Hijriyah. Saat waktu Dzuhur telah tiba, Rasulullah SAW segera memerintahkan Bilal bin Rabbah untuk naik ke atas Ka'bah guna mengumandangkan adzan. Dengan panggilan suci itu, umat Islam kemudian melakukan shalat jamaah bersama Rasulullah SAW.

Pembebasan Kota Makkah, yang dikenal sebagai Fathu Makkah, bukanlah hanya kemenangan militer bagi umat Islam, tetapi juga sebuah momen epik yang memperlihatkan kemurahan hati, pengampunan, dan kedermawanan Nabi Muhammad.

Setelah memasuki kota yang pernah memusuhi mereka, umat Islam menunjukkan sikap yang penuh belas kasihan dan pengampunan kepada penduduk Makkah yang terkejut dan takut. Tidak ada pembalasan kejam atau dendam yang dilakukan, tetapi malah sebuah panggilan untuk berdamai dan merangkul agama Islam.

Pembebasan Makkah bukan hanya tentang penaklukan fisik, tetapi juga tentang kemenangan moral yang menunjukkan kekuatan sejati Islam dalam memenangkan hati dan pikiran manusia. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam yang menandai akhir dari konflik panjang antara Makkah dan umat Islam serta awal dari sebuah era perdamaian, kesatuan, dan keadilan di Semenanjung Arab. []


Sumber: 

1. Muhammad Husein Haekal. Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW

2. Zuhairi Miswari. Mekkah, Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim

3. Artikel yang berasal dari Tirto.id berjudul Sejarah Isi Perjanjian Hudaibiyah serta Latar Belakang & Hikmahnya

----------------

Penulis: Muhammad Iqbal Rabbani

Editor: Kholaf Al Muntadar