Menyucikan Hati dan Menghias Diri, Pelajaran Tasawuf Habib Ali Kwitang

Laduni.ID, Jakarta - Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang (1870-1968) merupakan seorang ulama besar yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jakarta. Sebagai pendiri dan pemimpin Majelis Taklim Kwitang, beliau membangun tradisi dakwah yang masih hidup hingga kini diteruskan para cucu dan muridnya. Ribuan orang menghadiri pengajian yang beliau adakan setiap Minggu pagi, sebuah tradisi yang berlangsung lebih dari 70 tahun. Tidak hanya berdakwah di ibu kota, Habib Ali juga menjelajahi berbagai pelosok Indonesia, bahkan hingga ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Mesir. Warisan keilmuannya tetap abadi, terutama melalui murid-muridnya yang kelak menjadi ulama besar, seperti KH. Abdullah Syafi’i dan KH. Thahir Rohili. Ketika beliau wafat, TVRI, satu-satunya stasiun televisi nasional saat itu, menyiarkan kabar duka tersebut, menunjukkan betapa besar pengaruhnya dalam dunia keislaman di Indonesia.
Dalam bidang tasawuf, Habib Ali menjelaskan konsep penyucian jiwa dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, sebagaimana yang tertuang dalam karyanya Al-Azhar al-Waridiyah, fi tarjamah ba'dh al-fadhail al-Muhammadiyah allati fadhdhalahullah biha 'ala jami'i al-barriyyah shallallahu laihi wa ala alihi wa shahbihi wa sallam. Dalam kitabnya, beliau menulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawi atau Pegon:
"Ini suatu nubdzah menyebutkan dengan ikhtishar makna tasawuf yaitu terbagi dua bagian at-takhalli dan at-tahalli. Pertama, dengan kha' yang bertitik dan yang kedua ha' yang tiada pakai titik. Adapun maknanya yang awal yaitu sucikan atau bersihkan diri dari sifat yang tercela pada syara' yang ada di dalam diri, yaitu seumpama kibr, hasad, haqd, ghadab, riya', ujub, sum'ah, syahh, bakhil, mahabbah dunia, thulul amal, nisyan al-maut, wa ma ba'dahu dan lain-lain jika mau dihitung dengan tafsil niscaya banyak sekali tetapi dengan ini kadar memadai. Adapun makna kedua yaitu riaskan diri dengan bersifat lawannya sifat yang awal dengan jumlah dan ditafsilkan juga sedikitnya disini yaitu tawadhu lillahi ta'ala, ridha, ikhlas dengan segala amal, sabar, syukur, hilm, murah hati, husnuddzan dengan Allah SWT dan pada hamba-hamba-Nya, dan kita suka yang mana Allah ta'ala suka, dan kita benci yang mana Allah ta'ala benci maka yang demikian itu sekuat-kuatnya tali iman dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda, bahwa cinta karena Allah, dan amarah karena kepada termasuk tali keimanan yang amat kuat. Di samping itu juga termasuk mahabbah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan sekalian mukminin karena kita sekalian orang-orang mukmin bersaudara, firman Allah bahwasannya orang-orang mukmin adalah saudara, dan jangan kita lihat diri lebih lebih baik dari lain-lainnya makhluk."
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Memuat Komentar ...