Hikayat Sultan Taburat, Kisah Petualangan Naskah Pecenongan Tahun 1885

 
Hikayat Sultan Taburat, Kisah Petualangan Naskah Pecenongan Tahun 1885
Sumber Gambar: Perpusnas/Rias A. Suharjo, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Di antara ribuan naskah Melayu kuno yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpurnas RI), ada satu hikayat yang menarik perhatian: Hikayat Sultan Taburat. Kisah ini bukan sekadar cerita petualangan biasa, melainkan juga sarat dengan nasihat kehidupan. Ditulis dalam aksara Jawi yang kini sudah jarang dibaca orang, hikayat ini nyaris tenggelam oleh zaman.

Di balik lapisan debu sejarah, tersimpan kisah tentang Sultan Taburat, permaisurinya Puspasari, dan putra mereka, Indera Buganda Syafandar Syah, seorang pangeran yang berlayar ke negeri-negeri asing, termasuk sebuah kota misterius berwarna hitam. 

Hikayat ini tidak mudah dilacak asal-usulnya. Di Perpusnas, ada sembilan naskah berbeda yang memuat cerita serupa, semua disalin antara 1885 dan 1894. Salah satu penyalinnya, Muhammad Bakir, bahkan mengaku menulis ulang hikayat ini setidaknya tiga kali. Koleksi ini masuk dalam katalog Naskah Pecenongan. Dalam catatan di naskah ML 183A, ia menulis dengan rendah hati: 

"Ini hikayat turun yang kedua kali, sebab yang lama sudah rusak sekali... tulisannya hina terlalu papa." 

Baca Juga: Legenda dari Betawi, Muhammad Bakir Sang Tokoh di Balik Naskah Pecenongan 

Kalimat itu mengisyaratkan bahwa ia bukan pengarang asli, melainkan hanya meneruskan tulisan ayahnya, Syafian bin Usman. Tapi benarkah Syafian yang pertama kali menciptakan kisah ini? Ada kemungkinan lain: bahwa hikayat ini justru disalin dari majalah Taman Sari yang terbit di Batavia tahun 1904. Sayangnya, kebenarannya masih kabur, butuh penelitian lebih dalam untuk memastikannya. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN