Ketika Darul Islam Ancam NU Banyuwangi

 
Ketika Darul Islam Ancam NU Banyuwangi
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sejarah Republik Indonesia, pernah terjadi beberapa kali aksi pemberontakan. Selain yang dilakukan oleh PKI, juga digerakkan oleh Darul Islam (DI). Pemberontakan yang dipimpin oleh SM Kartosuwiryo tersebut, berpusat di Jawa Barat. Banyak serangan-serangannya yang cukup mematikan. Bahkan, Presiden Soekarno lebih dari sekali pernah mengalami upaya pembunuhan yang dilakukan oleh DI.

Meski tak semencekam di Jawa Barat dan Jakarta, Jawa Timur juga tak terhindar dari ancaman DI. Hal ini, misalnya, terlihat dari ditunjuknya KH. As'ad Syamsul Arifin dari Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukerjo, Situbondo sebagai salah satu Kyai Pembantu Keamanan (KPK). Devisi ini dibentuk khusus oleh Perdana Menteri II KH. Idham Chalid untuk menghadang propaganda Darul Islam.

Darul Islam adalah istilah dalam Islam yang secara harfiah berarti "wilayah Islam" atau "negara Islam". Dalam konteks sejarah Indonesia, Darul Islam merujuk pada gerakan yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia berdasarkan syariah Islam. Gerakan ini muncul pada awal abad ke-20, terutama pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Gerakan Darul Islam dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Jawa Barat dan Daud Beureu'eh di Aceh. Mereka menentang pemerintahan kolonial Belanda dan berjuang untuk mendirikan negara Islam yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Meskipun gerakan ini tidak berhasil mengubah Indonesia menjadi negara Islam pada akhirnya, tetapi beberapa daerah di Indonesia sempat dikuasai oleh gerakan Darul Islam selama periode perjuangan kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, gerakan Darul Islam berubah menjadi gerakan separatis di beberapa wilayah, seperti Darul Islam di Jawa Barat yang berusaha memisahkan diri dari Indonesia.

Secara keseluruhan, Darul Islam merupakan sebuah gerakan politik dan sosial yang berupaya mengubah struktur pemerintahan Indonesia menjadi berdasarkan syariah Islam. Meskipun tidak berhasil mencapai tujuan utamanya, gerakan ini tetap memiliki pengaruh dalam sejarah politik Indonesia. Saat ini, konsep Darul Islam tetap diperdebatkan di kalangan beberapa kelompok yang mengadvokasi penerapan syariah Islam dalam pemerintahan Indonesia.

Lantas, bagaimana dengan Kabupaten Banyuwangi sendiri? Tidak ada riset ataupun tulisan yang mengupas hal tersebut. Namun, bukan berarti tak ada pergerakan DI di ujung timur Pulau Jawa tersebut. Setidaknya hal tersebut, terlihat dari sebuah surat yang ditemukan di kediaman Pak Syamsudin di Kelurahan Sukowidi, Banyuwangi.

Surat bertanggal 5 September 1959 tersebut, merupakan koleksi ayahandanya, Kyai Agus Abdul Aziz. Jika ditilik dari alamatnya, sebenarnya surat tersebut ditujukan kepada Kyai Agus Kahfi (dalam surat tertulis Kahpi). Tak lain adalah kakak dari Abdul Aziz. Sedangkan jika melihat isi di dalamnya, surat itu ditujukan kepada Kahfi dan Aziz cs.

Surat tersebut dikirim oleh Saleh Djabar. Ia merupakan "Kei III Bn Infateri 19087 P.P Darul Islam yang bermarkas di Banyuwangi Selatan". Tak diketahui dimana tepatnya si pengirim berasal. Ia mengancam Kyai Agus bersaudara tersebut atas keterlibatannya di kepengurusan Nahdlatul Ulama Banyuwangi.

Saleh mendapatkan salinan hasil konferensi Cabang NU Banyuwangi yang mana menempatkan Kahfi sebagai pengurus Bagian Ma'arif. Hal ini, bagi Saleh, merupakan preseden buruk untuk DI. Keterlibatan di NU sama halnya menghalangi upaya DI untuk mengubah negara Pancasila menjadi negara Islam.

Sebagaimana diketahui, NU merupakan ormas Islam yang awal menyebut gerakan yang dilakukan oleh DI tersebut merupakan aksi bughot (pemberontakan). Padahal, saat itu, Presiden Soekarno sendiri masih ragu untuk menyikapi aksi yang dipelopori kawan semasa di kost-kostan HOS Tjokroaminoto itu.

Dalam surat tersebut, Saleh sebenarnya hendak merayu Kahfi dan saudaranya untuk menyeberang dari NU ke DI. Ia menjanjikan akan memberikan posisi apapun yang diminta jika DI berhasil menguasai NKRI. Namun, dalam surat yang sama, Saleh juga mengancam jika permintaannya ditolak.

"... akan kita kirimkan ke alam baka agar tidak terus menerus merintangi perjuangan," ancamnya dengan dibubuhi underline pada kalimat ke alam baka.

Tentu saja gertakan tersebut tak dihiraukan. Kahfi tetap bersikukuh sebagai kader NU. Begitu juga dengan Aziz. Sementara DI, sebagaimana waktu membuktikan, menemui ajalnya sendiri. Indonesia tetap tegak dengan menjunjung tinggi Pancasila. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 4 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar