Dilema Taat dan Tsiqoh Pada Harakah Islamiyah

 
Dilema Taat dan Tsiqoh Pada Harakah Islamiyah

LADUNI.ID - Apa daya ternyata revolusi teknologi informasi berimbas kepada pola hubungan antar individu di masyarakat. Terlebih bagi harakah Islamiyah berbasis tanzhim yang mengandalkan ketaatan dan ketsiqahan jama’ah kepada qiyadah secara mutlak.

Akibat teknologi informasi ini setiap anggota jamaah dapat mengakses informasi secara mandiri. Kemudian bisa saling memberi informasi. Qiyadah makin kehilangan peran sentralnya sebagai pengendali opini jamaah karena tidak bisa lagi memonopoli informasi, membatasi, menyaring dan memilah informasi bagi jamaah.

Hampir mustahil ada narasi tunggal dalam satu jamaah. Peran qiyadah sebagai otoritas tunggal dalam hal informasi, narasi dan opini makin melemah. Akses informasi tanpa batas membuat jamaah makin bernalar. Kini jamaah bisa menilai benar atau salah, tepat atau keliru, valid atau hoax informasi, narasi dan opini dari qiyadah. Kasarnya ruang bagi qiyadah untuk melakukan abuse of power dengan tameng taat dan tsiqah semakin kecil.

Integritas pribadi qiyadah berpengaruh kepada sikap taat dan rasa tsiqah jamaah. Qiyadah tidak bisa lagi mengharapkan adanya taat dan tsiqah secara mutlak tanpa syarat. Dulu taat dan tsiqah yang muncul karena tuntutan masih efektif meskipun setengah terpaksa dan setengah sadar. Taat dan tsiqah yang diformalkan bersifat artifisial. Ini menjadi lahan subur bagi tumbuhnya sikap hipokrit jamaah dan qiyadah. Di depan tunduk, di belakang menikam.

Bukan demikian seharusnya. Taat dan tsiqah yang sejati lahir, tumbuh dan berkembang secara alamiah dari interaksi intensif antara pribadi jamaah dan qiyadah. Akan tetapi perkenalan jamaah dan qiyadah umumnya berawal dari kesamaan cita-cita ingin menegakkan syariat Islam. Kesamaan perasaan dan pemikiran keislaman.

Secara pribadi antar jamaah dan qiyadah jarang yang saling kenal satu sama lain. Interaksi yang intensif antara pribadi jamaah dan qiyadah di sangat sulit dilakukan. Faktor kesibukan masing-masing, kendala jarak dan waktu merupakan faktor sekunder. Di balik ini ada faktor utama yaitu ada anggapan tidak penting untuk mengenal pribadi, sifat dan karakter keseharian qiyadah. Inilah dilema harakah Islamiyah.

Hampir semua harakah Islamiyah merujuk kepada Sirah Nabawiyah dalam menentukan manhaj gerakannya. Semua mengakui mengikuti manhaj Rasulullah Saw. Terlepas benar atau salah, setiap harakah berhak atas klaimnya dengan catatan tidak boleh memaksakannya karena tidak terkonfirmasi kepada Nabi Saw sebagai pemilik Sirah.

Sirah merupakan kumpulan informasi global tentang kehidupan Nabi saw yang disusun secara kronologis, diriwayatkan layaknya hadits. Pemahaman terhadap peristiwa dalam sirah nabawiyah sangat mungkin berbeda-beda tergantung sudut pandang orang yang membacanya. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab sirah yang ditulis ulama menurut corak mereka masing-masing. Yang pasti pemahaman terhadap sirah bukan sirah itu sendiri.

Dari kalangan Ikhwanul Muslimin terbit buku sirah nabawiyah yang ditulis aktivis mereka, antara lain: Manhaj Haraki karangan Syaikh Abdul Munir Ghadban, Sirah Nabawiyah yang ditulis Syaikh Said Ramadhan menantu Imam Hasan al-Banna dan Fiqih Sirah karya Syaikh Muhammad al-Ghazali. Sayyid Quthub di kitab Hadza al-Islam dan Ma’alim fi ath-Thariq juga menyebutkan urgensi menapaki jalan dakwah Nabi saw untuk mewujudkan generasi yang sama dengan generasi awal Islam.

Hizbut Tahrir lebih tegas lagi mengklaim bahwa metode dakwah mereka mengikuti metode (thariqah) dakwah Nabi saw. Secara khusus ada 4 kitab yang mengurai metode dakwah Nabi saw yaitu kitab Ta’rif Hizbut Tahrir yang ditulis Syaikh Abdul Qadim Zallum, Daulah Islam karangan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Manhaj Hizbut Tahrir li Taghyir dari materi presentasi delegasi HT di Amerika dan kitab Dakwah Islam yang disusun oleh Syaikh Ahmad Mahmud.

Uniknya, dari sirah yang sama menghasilkan pola gerakan yang berbeda, IM melakukan aktivitas ishlah bertahap dan alami min fardhiyah ila daulah dalam sistem kehidupan yang sedang berjalan sedangkan HT melakukan gerakan revolusi total taghyir min nizhamul kufr ila Daulah Khilafah. Selain IM dan HT, masih ada jama’ah dakwah yang mengambil Sirah sebagai sumber inspirasi gerakannya sebut saja misalnya Jama’ah Tabligh, Hidayatullah, DI/TII Kartosuwiryo.

Efek samping dari membaca Sirah ini, setiap harakah terobsesi mau menjadi seperti harakah Rasulullah Saw ketika berdakwah dengan alasan ittiba’. Kadang tanpa disadari, qiyadah harakah Islamiyah merasa seperti qiyadah harakah Nabi Saw. Perasaan megalomania menyelinap dalam ahwal qiyadah bak hembusan bisikan setan. Ada perasaan “kenabian”. Qiyadah merasa wajib ditaati dan ditsiqahi oleh jamaah secara mutlak sebagaimana para sahabat taat dan beriman kepada Nabi Saw.

Dilema-dilema harakah Islamiyah tidak akan terjadi seandainya harakah Islamiyah menggunakan kacamata syariah ketika membaca Sirah. Membaca Sirah secara otonom tanpa didampingi wawasan fiqih yang luas akan berakhir pada perasaan megalomania qiyadah, jamaah dan harakah Islamiyah.

Oleh: Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar