Etika Bisnis Zaman Now    

 
Etika Bisnis Zaman Now    

                                                                                                   

LADUNI.ID, KOLOM- Bisnis selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial bagi semua orang. Islam sejak awal mengizinkan adanya bisnis, karena Rasulullah saw sendiri pada awalnya juga berbisnis dalam jangka waktu yang cukup lama. Di dalam hal perdagangan atau bisnis Rasulullah memberikan apresiasi yang seperti sabda beliau “Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia ini perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.

 Namun, Rasulullah tidak begitu saja meninggalkan tanpa aturan kaidah ataupun batasan yang harus diperhatikan dalam menjalankan perdagangan atau bisnis.

Secara bahasa, bisnis mempunyai beberapa arti yakni usaha dagang atau usaha komersial dalam dunia perdagangan atau bidang usaha. Menurut Huges dan Kapor dalam Alma bisnis merupakan suatu kegiatan usaha individu yang terorganisir untuk menjual barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendapatkan keuntungan.

Sementara itu menurut Berten bisnis meliputi aktivitas memproduksi barang atau jasa yang memiliki cakupan luas yakni mulai dari aktivitas mengolah bahan mentah menjadi barang jadi, mendistribusikannya kepada konsumen, menyediakan jasa, membeli barang dagangan ataupun aktivitas yang berkaitan dengan suatu pekerjaan yang bertujuan memperoleh penghasilan atau keuntungan.

Islam menghendaki adanya keuntungan atau laba dalam bisnis. Namun, Islam tidak membiarkan begitu saja seseorang bekerja sesuka hati untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara seperti melakukan penipuan, kecurangan, sumpah palsu, riba, menyuap dan perbuatan batil lainnya. Tetapi dalam Islam diberikan suatu batasan atau garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh, yang benar dan salah serta yang halal dan yang haram. Batasan atau garis pemisah inilah yang dikenal dengan istilah etika.

 

Namun dalam realita yang ada, bisnis berjalan sebagai proses yang telah menjadi aktivitas manusia untuk memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya perusahaan. Sedangkan etika dianggap sebagai penghambat bisnis dalam memperoleh laba yang tinggi ditengah persaingan yang ketat di era globalisasi ini. Karena dengan laba, bisnis dapat terjaga keberlangsungannya.

Tidak hanya itu, laba yang dicapai sering dijadikan sebagai alat ukur kinerja bisnis perusahaan dari periode ke periode serta mencerminkan kedudukan perusahaan dibandingkan pesaing.

Kedudukan laba yang cukup signifikan dalam bisnis bukan berarti perusahaan dalam setiap kebijakan dan tindakan bisnisnya selalu mngedepankan pencapaian laba yang tinggi dengan mengabaikan nilai atau etika dalam bisnis yang dilakukan. menjual serta Oleh karena itu, Islam menekankan adanya nilai-nilai moralitas seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan dan keadilan. Implementasi nilai-nilai tersebut merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku pasar.

Sehingga perilaku dalam berdagang atau berbisnis juga tidak lepas dari adanya nilai moral atau nilai etika bisnis. Penting bagi para pelaku bisnis untuk mengintegrasikan dimensi moral atau etika ke dalam kerangka ruang lingkup bisnis.

Terintegrasinya etika dan bisnis dalam Islam telah menciptakan suatu bangunan bisnis yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan setinggi-tingginya (jangka pendek). Akan tetapi, lebih menekankan pada pencapaian keuntungan yang bersifat jangka panjang (dunia kahirat) serta dapat dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi. Karena Islam memandang etika dalam bisnis sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Dalam alquran surat At-taubah ayat 105:

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Islam memiliki pedoman lengkap bagi umatnya dalam menjalani hidup. Termasuk pedoman bagaimana sebuah bisnis sosial yang dimiliki oleh perusahaan kepada stakeholder-nya, khusunya kepada konsumen sebagai pihak yang menggunakan produk perusahaan.

Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya konsumen. Mengingat konsumen sebagai pengguna produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan menduduki strata tertinggi dalam bisnis. Slogan “the customer is king” tidak hanay bermaksud menarik perhatian konsumen sebanyak mungkin (to create customer) melainkan mengungkapkan tugas pokok perusahaan untuk mengupayakan kepuasan konsumen.

Dengan kedudukan konsumen yang strategis serta tuntutan akan kepuasan konsumen, pemasaran memiliki posisi strategis yang harus mendapat perhatian serius dari aspek etika bisnis. Karena apek pemasaranlah yang menjadi penghubung antara aspek produksi, keuangan dan MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) dengan konsumen. Hal ini dikarenakan pemasaran berfungsi menciptakan, mengkomunikasikan dan memberi nilai kepada pelanggan untuk mengelola hubungan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.

 

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Litaerasi Dayah MUDI Samalanga

            Referensi: 

  1. Muslich, Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Ekonisia, 2004)
  2. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009), 121. 
  3. Buchori Alma, Manajemen Pemasara dan Pemasaran Jasa, (Bandung: Alfa Beta, 2000), 16. 
  4. K Bertens, Pengertian Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius. 2000). 17 
  5. Indriyo Gitosudarmo, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: BPFE, 1999), 41. 
  6. Kotler, Kevin Keller, Manajemen Pemasaran; Person Prentice Hall edisi bahasa Indonesia ke 12 jilid 2 Terjemahan, (Jakarta: PT. Indeks, 2007),