Ilmu Pengetahuan yang Ada di Dalam Al-Qur’an
Relevansi Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ilmuan terkemuka asal Perancis, Dr Maurice Bucaille, dalam bukunya: ”La Bible, le Coran et la Science (1976)”, yang membandingkan kitab-kitab suci antara Al-Qur’an, Injil, dan Taurat, berkesimpulan bahwa “Al-Qur’an-lah yang paling dekat dengan teori ilmu pengetahuan”. Hal itu ia kemukakan setelah ia meneliti mummi Firaun Ramses II.
Saya berpendapat, dokter bedah senior asal Perancis itu sejatinya hanya melacak kebenaran dari opini Imam Ibnu al-Arobi al-Ma’afiry (wafat 543 H) dalam kitabnya ”Qonunut Ta’wil”, yang jauh-jauh sebelumnya telah berpendapat “Di dalam Al-Qur’an terdapat lebih dari empat ribu ilmu pengetahuan. Hanya saja, intelektualitas manusialah yang masih banyak belum mampu menjangkaunya”.
Di konteks ini, Imam Al-Ghazali berijtihad, dan dalam kitabnya Ihya Ulumid Din ia secara implisit menyatakan, di internal (Islam) banyak terdapat ilmu pengetahuan. Hal itu saya simpulkan dari paparan Hujjatul Islam itu yang menyatakan bahwa dari sekian banyak ilmu dan pengetahuan, hukum memepelajari ilmu terbagi menjadi dua macam. Pertama, fardu ‘ain hukumnya, yang wajib bagi setiap orang, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bekal beribadah. Kedua, fardhu kifayah hukumnya, cukup diwakili oleh sebagian orang, seperi ilmu kedokteran, ekonomi, politik, dan lainnya, yang lebih cenderung bersifat pengetahuan umum (non-syariah).
Jika di dalam Al-Qur’an itu tidak terdapat banyak ilmu pengetahun, tentu sangat tidak mungkin Al-Ghazali membuat peta pembagian hukum memepelajari ilmu (dengan analisa syar’i) tersebut. Kian jelaslah bahwa di dalam Al-Qur’an betapa banyak ragam ilmu dan pengetahuan. Menurut saya, Imam Al-Ghazali mencetuskan pendapat demikian karena ia sendiri mampu menggalisa isi “bagian dalam” Al-Qur’an.
Data Sejarah
Sejarah pun mencatat, Ibnu Khaldun (732 H-808 H) yang hafal Al-Qur’an saat usia 7 tahun adalah intelektual terkemuka di dunia. Ia dinobatkan oleh dunia pendidikan sebagai “Bapak Ekonomi”, dengan pemikiran-pemikiran inovatif dan cemerlang tentang teori ekonomi jauh sejak tiga abad lalu sebelum gagasan-gagasan ekonomi yang diluncurkan oleh para ekonom terkemuka lainnya seperti Prof Dr Adam Smith (1723-1790) dan Prof Dr David Ricardo (1772-1823). Magum opus-nya buku spektakuler “al-Muqaddimah” yang lebih dikenal dengan nama “Muqaddimah Ibnu Khaldun” menjadi bacaan wajib para cendikiawan dan ilmuwan modern di seluruh belahan dunia.
Juga ada Ibnu Sina (980-1037) yang sejak kecil dia banyak mempelajari ilmu agama Islam dan berhasil menghafal Al-Qur'an saat berusia 10 tahun. Di kalangan orang-orang Barat dikenal dengan panggilan Avicenna, sang filosuf, ilmuwan, dan juga dokter pada abad ke-10. Ia pun mendapat gelar kehormatan sebagai 'Bapak Kedokteran Modern' dan masih banyak lagi sebutan kebesaran baginya yang relevan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Magnum opus-nya dalam bahasa Arab adalah “Al-Qanun fith –Thib”, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia sebagai rujukan wajib ilmu kedokteran sejak berabad-abad silam hingga kini. Ia menghasilkan 450 karya ilmiah, meski hanya sekitar 240 manuskrip karyanya terselamatkan. Karya-karyanya mencakup beragam disiplin keilmuan: filsafat, astronomi, kimia, geografi, matematika, geologi, teologi, psikologi, fisika, logika hingga seni puisi, dan lainnya.
Ibnu Khaldun dan Ibnu Sina hanya dua contoh dari para ilmuwan dunia terkemuka yang sejak anak-anak keilmuannya dilandasi mempelajari sekaligus menghafal Al-Qur’an. Masih banyak sederetan ilmuwan terkemuka yang hafal dan faham Al-Qur’an sejak dini. Bagaimana dengan generasi penghafal Al-Qur’an abad sekarang?
Reorientasi Penghafal Al-Qur’an
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp189.000
Rp75.000
Rp65.000
Rp129.000
Memuat Komentar ...