Alasan Shalat Harus Menghadap Kiblat

 
Alasan Shalat Harus Menghadap Kiblat
Sumber Gambar: Foto Konevi / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Ka'bah atau Baitullah sebagai kiblat umat muslim adalah sebuah bangunan tempat ibadah tertua di muka bumi yang berada di dalam Masjidil Haram Mekkah. Masyhur dalam riwayat dikatakan bahwa Ka'bah pertama kali dibangun oleh Nabi Adam SAW. Karena saking tuanya bangunan Ka'bah ini Al-Qur'an menyebutnya sebagai Bayt Al-Athiq. Hal ini tercantum dalam surat Al-Hajj ayat 29:

وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)"

Kemdian Nabi Ibrahim AS mendapatkan wahyu dari Allah untuk mendirikan kembali bangunan Ka'bah. Hal ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 127:

وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"

Nabi Ibrahim AS bukanlah orang yang pertama yang membangun Ka'bah, karena sejatinya Ka'bah sudah ada sebelum Nabi Ibrahim AS kembali mendirikan bangunannya. Hal ini juga dijelaskan dalam surat Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur"

Baca Juga: Hukum Shalat Tanpa Mengetahui Posisi Arah Kiblat

Namun dalam sejarah Islam pernah terjadi perpindahakn kiblat dari Ka'bah ke Baitul Maqdis. Peristiwa ini terjadi saat Rasulullah SAW hijarah ke Madinah dan turunlah perintah dari Allah SWT agar menghadap ke Baiqul Maqdis. Hal ini dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir sebagai berikut:

كَانَ أَوَّلُ مَا نُسِخَ مِنَ الْقُرْآنِ الْقِبْلَةُ، وَذَلِكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ، وَكَانَ أَهْلُهَا الْيَهُودَ، أَمَرَهُ اللَّهُ أَنْ يَسْتَقْبِلَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، فَفَرِحَتِ الْيَهُودُ، فَاسْتَقْبَلَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يحب قبلة إبراهيم، وكان يَدْعُو وَيَنْظُرُ إِلَى السَّمَاءِ

"Yang pertama kali di-naskh dalam Al-Qur’an ialah kiblat, bahwasanya Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah, sementara penduduk madinah mayoritas adalah Yahudi, Allah memerintahkan untuk menghadap Baitul Maqdis (ketika shalat), maka berbahagialah orang Yahudi. Rasulullah menghadap Baitul Maqdis (ketika shalat) selama lebih dari 10 bulan, padahal beliau lebih senang pada kiblatnya Nabi Ibrahim (Ka’bah), maka beliau seringkali berdoa dan menghadap ke langit"

Namun atas do'a dan permohonan Rasulullah SAW maka allah kembali menurunkan perintah untuk kembali memindahkan arah kibat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah. Peristiwa ini bisa kita cermati dalam surat Al-Baqarah ayat 144:

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan"

Baca Juga: Hukum Menjawab Akhir Bacaan Surat At-Tin dalam Sholat

Hingga saat ini kab'bah menjadi kibat umat Islam dalam menjalankan shalat. Bahwa kita menghadap Ka'bah bukan berarti kita menyembah Ka'bah, melainkan secara hakikat kita tetap menyembah Allah SWT, karena ka'bah adalah tempat menghadap yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Mungkin hingga saat ini masih ada sebagian orang yang mempertanyakan alasan kenapa kita shalat harus menghadap kiblat? bukankah Allah SWT bisa disembah dengan menghadap kemana saja? 

Menghadap kiblat (Ka'bah) adalah perintah Allah SWT yang sudah termaktub dalam Al-Qur'an. Selain itu salah satu tujuan menghadap kiblat adalah untuk mengetahui mana yang memiliki keimanan yang asli dan palsu. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an dalam surat Al-Baqarah ayat 143:

 وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

"Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia"

Konteks ayat ini adalah gambaran bahwa perpindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah merupakan ujian untuk melihat siapa yang keimanannya asli dan palsu. Karena setelah Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW untuk memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, orang-orang Yahudi tidak senang lalu mereka menggiring kabar burung yang tidak baik dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang plin-plan, kadang shalat menghadap ke sana, kadang ke sini.

Kemudian Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Iqtishod fil I’tiqod menerangkan bahwa umat Islam selalu mengharapakan shalat yang sempurna, bukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Untuk mendapatkan hal tersebut, kita memerlukan hati yang khusyu. Hati yang khusyu bisa didapatkan jika anggota badan juga khusyu.

Karena hati mempunyai hubungan dengan anggota badan, maka, ketika kita sholat menghadap kiblat, anggota badan kita fokus dan khusyu pada satu arah. Hal ini membantu hati untuk juga khusyu pada satu tujuan, yaitu Allah SWT. Sehingga diambil kesimpulan, salat menghadap kiblat, membantu proses untuk mendapatkan kekhusyukan dan tunduk kepada Allah SWT.

Baca Juga: Hukum Shalat di Masjid yang Dibangun dengan Uang Haram

Dalam kitab Hikmatut-Tasyri’ wa Falsafatuhu karangan Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dijelaskan bahwa terdapat hikmah ketika kita shalat menghadap ke kiblat. Adapun hikmahnya adalah sebagai berikut:
Pertama, menghidupkan sunah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Keduanya menjadi sebab dibangunnya Ka’bah yang mulia. Sehingga dengan menghadap kiblat, tidak hilang peran keduanya dari hati umat Islam.
Kedua, Sesungguhnya dengan menghadapkan wajah ke arah kiblat dan memalingkan seluruh anggota tubuh ke satu arah, orang Islam tidak terkecoh untuk menengok ke kanan dan ke kiri. Hal ini dapat menumbuhkan biji-biji ketenangan, kekhusyukan dan ketetapan iman dalam hatinya.
Ketiga, Sesungguhnya manusia cenderung untuk menentukan waktu dan tempat yang digunakan untuk melakukan kebiasaannya sesuai pelaksanaannya. Di mana apabila penentuan ini hilang, maka aturan amalnya terganggu dan kehidupannya rusak. Karena dia akan melakukan kebiasaan (rutinitas) yang berlaku dengan kacau dan tanpa waktu yang pasti. Begitu juga, jika manusia tidak mempunyai arah yang jelas dalam menunaikan tugas ibadah dan justru hatinya berpindah dari satu arah ke arah yang lain, maka keistimewaan ikhlasnya dalam melaksanakan tugas akan hilang dan dia tidak akan mendapatkan pahala karena tidak melakukan tugas tersebut sesuai yang diharapkan. Allah SWT menjadikan kiblat bagi kita supaya mengetahui arah yang bisa menjadikan amal kita diterima dengan mengikutinya, sehingga kita tidak menjadi pemilih arah yang diliputi kekacauan dan kebingungan layaknya keadaan orang yang bingung ketika memilih sesuatu.
Keempat, Sesungguhnya ketika seluruh umat Islam di bagian timur dan barat bumi menghadap ke kiblat, maka di dalamnya terdapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena umat Islam dengan ini memberitahukan bahwa mereka adalah saudara yang benarbenar hatinya saling mengasihi dan semua niatnya bersatu pada satu hal, yakni ka’bah yang dimuliakan. Sesungguhnya walaupun tempat mereka itu jauh dan berpisah-pisah di timur, barat, dan seluruh arah, namun ka’bah menjadi titik lingkup persatuan mereka, di mana hati mereka terkumpul di sekitar ka’bah dari berbagai pelosok negara.
Kelima, Jika seseorang ingin menampakkan (pamer) keikhlasan dalam penghambaannya melalui ekspresi tertentu, kasat mata, dan terlihat oleh banyak manusia, niscaya dia akan menentukan tempat yang digunakan untuk memamerkan ketaatan dan keikhlasannya itu. Begitu juga apabila seseorang menghadapkan wajahnya ke arah kiblat dan anggota badannya itu juga tenang dan hatinya hadir, maka orang itu benar-benar melaksanakan tugasnya yang diperintahkan dan menampakkan keikhlasan di tempat tertentu. Sehingga tidak ada keraguan bahwa dia telah melaksanakan tugas tersebut, meskipun ketika dia berada dalam kekacauan atau dalam kondisi tidak ada tempat khusus baginya.
Keenam, Ketika seseorang menghadap kiblat pada saat muazin mengumandangkan iqomah dengan bergegas, maka dia benarbenar telah membuktikan ketaatannya kepada Allah dan rasulnya. Sesungguhnya Ka’bah yang dimuliakan ada di negara tempat kelahiran Rasulullah Saw. Oleh sebab itu, untuk mengagungkannya, umat Islam diperintah agar menghadapkan wajahnya ke Ka’bah karena Ka’bah adalah tempat yang paling mulia di bumi.
Ketujuh, Sesungguhnya menghadap kiblat itu mengingatkan umat Islam tentang cinta Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Karena ketika Rasulullah SAW melihat bahwa menghadap kiblat dan menghadap ke Ka’bah lebih baik daripada menghadap ke Baitul Maqdis, beliau mengarahkan wajahnya ke langit sembari menunggu izin dari Tuannya (Allah). Kemudian Allah mengabulkan harapannya sebagai bentuk kecintaan Allah kepada Rasulullah SAW.

Wallhu A'lam


Referensi:
1. Al-Quran Al-Karim
2. Kitab Al-Iqtishod fil I’tiqod karya Imam Al-Ghazali
3. Kitab Hikmatut-Tasyri’ wa Falsafatuhu karya Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi