Inspirasi Konsep "Negara" Madinah dalam Konteks Indonesia

 
Inspirasi Konsep
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Selain sebagai pemimpin umat, Nabi Muhammad SAW juga seorang hakim dan qadhi. Beliau mengembangkan "negara" berdasarkan kesepakatan dan perjanjian di Madinah. Nabi SAW memimpin umat untuk berkomitmen dalam kebersamaan yang diatur dalam Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah). Walau demikian, Nabi SAW sendiri tidak menetapkan aturan baku soal bentuk negara. Tetapi bentuk pemerintahan di Madinah menjadi inspirasi.

Kemudian muncullah sistem pemerintahan yang berkembang pasca Nabi Muhammad SAW wafat. Belakangan ada Daulah Islamiyah yang pernah berkembang setelah era Al-Khulafa' Ar-Rasyidun. Namun hal itu sebatas pengembangan sistem pemerintahan umat Islam kala itu. Sedangkan, jika dipahami dengan baik, maka akan didapati fakta bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah mendirikan Negara Islam, Daulah Islamiyah maupun kekhalifahan Islam. Nabi SAW mendirikan "negara" setelah hijrah ke Yatsrib (Madinah). Dengan kata lain, Nabi SAW mendirikan Negara Madinah itu berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang termaktub dalam Piagam Madinah.

Kesepakatan tersebut dijalin oleh Nabi Muhammad SAW dengan agama, kabilah, dan suku-suku lain yang berkembang di Madinah. Madinah kala itu memang berkembang menjadi kawasan yang majemuk atau pluralistik. Konsensus atau kesepakatan yang tertuang dalam Piagam Madinah berdasarkan asas keadilan untuk semua bangsa, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, kabilah, dan suku-suku yang hidup di Madinah. Karena di dalamnya disebutkan bahwa faktor penyusunan Piagam Madinah ialah; pertama, faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah), kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.

Piagam Madinah berisi 47 pasal. Piagama tersebut merupakan supremasi "perjanjian negara" pertama dalam sejarah Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, Nabi SAW mendirikan Darul Mistaq, negara kesepakatan antar kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Jadi jika dihubungkan dengan pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH. Wahid Hasyim, dan lain-lain sudah tepat dalam meneladani Nabi SAW karena melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.

Hal itu dikarenakan sistem pemerintahan yang menempuh jejak kenabian ialah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa, sebagaimana terdapat dalam perjanjian dan kesepakatan yang termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah, yang tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama.

Mitsaq Al-Madinah menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam, bahwa "negara" pertama yang didirikan Nabi Muhammad SAW ialah "Negara" Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq), bukan Negara Islam, bukan Daulah Islamiyah atau Khilafah dalam pandangan sebagian kelompok Islam.

Layaknya Piagam Madinah, Pancasila merupakan konsensus kebangsaan yang disepakati oleh para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia. Para pendiri bangsa di antaranya terdiri dari para ulama dan aktivis Islam. Mereka paham agama dan fiqih siyasah, sehingga negara berdasarkan Pancasila tidak menyalahi syariat Islam. Justru syariat dan nilai-nilai Islam menjadi jiwa bagi Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial merupakan nilai-nilai universal Islam yang terkandung dalam Pancasila.

Jika umat Islam melihat lebih dalam sistem pemerintahan yang mengikuti jejak kenabian, maka tidak salah jika Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang cukup berhasil dalam mempraktikkannya. Ukurannya bisa dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW mendirikan negara kesepakatan (Darul Mitsaq) bersama umat beragama, suku, dan kabilah-kabilah di Madinah berdasarkan Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah). Serupa demikian, Indonesia juga mempunyai konsensus kebangsaan atau kesepakatan seluruh bangsa yang mendiami Tanah Air Republik Indonesia berupa Pancasila. Seluruh bangsa yang ada di dalamnya, tak terkecuali, dilindungi oleh negara selama mereka tidak melanggar kesepakatan dan tidak melanggar hukum yang berlaku secara norma, etika, dan legal.

Tentu saja penulis tidak bermaksud membandingkan atau menyamakan antara produk kesepakatan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah dengan para ulama Indonesia dalam Pancasila. Ulama Nusantara hanya mengambil inspirasi dari praktik pendirian "Negara" Madinah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Di sini, Nabi SAW secara tidak langsung memberikan inspirasi kepada umat Islam bagaimana membangun sistem pemerintahan Islami berdasarkan kesepakatan bersama warga bangsa. Kendati demikian, Islam tetap menjiwai praktik kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW kala itu.

Pertanyaannya, mengapa masih ada sebagian kelompok umat Islam yang menggebu-gebu mendirikan khilafah dalam arti Negara Islam? Sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak pernah mempraktikkan pendirian Negara Islam secara paten. Celakanya, ada juga orang-orang Islam yang memaknai bahwa negara dalam bentuk kekhilafahan adalah bagian dari ajaran Islam. Pandangan ini bukan hanya salah kaprah dan terlalu dipaksakan, tetapi benar-benar salah paham mengenai Islam itu sendiri. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 03 April 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Hakim