Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Satu Tarikan Nafas Ketika Shalat

 
Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Satu Tarikan Nafas Ketika Shalat
Sumber Gambar: Foto GR Stocks / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Membaca surat Al-Fatihah merupakan salah satu rukun dalam shalat yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang shalat, baik ketika shalat sendiri maupun shalat berjama'ah. Sebagai salah satu rukun shalat maka membaca surat Al-Fatihah adalah wajib dilaksanakan kalau tidak membacanya hukum shalatnya tidak sah kecuali dalam kondisi dan alasan tertentu dimana orang tersebut diperbolehkan membaca bacaan lain (ayat lain) sebagaimana kesepakatan para ulama.

Pembacaan Al-Fatihah diwajibkan harus benar dan tepat sebagaimana pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an lainnya yang sesuai dengan ilmu tajwid. Namun dalam beberapa kejadian kita menemukan orang yang membaca suat Al-Fatihah dalam shalat dalam berbagai cara, salah satunya yaitu dengan menyambung seluruh ayat Al-Fatihah dalam satu tarikan nafas atau semua ayatnya diwashal. Berkaitan dengan ini, bagaimana hukum membaca Al-Fatihah dalam shalat dengan satu tarikan nafas?

Baca Juga: Hukum Membaca Surat Al-Fatihah dalam Shalat

Dalam Kitab Kasyifatus Saja karangan Syekh Nawawi Al-Bantani dijelaskan bahwa terdapat beberapa syarat-syarat membaca Al-Fatihah diantaranya sebagai berikut:

  1. Tertib, yaitu membaca Al-Fatihah harus sesuai dengan urutan-urutan ayat yang ada
  2. Muwalah, yaitu membaca Al-Fatihah dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat memisah antara ayat satu dan ayat berikutnya. Apabila bacaan Al-Fatihah disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan sholat, meskipun hanya sedikit, seperti bacaan hamdalah ketika bersin, dan meskipun disunahkan untuk dibaca saat di luar sholat, seperti menjawab muadzin, maka muwalahnya terputus dan orang yang shalat wajib mengulangi bacaan Al-Fatihahnya dan sholatnya tidak batal.
  3. Muro’atu Hurufiha (Menjaga huruf-huruf Fatihah). Jumlah awal huruf-hurufnya adalah 138 huruf dengan memasukkan alif-alif washol dalam hitungan. Adapun ketika huruf-huruf yang bertasydid dihitung sendiri serta dua alif dari lafadz ‘ صراط ’ di dua tempat dan dua alif lafadz ‘ الضآلين ’ maka jumlahnya menjadi 156 huruf dengan mengikut sertakan alif dalam lafadz ‘ مَالِكِ ’ dan 155 huruf dengan membuang alifnya. Apabila orang yang shalat menggugurkan atau menghilangkan satu huruf saja dari 155 atau 156 huruf tersebut maka sholatnya tidak sah.
  4. Menjaga Tasydid-tasydid Fatihah. Syaikhul Islam berkata dalam kitab Fathul Wahab bahwa kewajiban menjaga tasydid-tasydid Al-Fatihah berdasarkan alasan karena tasydid adalah haiat (keadaan) huruf-huruf yang ditasydid itu sendiri sehingga kewajiban menjaga huruf-huruf bacaan Fatihah mencakup kewajiban menjaga haiatnya.
  5. Tidak diam lama secara mutlak tanpa udzur ketika membaca Al-Fatihah. Sedangkan apabila ada udzur, seperti bodoh, lupa, lalai, atau gagap maka tidak apa-apa.
  6. Tidak diam sebentar saat membaca Fatihah yang mana musholli menyengaja memutus bacaan dengan diam sebentarnya tersebut. Berbeda apabila ia menyengaja memutus bacaan Al-Fatihah tetapi ia tidak diam maka bacaannya tidak batal. Perbedaan antara tidak batalnya menyengaja memutus bacaan Al-Fatihah dan batalnya menyengaja memutus niat adalah bahwa niat merupakan salah satu rukun sholat yang wajib dilanggengkan secara hukum, sedangkan proses melanggengkan secara hukum tersebut tidak mungkin terjadi jika disertai dengan niatan memutus. Adapun membaca Al-Fatihah tidak membutuhkan niat tertentu sehingga menyengaja memutusnya pun tidak berpengaruh.
  7. Membaca setiap ayat Al-Fatihah termasuk ayat darinya adalah Basmalah. Secara pengamalan hukum bukan keyakinan (artinya kita hanya wajib membaca basmalah saat membaca Al-Fatihah, bukan kita wajib meyakini bahwa basmalah termasuk dari Al-Fatihah) karena Rasulullah SAW  memasukkan basmalah sebagai bagian dari Al-Fatihah. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Mereka berdua menshohihkan hadis tersebut. Tetapnya basmalah secara hukum sebagai salah satu dari ayat Fatihah cukup menurut dzon atau sangkaan, bukan keyakinan.
  8. Tidak melakukan lahn (kesalahan membaca) yang dapat merusak makna. Syarqowi mengatakan bahwa istilah lahn menurut Fuqoha mencakup merubah i’rob dan mengganti huruf satu dengan huruf lain. Adapun lahn menurut ulama bahasa dan Nahwu berarti merubah i’rob dan keliru dalam i’rob.
  9. Membaca Al-Fatihah dilakukan pada saat rukun berdiri dalam sholat fardhu. Artinya disyaratkan melakukan bacaan Fatihah dengan setiap huruf-hurufnya pada saat berdiri atau gantinya (duduk, tidur miring, berbaring).
  10. Musholli membuat dirinya sendiri mendengar seluruh huruf-huruf Al- Fatihah saat membacanya ketika ia memiliki pendengaran sehat dan tidak ramai tempatnya.
  11. Bacaan Fatihah tidak disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan maslahat sholat, seperti dzikir-dzikir yang telah disebutkan sebelumnya. Berbeda apabila dzikir yang menyela-nyelai Al-Fatihah memiliki hubungan dengan maslahah sholat, seperti bacaan amin karena bacaan imam, bacaan fath kepada imam meskipun bukan di saat membaca Fatihah.
  12. Disyaratkan juga membaca Al-Fatihah dengan Bahasa Arab, bukan terjemahannya dengan hahasa lain meskipun ia tidak mampu menggunakan Bahasa Arab. Begitu juga pengganti Al-Fatihah harus dengan Bahasa Arab apabila penggantinya itu adalah Quran. Sedangkan apabila penggantinya bukan Quran, alias dzikir atau doa, maka musholli yang tidak mampu menggunakan Bahasa Arab boleh menerjemahkan dengan Bahasa lain.
  13. Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah adalah bahwa musholli tidak membacanya dengan jenis bacaan syadz (langka) yang dapat merubah makna. Maksud bacaan syadz disini adalah bacaan selain qiroah sab’ah.
  14. Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah tidak adanya shorif (memuji). Apabila musholli membaca Fatihah dengan tujuan memuji maka tidak mencukupinya karena adanya shorif yang berupa memuji. Melainkan ia harus membaca Fatihah dengan tujuan qiroah (membaca) atau memutlakkan.

Baca Juga: Hukum Membaca Surat Pendek Setelah Fatihah pada Rakaat Ketiga dan Keempat

Dari syarat di atas bisa kita simpulkan bahwa selama tidak mengubah makna, bacaan, dan niat dalam membaca Al-Fatihah ketika shalat, membaca surat Al-Fatihah dalam satu tarikan nafas tidak menjadi masalah dan tidak berpengaruh terhadap sahnya shalat. Selain itu karena dalam Al-Qur'an tidak ada kewajiban mutlak waqof (berhenti) kecuali dengan sebab seperti akan merusak makna. Hal ini dijelaskan dalam kitab Matan Jazariyah sebagai berikut:

وليس في القرآن من وقف وجب * ولا حرام غير ما له سبب

"Dalam Al-Qur'an tidak ada wajib waqof atau harom waqof kecuali karena ada sebab.. misalkan merusak makna"

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Kasyifatus Saja
2. Kitab Matan Jazariyah