Biografi KH. Muhammad Said Budairy

 
Biografi KH. Muhammad Said Budairy

Daftar Isi Profil KH. Muhammad Said Budairy

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Keluarga
  4. Pendidikan
  5. Peranan di Nahdlatula Ulama (NU)
  6. Karier di Politik

 

Kelahiran

KH. Muhammad Said Budairy lahir menjelang subuh pada tanggal 12 Maret 1936. Beliau merupakan anak ketiga dari pasangan KH. Budairy bin KH. Idris dengan Mutmainnah binti Kiai Ali Murtadlo.

Kelahirannya disambut gembira oleh keluarga besar dan menjadi rebutan untuk memberikan nama, Kiai Idris memberi nama Tohir, namun kemudian yang digunakan adalah nama Muhtarom pemberian Kiai Alwi Murtadho.

Nama Muhammad Said Budairy adalah nama pengganti karena Muhtarom bayi sering sakit-sakitan. Menurut tradisi jawa, sakit-sakitan si bayi karena keberatan dengan yang diberikan. Hingga suatu hari datanglah seorang kiai dari Gentong, Pasuruan. Beliaulah yang mengganti nama Muhtarom dengan Said “Muhammad Said Budairy”.

Wafat

KH. Muhammad Said Budairy wafat hari senin pada tanggal 30 November 2009. Jenazah beliau dikebumikan sore hari di area pemakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.

Keluarga

KH. Muhammad Said Budairy  melepas masa lajangnya dengan menikahi Hayatun Nufus. Buah dari pernikahannya, beliau dikarunia 3 orang anak.

Pendidikan

Said menempuh pendidikan agama di Pesantren Bungkung Singosari. Sementara pendidikan umum didapat dari Madrasah lbtidaiyah Nahdlatul Ulama, Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama, dan SMA. Saat Malang mengalami situasi sosiai dan pemerintahan penuh gejolak, jalan-jalan dikuasai para ”Iaskar rakyat” pada 1947, Said mengungsi ke Kediri di rumah KH. Abu Suja. Di sana dia sempat mengaji.

Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)

Keterlibatan KH. Muhammad Said Budairy di NU sudah sejak kecil. Semasa kanak-kanak, dia aktif di Athfal, organisasi kepanduan di bawah Gerakan Pemuda Ansor. Dia juga salah satu pendiri lkatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan pada 1954 menjadi ketua cabang Kabupaten Malang.

Saat muktamar pertama IPNU pada 28 Februari 1955 di Malang, dia bertemu Presiden Soekarno dan tokoh utama NU antara lain KH. Wahab Chasbullah, KH. Masykur, dan KH. Zainui Arifin. Tahun 1959 hingga 1961 dia menjadi sekretaris perwakilan pimpinan pusat IPNU.

Pada tanggal 17 April 1960 di Kaliurang, Yogyakarta, bersama 12 pemuda, pelajar, dan mahasiswa NU, Said turut mendirikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Hingga akhirnya ia dipercaya sebagai salah satu pelopor berdirinya organisasi mahasiswa NU yang kemudian disepakati dengan nama PMII.

Said Budairy adalah cerminan sosok aktivis dengan tingkat keilmuan yang luas. Ia juga tidak diragukan lagi soal loyalitasnya terhadap organisasi.

Said Budairy tidak hanya dikenal di lingkungan PMII atau NU saja. Namun ia juga dikenal di komunitas lain. Ia merupakan sosok jurnalis cerdas yang sering memunculkan ide-ide cemerlang.

Karier di Politik

Keaktifannya di NU menghantarkan KH. Muhammad Said Budairy menjadi anggota DPR-GR/MPRS dari Fraksi NU. Dia pernah menjadi anggota MPR-RI (Badan Pekerja) Praksi PPP.


 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya