Hukum Menggunakan Air Bekas untuk Bersuci

 
Hukum Menggunakan Air Bekas untuk Bersuci

GHUSAALAH (air bekas untuk membersihkan najis/menghilangkan hadats) :

Menurut Kalangan Madzhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali hukumnya suci bila memenuhi sarat :

1. Bila saat pemakaiannya air yang mendatangi barang (keterangannya sama dengan pertanyaan No. 1)

2. Bila saat berpisah dengan najis airnya tidak berubah dan barang yang disucikan juga sudah suci

3. Bila timbangannya tidak bertambah dengan mengukur kadar air yang terserap barang

Bila tidak memenuhi tiga syarat ini hukumnya NAJIS. Sedang menurut pendapat Kalangan Hanafiyah Ghusaalah terbagi menjadi dua macam bagian ; Yang dipakai membersihkan najis hakiki dan dipakai menghilangkan hadats, Ghusaalah yang dipakai untuk menghilangkan hadats (misalnya air bekas wudhu dan mandi wajib) menurut Hanafiyah hukumnya musta’mal tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi tetapi menurut pendapat yang kuat masih bisa digunakan untuk menghilangkan najis hakiki. Lihat al-badaai’ I/66 dan Rod alMukhtaar I/300. [ Fiqh al-Islaam wa Adillatuh I/236, 290 ].

Apakah dengan mensiram air kencing di kamar mandi tersebut sudah di yakini hilang najisnya ??

Kalau belum hilang salah satu sifat najisnya (bau, rasa dan warnanya) maka masih najis meskipun sudah kering dan akan berpengaruh saat terkena sesuatu yang basah (seperti percikan air bekas wudhu).

Tapi bila saat menyiram kencing mekipun tanpa disikat dalam kamar mandi tersebut sudah tidak ada sifat-sifatnya najis lagi, berarti sudah suci dan tidak berpengaruh lagi meski terkena hal yang basah.......

الأول) طهارة الثوب والبدن والمكان من النجاسات وهي:الخمر والبول والغائط والروث والدم والقيح والقيء والكلب والخنزير وفرع أحدهما والميتة وشعرها وظلفها وجلدها إلا ميتة الآدمي والسمك والجراد والمذكاة المباح أكلها. فمتى لاقت هذه النجاسات ثوب الانسان أو بدنه أو مصلاه أو غيرها من الجامدات مع رطوبة فيها أو في ملاقيها فإن كان لها طعم أو لون أو ريح وجب غسلها حتى يزول

[ Matan Safiinah an-Najaah I/12 ].
Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah