Pemberdayaan Ekonomi Nahdlatul Ulama

 
Pemberdayaan Ekonomi Nahdlatul Ulama

Muktamar (dulu disebut kongres) Nahdlatul Ulama ke-13, tahun 1935 antara lain memutuskan, bahwa kendala utama yang meng- hambat kemajuan umat melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dan menegakkan agama adalah karena kemiskinan dan kelemaahan ekonomi. Oleh karena itu, muktamar mengamanatkan kepada PBNU (dulu namanya HBNO) untuk mengadakan gerakan penguatan ekonomi warga. Para pemimpin NU waktu itu menyimpulkan bahwa kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya Sumber Daya Manusianya (SDM). Setelah diadakan pengkajian, disimpulkan ada beberapa prinsip ajaran Islam yang perlu ditanamkan kepada warga NU agar bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang disebut dengan Mabadi’ Khairul Ummah, atau langkah awal membangun umat yang baik.

Lima prinsip Mabadi’ Khairul Ummah adalah (1) al-shidqu, (2) al-amanah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi, (3) al-adalah, (4) ta’awun, (5) al- istiqomah. Berikut penjelasan masing-masing prinsip tersebut.
1. Al-Shidqu

Al-Shidqu berarti jujur, benar, keterbukaan, tidak bohong, serta satunya hati antara kata dan perbutan. Setiap warga nahdhliyyin, mula-mula dituntut jujur kepada diri sendiri, kemudian kepada orang lain. Dalam mu’amalah dan bertransaksi harus mengikuti sifat al-shidqu ini sehingga lawan dan kawan kerjanya tidak khawatir tertipu. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saat menjalankan bisnis Sayyidatina Khadijah. Dari sikap inilah, beliau memperoleh kesuksesan yang besar. Padahal itu memang menjadi perilaku Rasulullah sepanjang hayatnya.
Warga NU sebagai pengikut Nabi Muhammad harus mengikuti
jejaknya. Bila melupakan dan meninggalkannya, pasti akan merugi dan menderita kegagalan. Sikap al-shidqu ini terbukti juga bagian penting dari kunci sukses kegiatan perekonomian modern.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN

 

 

Support kami dengan mengaktifkan NSP ini:

 

Silakan menyampaikan komentar, testimoni, pengalaman terhadap beliau.

Memuat Komentar ...