Memasyarakatkan Iktikaf Akhir Ramadhan

 
Memasyarakatkan Iktikaf Akhir Ramadhan

LADUNI. ID, KOLOM-Salah satu ibadah dibulan Ramadhan yang sangat dianjurkan berupa iktikaf. Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian iktikaf. Dalam pandangan ulama Syafi’iyyah,iktikaf Ialah berdiam diri dalam masjid yang dilakukan oleh seseorang dengan dibarengi niat.

Sedangkan menurut ulama Hanabilah, iktikaf Merupakan menetapi masjid untuk taat pada Allah dengan bentuk yang tertentu, dilakukan seorang muslim yang berakal meski ia tamyiz, suci dari hal yang mewajibkan mandi dan Paling sedikit masanya adalah sesaat.

Maka tidak sah dilakukan oleh orang non muslim meski orang murtad, orang gila, belum tamyiz, karena tidak adanya niat dari mereka, tidak sah juga dilakukan oleh orang yang sedang junub meskipun ia berwudhu, tidak cukup hanya dengan melewati masjid dan masa paling pendeknya sekejap mata. 

Ini sebagaimana yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw berdasarkan hdits Aisyah ra. menerangkan: Dari Aisyah r.a, isteri Nabi s.a.w, meneuturkan: “sesungguhnya Nabi s.a.w, melakukan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bukan Ramadhan hingga Beliau wafat, kemudian isteri-isterinya mengerjakan I’tikaf sepeniggal Beliau”. (HR.Bukhari-Muslim).

Adapun rukun i’tikaf yang harus dipenuhi adalah; pertama Niat untuk untuk berdiam diri di dalam masjid, dan bagi mereka yang bernadzar untuk I’tikaf, maka diwajibkan baginya untuk mengucapkan kata fardu di dalam niat I’tikafnya. Dan kedua berdiam diri dalam masjid dalam rentang waktu lebih dari lamanya thumaninah dalam shaat.

Selain syarat dan rukun yang harus dijaga, hendaknya  bagi mereka yang beri’tikaf memperhatikan beberapa pantangan yang dapat membatalkan I’tikaf. Diantaranya bersetubuh dengan istriberdasarkan ayat berbunyi:

L”..dan janganlah kalian campuri mereka (isterimu) itu, sedang kalian sedang dalam keadaan I’tikaf di ,asjid, itulah ketentuan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah, 2:187)

Kedua, keluar dari masjid tanpa udzur atau halangan yang dibolehkan syariat. Tetapi bila keluar dari masjid karena ada udzur, misalnya buang hajat atau air kecil dan yang serupa dengan itu, tidak membatalkan I’tikaf.

Diperbolehkan keluar dari masjid karena mengantarkan keluarga ke rumah, atau untuk mengambil makanan di luar masjid, bila tidak ada yang mengantarkannya.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a:Dari Aisyah r.a, menuturkan, Nabi s.a.w, apabila beri’tikaf, Beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, lalu aku sisir rambutnya, dan Beliau tidak masuk rumah kecuali untuk keperluan hajat manusia (buang air besar atau buang air kecil)”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1889 dan Muslim: 445).

Iktikaf di bulan Ramadhan tentunya dalam rangka menambah pundi pahala kita di bulan suci ini dan bukan hanya di bulan Ramadhan saja juga bulan lainnya. namun  iktikaf pada malam sepuluh terakir dari bulan Ramadhan sangat dianjurkan.

Ini tentunya dengan alasan sebagai usaha untuk mencari dan menemukan malam lailatul qadar yang memiliki keistimewaan 1:1000 keistimewaan bulan selain bulan Ramadhan. Berdasarkan itu itikaf pada saat-saat tersebut sangat dianjurkan. 

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist dari Aisyah r.a, isteri Nabi s.a.w, meneuturkan: “sesungguhnya Nabi s.a.w, melakukan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bukan Ramadhan hingga Beliau wafat, kemudian isteri-isterinya mengerjakan I’tikaf sepeniggal Beliau”. (HR. al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).

 Berajak dari itu perbanyaklah iktikaf di sepuluh terakhir Ramadhan ini sebagai bentuk realisasi dari menjemput pahala dan lailatul qadar dalam mengarapkan ridha-Nya.

 
Sumber:   Piss dan lainnya