Kisah Kedermawanan Mbah Dullah Kajen

 
Kisah Kedermawanan Mbah Dullah Kajen

LADUNI.ID, Jakarta - Tulisan ini hendak menceritakan sebuah kisah masyhur mengenai kedermawanan KH Abdullah Zain Salam atau Mbah Dullah dari Kajen, Pati, Jawa Tengah. Mbah Dullah memang dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan, salah satunya adalah beliau selalu memberi makanan orang-orang setelah mereka selesai mengaji kepadanya. Padahal mereka yang ikut ngaji pada Mbah Dullah bisa ratusan, bahkan ribua orang dalam satu waktu.

Bahkan tidak segan-segan, Mbah Dullah juga memberikan barang pribadinya manakala ada seseorang yang menyatakan suka atau tertarik dengan barang yang dimiliki Mbah Dullah tersebut. Barang-barang tersebut langsung dikasihkan, tanpa ada rasa berat hari sedikitpun di hati Mbah Dullah. Pernah suatu kali, Mbah Dullah memberikan jas beliau kepada orang, setelah orang tersebut tertarik dengan jas itu.

Seperti dikutip dari buku Keteladanan KH Abdullah Zain Salam (Jamal Ma’mur Asmani, 2018), suatu ketika Mbah Dullah mengenakan sebuah setelan jas, KH Muslich Abdurrahman kemudian memuji kalau jas yang dipakai Mbah Dullah tersebut bagus. Kemudian beberapa saat setelah itu, Mbah Dullah memberikan jasnya itu untuk Kiai Muslich.

Pernah suatu ketika Mbah Dullah memiliki sebuah jas bagus, Kiai Tamyiz yang mengetahui hal itu menjadi tertarik dengan jas yang dimiliki Mbah Dullah tersebut. Tidak lama berselang, Mbah Dullah kembali memberikan jasnya itu untuk Kiai Tamyiz.

Mujibur Rachman Ma’mun, Pengasuh Pesantren Al Hikmah Kajen yang merupakan cucu Mbah Dullah, juga menyampaikan kisah terkait kakeknya mengenai jasnya. Menurut penuturan Gus Mujib, suatu ketika Mbah Dullah mengutus seorang santrinya membeli kain wol untuk dibuat jas. Mbah Dullah memberikan santri tersebut contoh kain yang dimaksud agar tidak salah beli.

Setelah mendapat saran itu, santri tersebut akhirnya menemukan jenis kain yang dipesan Mbah Dullah di sebuah mal di Semarang. Padalah sebelumnya santri itu sudah mencari di toko-toko kain di Kudus namun tidak menemukannya. Harganya, 3 jutaan per meter. Dia kemudian membawa kain tersebut ke salah seorang penjahit terkenal di Semarang untuk dibikin jas.  Kebetulan penjahit itu kenal dengan Mbah Dullah, dia kemudian menawarkan diri akan mengantarkan jas tersebut ke Kajen manakala sudah jadi, sekaligus sowan ke Mbah Dullah.

Singkat cerita, penjahit yang diketahui berasal dari Demak tersebut datang ke Kajen untuk mengantarkan jas Mbah Dullah yang sudah jadi. Untuk tabarrukan, penjahit tersebut tidak memungut biaya.

Setelah jas itu jadi, Mbah Dullah kemudian mencoba jas tersebut. Bagus dan enak dipakai. Penjahit itupun kemudian undur diri. Beberapa saat kemudian, tamu lain yang tadi ikut sowan ke Ndalem Mbah Dullah mengatakan kalau jas yang dikenakan Mbah Dullah bagus sekali. Mbah Dullah yang mendengar hal itu langsung bertanya apakah dia suka dengan jas tersebut. Iya, bagus sekali, kata tamu tersebut. Jas itu dimasukkan lagi ke dalam pembungkusnya. Mbah Dullah kemudian menyerahkan jas tersebut kepada tamu tersebut.

“Nek Jenengan remen, monggo Jenengan betho mawon, kangge Jenengan. (Kalau kamu suka, silahkan kamu bawa saja, buat kamu (jasnya),” kata Mbah Dullah kepada tamunya itu. Sang tamu awalnya tersipu malu, namun setelah setengah dipaksa akhirnya dia membawa jas Mbah Dullah.

Itulah kisah kedermawanan Mbah Dullah. Sampai-sampai barang yang baru sampai di tangannya langsung diberikan kepada orang lain yang tertarik dengan barang tersebut. Mbah Dullah meneladani Nabi Muhammad dalam hal kedermawanan. Beliau menempatkan ‘apa yang dimilikinya’ di tangannya, bukan di hati. Sehingga beliau enteng saja memberikan, menghibahkan, atau mensedekahkan barang-barangnya untuk orang lain. (Sumber: NU Online)