Belajar Ikhlas dari Habib Jakfar Alkaff Kudus

 
Belajar Ikhlas dari Habib Jakfar Alkaff Kudus

LADUNI.ID, Jakarta - Habib Jakfar Alkaff Kudus, terkenal memiliki kebiasaan jadzab (berbuat aneh). Meskipun jadzab, ternyata beliau sering juga mernahake (bahasa Salik-nya adalah mentarbiyyah/membimbing) para muhibbin (pecinta) beliau. Salah seorang muhibbinnya dipanggil beliau dan dikasih uang.

''Ji... Ini duit buat kamu. Buat beli Fortuner, ya?'' kata Habib Ja'far.

''Njih, bib,'' kata Pak Kaji sambil menghitung jumlah uang pemberian Habib. Totalnya cuma 400 ribu rupiah.

Melihat uang pemberiannya dihitung, Habib Jakfar berkata, “Jangan dihitung, Ji. Harus ikhlas.''

Ini pelajaran pertama dari Habib Ja'far, bahwa pemberian Allah baik berupa uang ataupun harta yang lain tidak boleh dilihat materi/ barangnya. Juga berapa jumlahnya. Tetapi lihat lah siapa gerangan Dzat yang memberinya, yakni Allah Ta'ala. Saputangan harganya murah. Tetapi saputangan pemberian kekasih, tidak ternilai harganya.

Beberapa waktu kemudian, Habib Jakfar mengajak dia ke tepi laut. Beliau berkata, ''Ji... Ini duit dalam tas semua, ayoh dibuang ke laut. Diniati shadaqah Sir/rahasia, ya? Diniati shadaqah Sir yaa?''

Bersama salah satu khadim/pembantu, pak Kaji tersebut membuang lembaran-lembaran uang ke laut. Dia perkirakan tidak kurang dari 20 juta rupiah uang yang dibuang. Muhibbin itu berpikir keras apa makna perbuatan ini, serta apa konteknya dengan dirinya?

Ini pelajaran kedua untuk dirinya, bahwa bagi seorang Arif billah, antara uang dan tanah liat nilainya tidak ada bedanya . Yang membuat berbeda adalah kecintaan hati kepada salah satu dari keduanya. Jika tidak ada cinta (karena yang dicinta hanyalah Allah), emas, uang atau yang lain tidak lagi berharga sehingga tidak layak diuber-uber apalagi dicinta.

Perbuatan membuang uang ke laut, pernah menjadi sasaran kritik Ibnul Qayyim kepada kaum Sufiyyah yang melakukannya. Karena perbuaan tersebut secara fikih dhahir hukumnya haram disebabkan tadzyi'ul maal/ menyia-nyiakan harta. Namun Ba'dhul Arifien Quddisa Sirruh, menjawabnya banyak. Di antaranya:

''Kaum Sufiyyah membuang harta ke laut, saat mereka mulai merasa hatinya tertambat dengan harta tersebut. Bagi seorang Sufi, haram hukumnya mencintai harta dunia, dan bahayanya cinta dunia itu lebih dahsyat dari dosanya menyia-nyiakan harta. Jika ditanya, mengapa tidak disedekahkan saja? Dijawab bahwa, terhadap sosok Sufi seperti diri mereka sendiri saja, mereka tidak mempercayai untuk menyerahkan 'dunia', apalagi terhadap orang lain? Tuhmah (kekhawatiran) tersebut membuat mereka terpaksa membuangnya ke laut.''

Apa yang dilakukan Habib Ja'far juga selaras dengan hal di atas, di mana beliau ingin mengajari Muhibbinnya, supaya tidak cinta dunia. Dan beliau praktikkan sendiri di depan matanya, membuang uang berjuta-juta ke tengah laut, seperti berkata: ''Ji, jangan kedunyan (cinta dunia). Duit itu bagi seorang yang 'mengerti' , tidak ada nilainya.''

Kemudian saat akan pulang, Habib memanggilnya kembali: ''Ji, kamu punya tanaman dalam pot di pojok rumah?''

Pak Kaji menjawab: "bener, Bib''

''Sampai rumah, cabuten ae,'' kata beliau.

Pak Kaji langsung tercenung. Bukan heran, Habib Ja'far bisa tahu dia punya tanaman itu, karena hal-hal kasyaf model begitu sudah biasa dia jumpai dalam diri Habib Jakfar. Tetapi dia tercenung karena dia baru sadar, ini pelajaran penting untuk dirinya dari Habib, karena beberapa waktu belakangan ini dia sangat suka merawat tanaman tersebut.

''Harganya mahal. Saya membelinya 7 juta rupiah,'' kata Pak Kaji.

Tampaknya, dia diajari oleh Habib Ja'far: ''Ji, ji... Bebaskan hatimu dari ta'alluq condong dengan tanaman berharga jutaan. Bersihkan hatimu dari suka mobil Fortuner. Bersihkan hatimu dari kicauan Lovebird. Bersihkan hatimu dari akik Bacanmu . Bersihkan hatimu dari wajah Ayu istrimu dan gemesinnya anak-anakmu... bersihkan... bersihkan... bersihkan...''

(Sumber Kisah Teladan Ulama & Wali)