Ketika Berkata yang Baik atau Diam Ibarat Emas

 
Ketika Berkata yang Baik atau Diam Ibarat Emas
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Setiap menjelang Pemilihan Presiden, pertarungan politik di Tanah Air selalu menjadi arena yang sangat panas. Sejak dulu, kondisi politik di Indonesia dalam momen pemilihan tersebut berpotensi membuat rakyat terpecah belah. Bahkan, sampai terbentuklah kubu-kubu yang semakin membentangkan jarak di antara mereka. Ketegangan di antara masyarakat tak bisa dielak lagi, jika tidak ada yang bijak dalam menyikapi situasi tersebut.

Perselisihan demi perselisihan yang disebabkan oleh pilihan politik dan pemimpin yang berbeda, tak terhindarkan membuat suasana semakin sengit dan mengkhawa­tirkan.

Persaudaraan, pertemanan, bah­kan hubungan antar keluarga jadi renggang akibat pilihan politik yang sifatnya hanya sementara itu. Rak­yat merayakan pesta demo­krasi hanya lima tahun sekali, namun korbannya adalah hubu­ngan persaudaraan yang retak entah sampai kapan. Sangatlah rugi jika semua itu dikorbankan demi nafsu para elite politik yang sebenarnya tampak “tak begitu peduli” pada rakyat bawah, jika nanti terpilih dan menduduki singgasana kekuasaan.

Kondisi ini yang membuat banyak orang dengan mudah melontarkan kata atau kalimat provokatif yang disebarkan secara masif lewat berbagai media sosial. Dengan media sosial yang sebenarnya bermanfaat untuk saling menghubungkan saudara maupun pertemanan itu, justru ribuan, bahkan jutaan akun saling hujat, saling hina, dan saling merendahkan antara satu dan lainnya.

Jangankan yang hanya mengenal di dunia maya, orang-orang yang juga dari awal sudah berteman di darat, begitu mudahnya saling melontarkan kata-kata kotor, me­nyerbu dengan aneka macam ca­cian yang saling menykiti perasaan.

Akibat tidak bisa menjaga lisan inilah, banyak akun di media sosial yang harus berurusan dengan Undang-Undang IT dan berujung dengan adanya hukuman maupun denda. Mereka yang dengan mudah menyebarkan hoaks atau berita bohong, bahkan me­nfitnah dan mengancam kesela­matan seseorang, akhirnya beruru­san dengan hukum. Mereka harus mem­pertanggungjawabkan apa yang telah dilontarkan lewat medsos.

Sudah tidak terhitung berapa banyak akun media sosial yang pemiliknya harus berurusan dengan kepolisian. Dari akun milik politisi, tim sukses, hing­ga rakyat kecil yang selama ini hanya menjadi “tim hura-hura” alias pendukung militan. Ketidak­puasan akan pemimpin yang tak sesuai dengan pilihannya mereka lontarkan di medsos dengan bahasa yang penuh kebencian dan tuduhan yang sering kali bermuatan pencemaran nama baik.

Mengkritik pemimpin yang tidak baik selama memimpin roda kepemimpinan memang menjadi tanggungjawab rakyat. Para pe­mim­pin harus diingatkan agar kembali meluruskan niat awalnya sebelum menjadi pemimpin. Na­mun, apa yang terjadi sering kali justru bukan kritik membangun. Sebagian rakyat malah menghina, merendah­kan, bahkan mengancam pemim­pin yang seharusnya bisa dilakukan dengan baik-baik. Karenanya, tepat sekali mengikuti anjuran Nabi yang menjelaskan bahwa jika tidak bisa berkata baik, maka diam adalah pilihan yang paling tepat dan paling selamat. Dan memang begitulah seharusnya gambaran bahwa berkata yang baik atau diam itu bernilai layaknya emas. [] 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 12 Juli 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Untung Wahyudi (Pegiat Literasi, Lulusan UIN Sunan Ampel Surabaya)

Editor: Hakim