Esensi Menghormati dan Memuliakan Guru

 
Esensi Menghormati dan Memuliakan Guru

LADUNI.ID, HIKMAH-Kita dianjurkan menghormati mereka yang lebih dari kita baik dari segi umur, ilmu dan sejenisnya bukan hanya kaum muda menghormati yang tua bahkan juga menyayangi yang lebih  muda. Terlebih lagi mereka yang lebih dalam ilmu (guru).

Hal ini di sebutkan dalam hadist  Rasulullah Saw, bunyinya:” Bukanlah termasuk golongan kami orang   yang   tidak   menghormati orang yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami”. (HR. Ahmad Hakim).

Sementara itu Imam Nawawi menganjurkan kita penuntut ilmu (thalibul ilmi)  bersikap untuk mencintai dan menghormati guru sehingga ilmupun lebih mudah di dapatkan dan tersalur dalam qalbu, sebagaimana di dipaparkan dalam kitab “Al-Majmu”, beliau berkata:

“Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya dengan pandangan penghormatan. Hen¬daklah dia meyakini keahlian gu¬runya dibandingkan yang lain. Karena hal itu akan menghantarkan seorang murid untuk banyak mengambil manfaat darinya, dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang dia dengar dari gurunya tersebut.” (Kitab al-Majmu’ : 1: 84).

Seorang thalibul ilmi juga harus mengakui kelebihan sang muallim (guru) yang telah mengajarinya dan tidak melupakan jasa mereka.

Penjelasan ini di sampaikan  oleh Khathib al-Baghdadi bahwa kewajiban bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil ilmu dari gurunya dan di samping itu pula hendaklah seorang mu¬rid mengenal hak gurunya, jangan dilupakan semua jasanya.” (kitab al-Faqih wal Mutafaqqih 1: 196, Tadzkiratus Sami’: 90)

Islam sangat menghargai sebuah kebaikan terlebih dalam menuntut ilmu. Kita penuntut ilmu juga di anjurkan memuliakan dan mengingat kebaikan sang guru bukan hanya di saat mereka masih hidup terlebih dikala mereka telah tiada juga dianjurkan untuk berdoa kepadanya.

Dalam literature sejarah terlihat bagaimana pendiri mazhab Hanafi dalam mendoakan Syekh Hammad salah seorang guru beliau sebagaimana di ungkapkan dalam manaqibnya,:

“Tidaklah aku sembahyang sejak meninggal Hammad kecuali aku memintakan ampun untuknya dan orang tuaku. Aku selalu me¬mintakan ampun untuk orang yang aku belajar darinya atau yang mengajariku ilmu.” (Mana-qib Imam Abu Hanifah. Lihat  Adab at-Tatalmudz: 28).

Dalam persoalan ini juga Ibnu Jama’ah juga menambahkan hen-daklah seorang penuntut ilmu itu mendoakan gurunya sepanjang masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat.

Argumen di atas sejalan dengan sabda Rasulullah SAW berbunyi ; Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.” (HR. Abu Dawud no. 1672).

**Helmi Abu Bakar Ellangkawi.