Sunan Jêlithêng Ingin Terus Berjuang Bersama NU untuk Islam Amerika

 
Sunan Jêlithêng Ingin Terus Berjuang Bersama NU untuk Islam Amerika

LADUNI.ID, Jakarta - Pengaruh Amerika yang sangat kuat dalam politik internasional, membuat semua pemangku kepentingan transnasional berkumpul di Washington,DC. Mereka ingin berebut untuk mempengaruhi kebijakan pemerintahnya, termasuk gerakan-gerakan Islam transnasional dan organ-organ kepanjangan tangan negara-negara Teluk. Bahkan, komunitas imigran muslim dari Timur Tengah digalang sebagai basis politik untuk ikut serta dalam pertarungan domestik.

Sementara itu, Komunitas Muslim Kulit Hitam pewaris Elijah Muhammad dan W. Deen Muhammad memandang diri mereka sebagai “pribumi”. Mewakili beberapa ratus ribu jamaah di seantero Amerika, mereka adalah keturunan budak-budak yang dibawa masuk ke “Tanah Harapan” itu sejak 400 tahun yang lalu, dan memeluk Islam secara turun-temurun sejak nenek-moyang yang pertama kali datang.

Hal ini disampaikan oleh Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf melalui tulisannya berjudul, Sunan Jêlithêng a.k.a. Ki Pamong Margo untuk Islam Amerika. Gus Yahya, sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf, menyampaikan bahwa pada umumnya, mereka bergabung dalam aliansi politik kiri, yakni Partai Demokrat, yang isinya begitu warna-warni sehingga sulit dipermana titik temu kepentingan-kepentingannya.

“Bayangkan saja, kelompok-kelompok Islamis perawis Ikhwanul Muslimun dan Jama’at i Islami ala Maududi beraliansi dengan gerakan LGBTQ militan dan Yahudi Reformis yang Zionis,” demikian tulisan Gus Yahya.

Sedangkan, lanjut Gus Yahya, dinamika politik menjurus kepada polarisasi yang terus-menerus semakin menajam. Politik kiri cenderung berkonsolidasi untuk menentang segala bentuk “nasionalisme Amerika” dan “budaya tradisional Amerika Kristen”. Di kalangan politik  kanan makin marak raisme, anti-imigran, Islamofobia dan anti-Semitisme.

Baca juga: Gus Yahya: Momentum Bhinneka Tunggal Ika untuk Perdamaian Dunia

“Kini, mereka jadi gelisah sekali ditengah suasana sosial-politik yang diwarnai pembelahan tajam dan hawa permusuhan yang sengit. Mereka Muslim, tapi tidak mau melepaskan kewargaan dari “budaya tradisional Amerika” dan tidak mau melayani “kepentingan-kepentingan asing”, walaupun dari negara-negara Islam di Timur Tengah ataupun gerakan-gerakan Islam transnasional. Mereka ingin membangun “Islam Amerika” sebagai sumbangan untuk peradaban Amerika seluruhnya,” lanjut Gus Yahya dalam tulisan tersebut.

Saat ini, Imam Shareef Taleb memimpin jamaah tersebut. Mereka ingin terurs merawat masjid yang dikenal sebagai “Masjid Muhammad” atau “Nation’s Mosque” di salah satu sudut Washington, DC. Imam Taleb berhasil memperoleh penetapan dari Pemerintah setempat untuk menamai jalan didepan masjid itu “Islamic Street”.

“Akhir tahun lalu, delegasi mereka datang ke Yogyakarta atas undangan Gerakan Pemuda Ansor. Kini mereka ingin terus berjalan bersama Nahdlatul Ulama untuk memperjuangan pribumisasi Islam di Amerika dan menekuni cita-cita untuk ikut menyumbang bagi masa depan Peradaban Dunia yang lebih mulia,” lanjut Gus Yahya melalui tulisan yang diterima tim Laduni.id, Sabtu (20/7).

“Semoga saya mendapatkan limpahan barokahnya Imam Taleb alias Sunan Jêlithêng alias Ki Pamong Margo,” pungkas Gus Yahya Cholil Staquf, Katib Aam PBNU.