Tuntunan Lengkap Shalat Sunnah Witir

 
Tuntunan Lengkap Shalat Sunnah Witir
Sumber Gambar: tebuireng.online, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Shalat Witir adalah shalat sunnah dengan jumlah rakaat yang ganjil. Shalat Witir terhitung dari satu hingga sebelas rakaat. Bagi seseorang yang hanya sanggup mengerjakan satu rakaat shalat Witir, maka hal itu diperbolehkan dan tidak dianggap makruh. Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten di dalam Kitab Nihayatuz Zain.

قَوْلُهُ (وَأَقَلُّهُ رَكْعَةٌ) وَلَا كَرَاهَةَ فِي الْاِقْتِصَارِ عَلَيْهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ بَلْ خِلَافُ الْأَوْلَى

“(Jumlah minimal shalat Witir adalah satu rakaat). Tidak makruh jika hanya mengerjakan satu rakaat shalat Witir menurut pendapat yang mu'tamad (yang diikuti), tetapi khilaful aula (menyalahi yang utama), artinya lebih baik dengan melakukannya lebih dari satu rakaat.” 

Adapun shalat Witir yang biasanya diamalkan oleh masyarakat pada malam bulan Ramadhan berjumlah tiga rakaat karena ini adalah jumlah minimal dalam kesempurnaan shalat Witir. Demikian ini juga sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten di dalam Kitab Nihayatuz Zain.

وَأَدْنَى الْكَمَالِ ثَلَاثٌ وَأَكْمَلُ مِنْهُ خَمْسٌ ثُمَّ سَبْعٌ ثُمَّ تِسْعٌ (وَأَكْثَرُهُ إِحْدَى عَشْرَةَ) وَهِيَ غَايَةُ الْكَمَالِ

“Batas minimal kesempurnaan shalat witir adalah tiga rakaat. Yang lebih sempurna dari itu adalah lima rakaat, kemudian tujuh rakaat, kemudian sembilan rakaat. (Jumlah maksimal shalat witir adalah sebelas rakaat). Ini puncak keistimewaan shalat witir.” 

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa shalat Witir satu rakaat boleh dilakukan. Meski demikian, shalat Witir satu rakaat menyalahi yang utama, sehingga sebaiknya dilakukan minimal tiga rakaat. Tetapi berapapun jumlah rakaat yang dipilih, seseorang harus menyudahi shalat Witirnya dengan bilangan ganjil satu rakaat menurut pendapat yang kuat. 

Adapun menyambung shalat Witir tiga rakaat sekaligus adalah hal yang diperbolehkan dalam Mazhab Syafi’i. Namun, memisahkannya dengan salam pada rakaat kedua dianggap lebih utama daripada menyambung tiga rakaat sekaligus. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Kitab Hasyiyah Al-Bujairami ala Al-Manhaj karya Syekh Zainuddin Al-Malibari:  

 (وَلِمَنْ زَادَ عَلَى رَكْعَةٍ) فِي الْوِتْرِ (اَلْوَصْلُ بِتَشَهُّدٍ) فِي الْأَخِيْرَةِ (أَوْ تَشَهُّدَيْنِ فِي الْأَخِيْرَتَيْنِ) لِلْاِتِّبَاعِ فِي ذَلِكَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَالْأَوَّلُ أَفْضَلُ، وَلَا يَجُوْزُ فِي الْوَصْلِ أَكْثَرُ مِنْ تَشَهُّدَيْنِ، وَلَا فِعْلَ أَوَّلَهُمَا قَبْلَ الْأَخِيْرَتَيْنِ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَنْقُوْلِ مِنْ فِعْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Bagi orang yang melaksanakan Witir lebih dari satu rakaat, maka boleh baginya untuk menyambung Witir dengan satu tasyahud di akhir rakaat atau dua tasyahud di dua rakaat terakhir. Hal ini berdasarkan Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Namun, praktik yang pertama (satu tasyahud) lebih utama. Dalam menyambung rakaat dilarang lebih dari dua tasyahud dan juga tidak boleh melakukan awal dari dua tasyahud sebelum dua rakaat terakhir, sebab praktik demikian tidak pernah ditemukan dalam shalat Rasulullah SAW.”

Meski menyambung tiga rakaat shalat Witir dengan satu salam adalah hal yang diperbolehkan, tapi cara demikian dihukumi makruh, sebab dianggap menyerupai pelaksanaan shalat Maghrib. Dalam hal ini, Syekh Zainuddin Al-Maliabari menjelaskan berikut ini:

   وَالْوَصْلُ خِلَافُ الْاَوْلَى، فِيْمَا عَدَا الثَّلَاثِ، وَفِيْهَا مَكْرُوْهٌ لِلنَّهْيِ عَنْهُ فِي خَبَرِ: وَلَا تُشَبِّهُوا الْوِتْرَ بِصَلَاةِ الْمَغْرَبِ

“Menyambung rakaat Witir merupakan menyalahi hal yang utama (khilaf al-aula) pada selain tiga rakaat (makruh). Sedangkan menyambung tiga rakaat Witir (sekaligus) dihukumi makruh, sebab adanya larangan dalam hadits Nabi: ‘Janganlah kalian menyerupakan shalat witir dengan shalat maghrib’.”

Niat Shalat Sunnah Witir

Niat menjadi kunci yang sangat penting karena akan mempengaruhi kekusyukan dalam shalat. Niat tersebut diucapkan di dalam hati dan dilakukan bersamaan dengan Takbiratul Ihram yaitu pada waktu mengangkat kedua tangan dengan telapak tangan menghadap ke kiblat dan sejajar dengan telinga.

Sebagaimana keterangan di atas, shalat Witir ini dianggap sempurna jika dilakukan sebanyak 3 rakaat, dan paling utama dilakukan sampai 11 rakaat. Tetapi bisa dianggap cukup jika dilakukan hanya 1 rakaat. Jika dilaksanakan lebih dari satu rakaat, maka pelaksanannya yang lebih utama adalah dengan melakukan Tasyahud setiap dua rakaat kemudian salam. Lalu diakhir dengan melakukan shalat Witir satu rakaat. Adapun melakukan shalat Witir sebanyak 3 rakaat secara bersambung (rakaat kedua melakukan tasyahud awal) kemudian menutupnya dengan tasyahud akhir dan salam di rakaat ketiga adalah diperbolehkan, tetapi dihukumi makruh.

Tuntunan Lengkap Shalat Sunnah Witir

Tahap ke-1: Niat Shalat Sunnah Witir

Adapun niat shalat sunnah Witir ketika dilakukan lebih dari satu rakaat, maka yang lebih utama adalah dilakukan dengan dua rakaat kemudian ditutup dengan tasyahud dan salam. Dan jika dilakukan demikian, maka niatnya adalah sebagaimana berikut:

Niat Imam:    

اُصَلِّى سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ مِنَ الْوِتْرِمُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat sunnah dua rakaat yang merupakan bagian dari Witir dengan menghadap kiblat, sebagai Imam karena Allah SWT.”

Niat Makmum:

اُصَلِّى سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ مِنَ الْوِتْرِمُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat sunnah dua rakaat yang merupakan bagian dari Witir dengan menghadap kiblat, sebagai Makmum karena Allah SWT.”

Lalu selanjutnya shalat terakhir tetap harus dilakukan sebanyak satu rakaat dengan niat sebagaimana berikut:

Niat Imam:

اُصَلِّى سُنَّةَ الوِتْرِ رَكْعَةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat sunnah Witir satu rakaat  dengan menghadap kiblat, sebagai Imam karena Allah SWT.”

Niat Makmum:

اُصَلِّى سُنَّةَ الوِتْرِ رَكْعَةً مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

“Aku niat shalat sunnah Witir satu rakaat  dengan menghadap kiblat, sebagai Makmum karena Allah SWT.”

Sedangkan jika dilakukan sendirian, maka lafadh "Imaman/Ma'muman" tidak perlu disebutkan di dalam niat.

Tahap ke-2: Membaca Takbiratul Ihram

Takbiratul Ihram memiliki arti pernyataan takbir yang menjadi penanda pengharaman kita untuk berbuat apapun di luar gerakan dan bacaan shalat. Membaca takbir tidak terlalu keras dan cukup didengar oleh telinga kita sendiri, kecuali Imam yang mengucapkan takbir terdengar makmum di belakangnya.

Adapun lafadhnya adalah sebagai berikut:

أللهُ أَكْبَرُ

"Allah Maha Besar"

Tahap ke-3: Membaca Doa Iftitah

Doa Iftitah berarti doa pembuka yang dibaca sebelum membaca Surat Al-Fatihah. Adapun hukum membaca doa Iftitah ini adalah sunnah. Adapun ketika membaca doa ini, posisi tangan bersedekap di atas antara pusar dan dada yang mana tangan kanan di atas tangan kiri.

Berikut ini doa Iftitah yang dibaca pelan (hanya terdengar oleh telinga kita):

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ عَلَى مِلَّةِ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Allah yang Maha Besar sebesar-besarnya, dan segala puji yang banyak hanya kepada Allah, dan Maha Suci Allah baik di waktu pagi maupun petang. Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada yang menciptakan seluruh langit dan bumi, dengan lurus mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS. Dan aku bukanlah termasuk kelompok orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan keyakinan itulah aku diperintahkan, dan saya termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berserah diri."

Tahap ke-4: Membaca Surat Al-Fatihah

Surat Al-Fatihah ini termasuk rukun shalat, karena itu hukumnya membaca Surat Al-Fatihah adalah wajib. Jika seseorang tidak membacanya di dalam shalat, maka ibadah shalatnya menjadi tidak sah atau dianggap batal.

Surat Al-Fatihah dibaca setelah Takbiratul Ihram dan posisi tangan masih bersedekap. Apabila menjadi imam berjamaah, maka bacaan Al-Fatihah dibaca jahr atau dengan suara keras sehingga bisa terdengar oleh makmum di belakangnya. Tetapi, bila shalat sendiri, maka cukup dibaca hingga hanya telinga kita yang bisa mendengarnya.

Klik di sini untuk mengetahui bacaan lengkap Surat Al-Fatihah

Tahap ke-5: Membaca sebagian Ayat atau Surat dalam Al-Qur'an

Surat yang dipilih untuk dibaca setelah bacaan Surat Al-Fatihah dapat surat yang panjang, pendek, atau sebagian ayat dari suatu surat. Apabila shalat sendirian, dipersilakan bebas membaca sebarang surat dalam Al-Qur'an. Namun, apabila berjamaah dan menjadi imam, maka hendaknya membaca surat dengan memperhatikan kemampuan dan ketersediaan waktu bagi jamaahnya, sehingga tidak harus ayat yang panjang.

Dalam membaca sebagian ayat atau surat dalam Al-Qur'an ini posisi tangan masih bersedekap. Lalu apabila menjadi imam berjamaah, maka bacaan surat pendek secara jahr atau dibaca dengan keras hingga bisa terdengar oleh makmum di belakangnya. Bila shalat sendiri, maka cukup dibaca hingga hanya telinga kita yang bisa mendengarnya.

Klik di sini untuk mengetahui bacaan lengkap berbagai surat dalam Al-Qur'an

Tahap ke-6: Rukuk

Rukuk adalah posisi tubuh membentuk sudut siku 90 derajat dengan tangan bertumpu pada dengkul/lutut.

Adapun bacaan rukuk yang dibaca pelan (hanya terdengar oleh telinga kita) adalah sebagai berikut:

 سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ

"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung dengan segala puji kepada-Nya."

Bacaan tersebut dibaca tiga kali di dalam rukuk.

Tahap ke-7: I’tidal

I’tidal adalah gerakan kembali berdiri tegak setelah melakukan rukuk dengan kondisi tangan lurus di samping paha, sehingga tanpa bersedekap.

Bacaan dalam i'tidal yang dibaca pelan (hanya terdengar oleh telinga kita) adalah sebagai berikut:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ … (Dibaca beriringan ketika bangun dari rukuk)

"Allah senantiasa mendengar kepada siapa yang memuji-Nya."

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ (Dibaca ketika telah berdiri dari rukuk)

"Tuhanku, kepada Engkaulah segala pujian yang memenuhi seluruh langit, seluruh bumi, dan memenuhi segala hal yang Engkau kehendaki setelahnya."

Setelah tahap ini, maka tahap selanjutnya adalah sujud yang mana perubahan posisi dari i'tidal ke sujud dengan mengucapkan takbir.

Tahap ke-8: Sujud

Posisi sujud sebagaimana pada umumnya kita bersujud, di mana kedua tangan kita lurus di samping telinga kita. Dahi dan dengkul/lutut sejajar menyentuh lantai, sementara ujung-ujung kaki menghadap ke kiblat (seperti sedang memanjat).

Bacaan dalam sujud yang dibaca pelan (hanya terdengar oleh telinga kita) adalah sebagai berikut:

سُبْحَانَ رَبِّيْ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi dan segala puji kepada-Nya."

Tahap ke-9: Duduk di antara Dua Sujud

Posisi duduknya adalah tubuh tegak di mana jari kaki kiri lurus ke belakang (tidak menghadap ke kiblat) dan jari kaki kanan menghadap ke kiblat, sementara pantat bagian kiri bertumpu pada tumit kaki kiri. Posisi jari tangan memegangi dengkul. Posisi duduk seperti ini disebut duduk iftirasy. Perubahan posisi dari sujud ke posisi duduk di antara dua sujud diawali dengan mengucapkan takbir.
Adapun bacaanya yang dibaca pelan (hanya terdengar oleh telinga kita) adalah sebagai berikut:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنِّيْ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, benarkanlah aku, angkatlah derajatku, karuniakanlah aku rezeki, sehatkanlah aku, dan maafkanlah aku."

Tahap ke-10: Sujud

Posisi sujud dan bacaannya sama dengan sujud pada tahap ke-8. Perubahan posisi dari duduk di antara dua sujud ke posisi sujud diawali dengan mengucapkan takbir.

Kemudian, jika shalat Witir dilakukan satu rakaat, maka setelah sujud ini dilanjutkan dengan duduk Tawarruk dan membaca Tasyahud lalu ditutup dengan salam.

Tetapi jika dalam melakukan shalat Witir yang lebih dari satu rakaat, maka dilakukan dengan cara dua rakaat-dua rakaat, dan karena itu setiap selesai sujud di rakaat pertama kemudian dilanjutkan dengan tahapan berikut ini: 

Tahap ke-11: Bangun Berdiri Tegak

Posisi tubuh berdiri tegak kembali dengan diawali membaca takbir.

Tahap ke-12: Membaca Al-Fatihah

Penjelasan seperti pada tahap ke-4.

Tahap ke-13: Membaca sebagian Ayat atau Surat dalam Al-Qur'an

Penjelasan seperti pada tahap ke-5.

Tahap ke-14: Rukuk

Penjelasan seperti tahap ke-6.

Tahap ke-15: I'tidal

Penjelasan seperti tahap ke-7.

Tahap ke-16: Sujud

Penjelasan seperti tahap ke-8.

Tahap ke-17: Duduk di antara Dua Sujud

Penjelasan seperti tahap ke-9.

Tahap ke-18: Sujud

Penjelasan seperti tahap ke-8. Perubahan dari sujud ke tahap selanjutnya dilakukan dengan membaca takbir.

Tahap ke-19: Duduk Tasyahud

Posisi duduknya adalah pantat kiri bertumpu ke lantai, sementara pergelangan kaki kiri berada di antara dengkul dan ujung jari kaki kanan. Duduk semacam ini disebut dengan posisi duduk Tawarruk.

Bacaan pada Tasyahud ini adalah gabungan antara bacaan Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir, sebagaimana berikut ini:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَللهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Segala ucapan selamat, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah. Ya Allah aku sampai shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad, serta kepada keluarganya. Sebagaimana Engkau sampaikan shalawat kepada Nabi Ibrahim, serta kepada para keluarganya. Dan, berikanlah keberkahan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, serta kepada keluarga. Sebagaimana, Engkau telah berkahi kepada junjungan kita Nabi Ibrahim, serta keberkahan yang dilimpahkan kepada keluarga Nabi Ibrahim. Di seluruh alam raya ini, Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Kekal."

Pada waktu bacaan sampai pada lafadh "Asyhadu", maka disunnahkan untuk menegakkan jari telunjuk kanan, terbuka tegak ke depan.

Tahap ke-20: Mengucapkan Salam

Gerakan mengucapkan salam adalah dengan posisi tubuh dan duduk seperti pada tahap ke-19, sementara jari telunjuk kanan kembali menutup. Selanjutnya kepala menoleh ke arah kanan sambil mengucapkan salam, dilanjutkan dengan kepala menoleh ke kiri sambil mengucapkan salam.

Adapun bacaannya adalah sebagai berikut:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

"Keselamatan senantiasa tercurah kepada kalian, juga rahmat Allah dan keberkahan-Nya."

Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 27 Juli 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim