Para Penyembah Alam

 
Para Penyembah Alam

LADUNI.ID - Ada kelompok yang tak percaya Tuhan atau agama dan segala macam yang ghaib. Baginya semua itu mitos belaka (asathir al-awwalin). Akhirnya yang disembah adalah alam, yakni pepohonan, hutan, gunung, laut atau bisa juga manusia yang nota bene bagian dari alam. Bagi mereka kehidupan ini tak lebih dari siklus alam belaka. Cara menyembah alam cukup dengan menghargai dan berbuat baik saja atau sungkem pada orang tua, tak perlu beribadah padanya. Alasan menyembah (dalam arti berbuat baik) adalah karena alam juga baik; manusia makan dari alam dan nanti kalau mati akan jadi kompos untuk alam. Bagi mereka tak ada akhirat atau semacamnya, yang ada hanya kehidupan dunia saat ini saja.

Dalam al-Qur’an, yang seperti ini disebut sebagai Dahriyah. Sekarang bisa bermacam-macam namanya, mulai ateis, agnostik, hingga aliran kepercayaan. Keyakinan simpel para Dahriyah seperti di atas bermasalah. Di antara masalah utamanya adalah:

1. Adanya sistem yang sangat teratur di alam semesta ini, sebagaimana diketahui melalui fisika dan ilmu alam lainnya, membuktikan PASTI ada sosok yang merancangnya. Mustahil sebuah sistem rumit dan ajeg terjadi dengan sendirinya. Mempercayai alam membuat dirinya sendiri adalah sama dengan mempercayai kue donat di atas piring ada dengan sendirinya.

2. Apa landasan aturan harus berbuat baik pada sesama atau harus "menyembah" alam? Untuk apa menjaga keseimbangan? Bukankah segala kesewenangan dan kehancuran juga bagian dari fenomena alam? Kalau manusia hanya bagian dari siklus alam seperti hewan atau benda lain, maka untuk apa berbuat baik? Harusnya boleh baik dan boleh juga jahat, terserah saja mau apa sebab tak ada konsekuensi akhiratnya.

3. Fenomena yang tak lumrah sesuai hukum alam terlalu banyak dicatat dalam sejarah manusia. Di masa lalu hal seperti ini dikenal sebagai mukjizat bagi Nabi atau kekuatan magis bagi dukun. Meski jarang, saat ini pun yang seperti ini masih ada, misalnya setelah melakukan amalan tertentu dibacok/ditembak tak mempan, ada yang bisa tahu bisikan hati orang lain, ada yang bisa mengatakan kejadian yang belum terjadi, dan macam-macam bentuknya. Bagaimana menjelaskan hal semacam ini secara ilmiah tanpa menghubungkan dengan ghaib? Terlalu banyak kejadiannya untuk ditolak sebagai fakta.

Karena itu, konon di saat tertentu kadang para ateis sekalipun berdoa meski redaksinya ragu, misalnya: "Tuhan, kalau kau memang ada maka bantu aku" atau "kalau kau memang mendengar maka dengarkan doaku" dan semacamnya. Mempercayai Tuhan tak ada itu jauh lebih sulit dan rumit bagi akal manusia, hanya kadang sebagian manusia terlalu sombong untuk mengakuinya.

Semoga bermanfaat.

Oleh: Abdul Wahab Ahmad