Kisah Terungkapnya Air Bekas Memandikan Jasad Rasulallah SAW

 
Kisah Terungkapnya Air Bekas Memandikan Jasad Rasulallah SAW

LADUNI.ID, Jakarta - Pada kisaran tahun 90-an, dalam sebuah Muktamar Tingkat Dunia yang  diselenggarakan di Mesir, muncul pertanyaan dari Syeikh Mutawwali Asy-Sya'rawi tentang ke manakah perginya air bekas memandikan jasad Rasulallah SAW?

Semua peserta Muktamar yang merupakan para ulama perwakilan dari berbagai Negara itu tak ada yang mampu menjawab. Karena  pertanyaan tersebut menarik dan belum pernah dibahas dalam sejarah Islam  sebelumnya, maka sang pimpinan Muktamar meminta waktu untuk mencari  jawaban tersebut. Beliau berkata bahwa besok Beliau akan menemukan jawabannya.

Sepulangnya dari Muktamar, sang pimpinan langsung masuk ke perpustakaan dan membuka seluruh kitab, guna mencari jawaban dari pertanyaan tersebut. Namun setelah semua kitab dibuka, tak ada  satu pun kalimat yang membahas pertanyaan tersebut.

Karena  kelelahan, akhirnya beliau tertidur dan saat tidur itulah beliau bermimpi bertemu dengan Rasulallah SAW yang sedang bersama seorang pembawa lentera. Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, beliau menggunakan  kesempatan tersebut untuk meminta jawaban yang dicarinya langsung kepada  Rasulallah SAW, dan Rasulallah SAW memberi isyarat agar beliau bertanya kepada pemegang lentera di sampingnya, "Tanyalah kepada Shohibul Qindil (Lentera)."

Shohibul Qindil menjawab :

"Air tersebut naik ke langit dan turun kembali ke bumi bersama hujan. Setiap tanah yang dijatuhi air tersebut, maka di kemudian hari akan didirikan sebuah Masjid."

Keesokan harinya, berdirilah sang pemimpin Muktamar untuk memberikan jawaban tentang perginya air bekas memandikan jasad  Rasulallah saw.

Semua yang hadir terkagum-kagum.

Syeikh Mutawwali yang mengajukan pertanyaan tersebut, bertanya lagi:

"Darimana engkau mengetahuinya?".

Sang pimpinan Muktamar menjawab:

"Dari seseorang yang saat itu sedang bersama Rasulallah dalam mimpiku semalam".

Syeikh Mutawwali bertanya lagi:

"Apakah ia membawa Qindil?"

"Bagaimana engkau tahu?", tanya balik sang pimpinan.

"Karena aku lah Shohibul Qindil tersebut," jawab Syeikh Mutawwali.

Kisah ini amat masyhur di kalangan ulama, terlebih di Mesir.

Sekalipun banyak saksi mata yang menyaksikan langsung peristiwa ini, namun ulama-ulama dari kelompok Wahabi yang kala itu hadir juga, sedikit pun tidak mempercayai kisah ini, kecuali Syeikh Umar Abdul Kafi.

Beliau mengatakan bahwa dirinya telah banyak melihat berbagai karomah  dalam diri Syeikh Mutawwali Asy-Sya'rawi, namun beliau enggan mengakuinya karena keyakinan yang dianutnya (Faham Wahabi) menolak adanya karomah.

Tapi untuk kali ini, Allah SWT telah menumbuhkan keyakinan dalam dadanya, sehingga ia yang seorang Wahabi mempercayai kisah ini. Ia lalu keluar dari Wahabi dan masuk ke dalam faham  Ahlussunnah Wal Jama'ah.

۞اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞


(Sumber Majelis Ta'lim Almunawwarah (Hadratus Syeikh Arifin Bin Ali Bin Hasan)